Malam itu seketika semuanya menjadi hening. Kondisi di mana Joanna yang hanya bisa termenung setelah mendengar pernyataan Ares, yang memang kenyataannya sudah dia ketahui sejak awal. Joanna sudah mengetahui perasaan Ares yang sebenarnya, tapi dia berusaha untuk berperilaku senormal mungkin karena memang dia tidak bisa menerima perasaan itu sama sekali.
Walaupun demikian, dia tidak menyangka bahwa Ares akan menyatakan perasaannya sekarang, di saat teman-teman mereka berkumpul di tempat yang sama. Di saat seharusnya mereka bersenang-senang, bukannya malah kembali mengorek luka yang seharusnya sudah lama mengering.
Joanna mengalihkan pandangannya, menatap ke arah pantulan cahaya bulan di permukaan kolam renang yang seakan-akan menjadi satu-satunya distraksi untuknya malam itu. Dia berusaha untuk tidak mengeluarkan suara apapun dan juga berusaha agar tidak ada setetes pun air mata yang keluar dari ujung mata miliknya.
Ares yang sudah menyangka respon Joanna akan seperti ini pun langsung tersenyum kecut. Dia sudah berekspektasi hal ini akan terjadi dan setidaknya sekarang dia tidak terlalu sakit hati karenanya.
Benar kata Yessy. Dia tidak bisa memaksakan keadaan yang memang sudah tidak berpihak ke dirinya sedari awal.
Seketika Ares tertawa kecil. Mengelus rambut panjang Joanna dari samping sambil memperhatikan beberapa helai tersibak desir angin dingin yang menghantam kedua wajah mereka. Ternyata kepindahannya dulu bukan hanya menghapus eksistensi dirinya di rumah yang lama, tetapi juga menghapus secara perlahan eksistensinya di hati seseorang yang selama ini dia sebut sebagai 'rumah'.
"Gue ditolak ya?" Pertanyaan itu terlontar dari mulut Ares yang sedari tadi hanya bisa tersenyum tipis.
Ares menyandarkan badannya ke belakang, dengan kedua tangannya sebagai penopang. Kakinya dia tenggelamkan ke dalam air, memberikan sensasi yang seharusnya sedingin es tapi justru Ares tidak bisa merasakan apa-apa sekarang. Semuanya sudah mati rasa.
Seakan-akan bukan harapannya saja yang runtuh, tapi hidupnya juga.
"Gue udah sama Dirga, Res..."
"Gue tau."
Ares menatap langit yang sudah gelap sepenuhnya dengan beberapa titik putih yang menghiasi. Suatu penampakan yang sangat langka karena hal ini sangat jarang dia dapatkan di ibukota. Kemerlip bintang yang seharusnya dia anggap indah, malah sekarang tidak ingin ia temui untuk beberapa saat.
Sudah jelas, karena kini seluruh semesta menjadi saksi bagaimana posisinya sudah secara penuh tergantikan oleh orang yang baru.
Dia kira terkena substitute saat bermain basket sudah cukup menyakitkan, tapi ternyata saat posisi yang sudah kita duduki lama tergantikan oleh orang yang baru datang, lebih menyakitkan ya.
"Maaf..." Ares menoleh ke arah Joanna, di mana Joanna yang sudah menatapnya dengan mata yang berkaca-kaca. Beberapa bulir air mata mulai turun dari ujung mata Joanna, membuat Ares cepat-cepat menghapusnya sambil lagi-lagi tersenyum tipis. Senyum yang justru membuat Joanna semakin takut.
"Seharusnya gue yang minta maaf." Ares mengelus rambut Joanna yang berantakan.
"Maaf ya, gue telat. Gue telat buat ngejar lo dan gue gak bisa lari secepat itu lagi kayak dulu."
"Gue gak bisa lari buat ngejar lo karena gue takut jatuh. Dan kalau gue jatuh, gue tau lo gak bakal bisa sembuhin luka gue lagi."
Joanna menunduk. Dia mengenggam tangan Ares yang sedari tadi masih mengelus kepalanya dan malah menangis semakin keras. Penjelasannya barusan benar-benar sesuai dengan kenyataan mereka sekarang.
"Lo itu manusia yang paling kuat yang pernah gue temuin..."
"Lo udah ngelakuin segala hal sendiri dari dulu. Lo kuat banget, Res.."
KAMU SEDANG MEMBACA
inbetween | doyoung x joy
Teen FictionDi antara kita, ada banyak perasaan yang harus dipikirkan. Di antara kita, masih banyak tujuan yang perlu dicapai sebelum aku dan kamu menjadi kita.