Keesokan harinya, kak Gemma benar-benar membawa keluarga kecilnya itu ke rumah sakit. Di jam satu siang, dimana mami sedang mengupas buah-buahan, Joanna sedang mengerjakan tugas kecilnya di sofa dan Dirga yang juga sedang mengerjakan pekerjaannya sambil memakai kacamatanya, pintu kamar rumah sakit diketuk. Dirga otomatis berdiri dan meletakan laptopnya di atas sofa, berjalan ke arah pintu dan membuka pintunya secara perlahan. Dia terdiam di depan pintu untuk beberapa saat sampai mami memanggilnya.
"Siapa Dir? Ga disuruh masuk?"
Joanna yang penasaran pun ikut berdiri dan mendekati Dirga. Saat Joanna sudah berada di sebelah Dirga, Joanna membulatkan matanya saat melihat kak Gemma yang sedang menggandeng tangan seorang anak laki-laki di sebelahnya. Di belakang kak Gemma juga berdiri seorang perempuan yang sedang menunduk dan terkesan takut untuk melihat Dirga beserta Joanna di hadapannya.
Merasa keheningan ini sangat tidak wajar, Joanna langsung berdeham dan mendorong pelan badan Dirga agar kak Gemma bisa masuk ke dalam. Mami yang melihat kedatangan kak Gemma langsung menaruh pisau dan buah di tangannya ke atas meja lalu memeluk kak Gemma dengan erat sambil menangis dengan keras. Joanna yang melihat reuni keluarga kecil ini hanya bisa tersenyum dan menoleh ke arah Dirga yang masih terdiam, mengarahkan pandangannya ke lantai.
"Aku keluar dulu ya? Kamu ngobrol dulu sama kak Gemma di sini."
Dirga yang mendengarnya langsung menggelengkan kepala dan mengenggam pergelangan tangan Joanna dengan erat.
"Aku ikut."
Joanna mendengus dan melepas genggaman tangan Dirga sambil mengerutkan dahinya.
"Nggak. Kamu ngobrol sana. Kenalan sama keponakan kamu satu-satunya."
"Jo.."
"Nurut dulu, ya?"
Dirga menghela napas dan mengangguk pasrah. Tatapan gusar dari Dirga membuat Joanna hanya bisa tersenyum kecil dan mengecup pipi Dirga setelahnya.
Joanna benar-benar keluar sambil membawa laptopnya, duduk di kursi tunggu depan dan melanjutkan tugasnya yang tadi dia tunda untuk sementara. Untuk beberapa saat, Joanna tidak mendengarkan suara apapun dari dalam dan sedikit bisa bernapas lega karena dia pikir akan ada perbincangan yang panas dari dalam. Oleh karena itu, Joanna berinisiatif untuk keluar dari ruangan sedari tadi karena perbincangan antara keluarga itu bersifat personal dan Joanna merasa itu bukan tempatnya untuk mendengarkan.
Kondisi lorong rumah sakit yang dipenuhi para perawat berlalu lalang menjadikan konsentrasi Joanna sedikit terganggu dan dia memilih untuk menutup laptopnya itu dan memejamkan mata sebentar. Hembusan napas terdengar saat rasa mengantuk Joanna berubah menjadi rasa bosan. Perasaan tersebut yang pada akhirnya membuat Joanna mengeluarkan handphone dan memainkannya dalam waktu yang lama, sambil sesekali menguap. Mungkin selang satu jam, pintu ruangan itu terbuka dan Joanna langsung bertatapan dengan pacar dari kak Gemma yang sedari tadi memang masih mengalihkan pandangan dari arahnya. Kedua mata dari perempuan tersebut sangat sembab.
Joanna berdiri, memeluk laptopnya ke dada dan mengulurkan tangan kanannya ke depan. Bermaksud untuk bersalaman.
Uluran tangan Joanna untuk beberapa menit diabaikan. Bingung dengan hal tersebut, Joanna menarik kembali tangannya itu namun ditahan oleh perempuan di hadapannya. Merogoh tas selempang yang dia pakai, Joanna dibuat terdiam karena ibu dari anak kak Gemma itu sedang sibuk menuliskan sesuatu di memo. Setelahnya, tulisan dari memo itu dia tunjukkan ke arah Joanna.
Mata Joanna yang tadinya memicing karena berusaha untuk membaca tulisan tersebut tiba-tiba langsung membulat dan mulutnya kaku seketika.
"Halo, saya Selva. Saya tuna wicara, jadi saya cuma bisa berkomunikasi ke kamu dengan memo ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
inbetween | doyoung x joy
Teen FictionDi antara kita, ada banyak perasaan yang harus dipikirkan. Di antara kita, masih banyak tujuan yang perlu dicapai sebelum aku dan kamu menjadi kita.