14.00

877 132 44
                                    

They said if you feel angry or sad, just eat or consume probiotic so it will take your bad vibes away.

Sounds magical emang, tapi beberapa hari yang lalu Joanna baru baca omongan ini dari thread seseorang di twitter dan dengan semangatnya dia langsung stock banyak yoghurt di rumah. Probiotik akan bekerjasama barengan dengan saraf neurotransmitter di otak kita dan akan kasih sinyal biar perasan kita lebih baik lagi, katanya. Terdengar sangat ilmiah karena untuk beberapa saat otaknya tidak bisa mencerna nama dari saraf itu dengan baik. Pantas saja dia tidak bisa menjadi seorang anak kedokteran.

Walaupun sebenarnya, mau di kedokteran atau apapun, Joanna tidak merasa cocok di bidang apapun dalam hidup. Dia lebih menyukai angka daripada tulisan, dia akan menangis semalaman saat besoknya ulangan sejarah, tapi akan dengan telaten mengerjakan soal penuh rumus saat besoknya ulangan fisika maupun matematika. Meskipun begitu, dia tidak merasa menonjol di satu bidang saja.

Karena dia merupakan orang yang memiliki kemampuan merata di banyak bidang, sehingga jika diminta untuk memilih salah satu hal yang paling dia kuasai, dia tidak tau harus membalas apa.

Sebentar lagi dia harus menghadapi sidang dan skripsi. Untuk beberapa saat, Joanna hanya bisa terdiam di kamar sambil memakan greek yoghurtnya dalam diam.

Topik apa yang harus dia ambil?

Jenis pengumpulan data apa yang harus dia pakai?

Apa dosen pembimbingnya akan memberi rekomendasi untuk topik skripsi nanti?

"Ah bisa sinting gue mikirin ini terus." Rengek Joanna sambil bergelung di balik selimut. Drama korea yang sedari tadi dia tonton seakan-akan hanya sebagai pajangan saja, karena matanya memang mengarah ke arah layar, tapi pikirannya tidak.

Handphonenya berdering di atas nakas dan Joanna dengan lemas meraihnya. Layar handphonenya yang terang membuatnya sedikit memicingkan mata dan menjawab panggilan itu dengan mode speaker.

"Jo."

"Hmm?"

"Masih belum selesai nonton drakornya?"

Joanna melirik laptop di atas pahanya dan menghela napas pelan.

"Belum, tapi udah ga mood. Kenapa? Kok kamu belum tidur?"

"Baru selesai nonton di ruang keluarga tadi." Terdengar suara kasur yang berderit, menandakan Dirga yang sudah merebahkan badannya ke kasur, dan hal itu membuat Joanna tersenyum kecil.

"Lagi ga enak badan? Mau aku ke rumah?"

Joanna mengerucutkan bibirnya dan menarik selimutnya semakin atas, menutupi satu badannya.

"Jangan, udah malem. Telfonan aja. Malu tau kalo malem-malem begini kamu ke rumah, nanti bunda nguping."

Dirga tertawa kecil.

"Bilang aja lagi gamau jadi anak cengeng. Udah ucapin selamat ke temen-temen yang selesai seminar belum?"

Joanna terdiam dan hanya membalas pertanyaan Dirga dengan jawaban singkat. Mereka berdua sama-sama terdiam sampai Dirga kembali membuka mulutnya.

"Kamu bakal baik-baik aja. Walaupun belum ada rencana ke depannya, pasti nanti bakal ada waktu dimana kamu tau mau ambil keputusan apa. Setiap orang punya fase waktu masing-masing dan ketika mereka berjalan lebih dulu daripada kamu, bukan berarti kamu udah gagal dan tertinggal. Mungkin ini bukan waktu yang pas untuk kamu maju dan harus kamu manfaatkan sebaik mungkin buat berkembang."

Joanna refleks tersenyum tipis mendengar suara lembut Dirga di sebrang telefon sana.

Tidak seharusnya dia mengeluh, karena itu urusan sepele. Apalagi kalau dia membicarakan ini dengan Dirga, yang memiliki kemampuan di atas rata-rata, tentu saja Joanna terlihat kecil di matanya. Dia sendiri merasa sangat kecil.

inbetween | doyoung x joyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang