1.00

1.9K 263 55
                                    

Memikirkan hal yang tidak diperlukan adalah salah satu keahlian Joanna, sepertinya. Setengah jam lagi, alarm milik Dirga seharusnya berbunyi dan biasanya, Joanna sudah angkat kaki dari apartemen laki-laki ini. Bukan angkat kaki sih, tapi menyeret dirinya sendiri karena dia tidak suka merepotkan orang lain.

Tapi hari ini, sepertinya berbeda. Rasanya Joanna tidak ingin kembali ke kostnya, karena entah kapan tepatnya, hanya feelingnya saja sih, Chandra akan datang ke kostannya untuk menjelaskan masalah mereka berdua kemarin.

Bahkan mengingat namanya saja membuatnya malas. Dengusan keras hanya bisa dia keluarkan. Tidak mungkin dia teriak di kamar Dirga, dengan sang empunya tempat masih tertidur pulas di sebelahnya.

Memeluk badannya erat seperti guling.

"Dirrrr.." Joanna merengek dengan tidak nyaman.

Dengan dia yang semakin sulit bernapas, Dirga malah mengeratkan pelukannya. Kepalanya dia benamkan ke dada Joanna, posisi yang krusial memang, tapi itu adalah tempat ternyaman kesukaan Dirga, sedari dulu.

"Bangun.. Nanti telat kerjanya."

"Ga bakal." Gumam Dirga sembari mengeratkan kedua tangannya di pinggang Joanna, memeluk gadis itu semakin erat.

Joanna hanya bisa merengut dan mau tidak mau membalas pelukan Dirga. Dia membenamkan kepalanya di rambut sahabatnya itu, sesekali menggesekan hidungnya kesana, membuat Dirga tertawa kecil dan membuka mata.

Kini posisi wajah mereka sudah setara, dengan kepala yang sudah bersandar ke bantal masing-masing. Dirga menatap Joanna dengan tatapan teduhnya, yang dibalas dengan tatapan sayu Joanna. Mereka berdua masih terdiam selama beberapa saat dengan pikiran masing-masing.

"Kelas hari ini?"

Joanna menggelengkan kepala, mendekatkan badannya ke arah Dirga dan refleks, badannya direngkuh dengan lembut oleh sang tuan.

"Cuma dampingin junior praktikum."

Jemari Dirga mulai mengelus rambut panjang Joanna, bergumam 'hmm' untuk membalas jawabannya.

"Nanti gue jemput. Chat aja kalo udah pulang."'

"Dih! Kerja yang bener jangan bolos mulu!"

Dirga tertawa, mencubit salah satu pipi Joanna dengan gemas dan dibalas dengan rengekkan.

"Daripada lo, nangisin cowok brengsek mulu."

"Namanya juga diselingkuhin. Wajarlah nangis!"

Masih tertawa kecil, Dirga terduduk dari posisinya. Dia mengelus pipi Joanna yang tadi dengan sengaja dia cubit dan beranjak dari kasur.

"Hari ini gue anter ke kampus sekalian. Nanti abang ojol kaget liat mata lo yang kayak abis kena bogem orang gitu."

. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

Chandra lagi-lagi menelfon.

Awalnya dia bisa mengelak dan mengatakan kalau yang menelfonnya adalah nomor spam. Dirga hanya mengiyakan saja dan melanjutkan sarapannya.

Tapi setelah itu, handphone Joanna tidak berhenti bergetar. Menghasilkan kerutan bingung di dahi Dirga. Dia sangat anti dengan bermain handphone di meja makan dan Joanna sangat paham, sudah hafal di luar kepala malahan. Sorotan mata Dirga yang awalnya merasa terganggu lama kelamaan berubah menjadi gelap saat dia sepertinya tau siapa yang menganggu makan paginya.

"Angkat."

Joanna langsung tersontak dengan kaget. Dia menggelengkan kepalanya dengan cepat.

"Angkat, Joanna." Dirga menyuap makanan terakhirnya dan menatap Joanna dengan tatapan memaksa. "Loud Speaker."

inbetween | doyoung x joyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang