Setelah malam itu, Joanna dan Ares pulang dengan perasaan yang campur aduk. Rasa berat di kepala beserta hati Ares terasa sedikit terangkat, tapi Joanna malah kebalikannya. Entah kenapa, hatinya semakin terasa berat ketika semua orang di masa lalunya datang ke permukaan. Terlebih lagi dengan Ares yang pasti akan terus berada di sampingnya seperti dulu.
Dan sekarang, baru beberapa hari di rumah, Joanna sudah bosan dengan rutinitas yang itu-itu aja.
Drama korea yang sering jadi penghiburnya di kostan terkesan menjadi tontonan membosankan saat di rumah. Rasanya yang ingin dia lakukan cuma makan dan tidur, tapi harus sadar kalau celananya sudah mulai menyempit.
"Jo"
Joanna yang tadinya melamun di depan tv langsung menengok ke sumber suara, melihat bundanya yang baru saja keluar dari kamar.
"Kenapa bun?"
"Ke supermarket gih. Bunda mau buat brownies"
Joanna mematikan televisi dan berdiri dari sofa. Tersenyum lebar ke arah bundanya.
"Dianterin bunda kan?"
"Nggak ah bunda males. Pergi sendiri aja naik ojol, bunda bayarin."
Badan Joanna kembali terduduk di atas sofa dan langsung merosot lagi. Dia ingin berinteraksi dengan dunia luar, tapi tidak sama abang ojol juga perginya. Sama aja boong dong.
"Heh, dimintain tolong malah duduk lagi. Kebiasaan nih ya kamu!"
"Males bun kalo sendiri ah. Maunya dianterinnnn!"
Bunda Joanna berdecak kecil.
"Tinggal pilih mau dianter sama yang rumah depan atau tetangga samping. Pasti mereka berdua mau kok."
Omongan bunda Joanna semakin membuat badan Joanna terkulai lemas di atas sofa. Dia menutup wajahnya dengan bantal sofa dan mengerang keras. Padahal baru saja dia ingin hidup tenang, tapi ada aja halangannya.
Akhir-akhir ini bundanya selalu mengejek mengenai permasalahan itu. Tentang Joanna yang berdiri di antara dua orang, yang kadar sayangnya sama, tapi saling bersaing dalam diam. Tentang Joanna yang bimbang mau kepada siapa dia berpihak.
Meskipun ogah-ogahan dan dengan langkah yang lemas, Joanna pergi ke kamar dan bersiap-siap untuk pergi. Dia hanya memakai kaos polos dengan celana jeans panjangnya. Masker juga sudah dia masukkan ke dalam tas totebagnya. Dia harus membawa totebag, karena supermarket akhir-akhir ini tidak mau memberikan plastik. Yakali dia harus pulang ke rumah sambil membawa kardus isi belanjaan bundanya.
Nanti dikira korban banjir abis antri sembako.
Joanna keluar kamar dan langsung menghampiri bundanya yang sedang menonton tv di ruang tamu, menggantikan posisinya yang tadi. Dia menengadahkan tangannya ke hadapan bundanya sambil menampilkan cengiran lebar.
"Mana uangnya, bundaa."
"Minta uang aja cepet urusannya."
Bunda Joanna memberikan beberapa lembar uang kepadanya dan dengan cepat langsung dia masukan ke dalam dompet. Joanna mencium pipi bundanya dengan keras sampai bundanya berteriak dengan kesal, hampir mengetuk kepala Joanna pakai remote tapi sang pelaku sudah keburu lari keluar rumah sambil tertawa. Joanna memakai sendalnya sambil bersenandung kecil, berjalan keluar pagar dan memicingkan mata saat sinar matahari langsung menerpa wajahnya.
"Coba aja ada Ojan..." gumam Joanna sambil memajukan bibirnya, tiba-tiba teringat dengan teman lambenya itu.
Di sisi lain, Dirga yang baru saja keluar pagar rumah untuk membuang sampah langsung melihat Joanna yang berdiri terpatung sambil menunduk, menatap layar handphone sambil mendumal seperti biasa. Dia berlari kecil menghampiri Joanna setelah membuang sampah, yang sepertinya Joanna langsung mendengar suara langkah kaki dan keduanya pun bertatap-tatapan sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
inbetween | doyoung x joy
Teen FictionDi antara kita, ada banyak perasaan yang harus dipikirkan. Di antara kita, masih banyak tujuan yang perlu dicapai sebelum aku dan kamu menjadi kita.