5.00

1.3K 185 15
                                    

Galen Ray Surendra.

Galen. 

Nama pria itu masih terus terngiang-ngiang di kepala Dirga. Ya walaupun dia belum melihat wajahnya secara langsung; yang di mana dia berharap tidak akan pernah bertemu dalam waktu dekat, pikirannya terus saja terusik. Di saat di mana keadaan Joanna yang sedang tidak terlalu baik, muncul lagi satu hama yang menurut Dirga pantas untuk dibasmi dengan segera.

Kepergian laki-laki tersebut sungguh membuat mereka berempat kaget, terutama Dirga yang memang pada awalnya menganggap kalau hubungan Joanna dengan Galen damai-damai saja. Joanna di satu sisi juga kaget, tapi berusaha untuk menerimanya dan kembali menyalahkan diri sendiri karena tidak menjadi pasangan yang baik.

It's a total bullshit.

Seseorang tidak akan pergi selama tiga tahun lamanya tanpa memberikan kabar apapun kalau memang sedari awal dia tidak merencanakannya. Dirga paham, semua orang mempunyai rahasia dan masalah hidup masing-masing yang mungkin tidak bisa diselesaikan bersama. Tapi tidak wajar baginya kalau tiba-tiba Galen hilang kabarnya, seakan-akan dia mau meninggalkan sesuatu yang ada di sini.

Dengan berbekal rasa penasaran sekaligus kesal, Dirga menyetir mobilnya keluar dari parkiran kantor dan mendatangi kampus ketiga temannya. Dia tadi siang berjanji untuk mengajak Joanna berkeliling mall, entah untuk apa, tapi yang penting mood gadis itu tidak jelek lagi. 

Jalanan ibukota pada sore hari terkesan padat dan membuat Dirga memiliki waktu untuk berpikir dengan lebih leluasa. Mungkin nanti dia akan memberi tau Joanna tentang ini. Atau mungkin tidak sama sekali, karena kemungkinan Joanna dan Galen bertemu sangatlah kecil.

Dia tidak pernah egois mengenai perasaan, tapi untuk kali ini, dia mau egois.

Dia ingin sekali saja melihat Joanna dan hubungan percintaannya berakhir dengan baik, walaupun bukan dengan Dirga. Dia sadar dia tidak bisa menjadi yang terbaik. Mau seberusaha apapun dia mencoba, Dirga hanya bisa melindungi dan memperhatikan Joanna dari jauh, tidak lebih.

"Aneh banget lo bang. Sayang sama orang kok gamau dimilikin?"

Fauzan pernah sekali menegurnya dan jujur, teguran Fauzan membuat Dirga sedikit kaget. Tidak biasanya pilihannya dalam hidup dipertanyakan seperti ini. Biasanya Fauzi dan Fauzan selalu menghargai keputusan yang Dirga ambil, menampik umurnya yang memang lebih tua dari mereka berdua. Walaupun umur tidak bisa menjadi tolak ukur kedewasaan seseorang, cuma ya si kembar merasa Dirga sudah cukup bijaksana dalam mengambil setiap keputusan.

"You love her, bang. Kenapa ga bilang?"

Dirga tersenyum mengingat-ingat omongan Fauzi, yang bereaksi lebih kalem dan tenang jika dibandingkan dengan Fauzan.

Gue takut.

Setelah lulus dan mendapat gelar sarjananya, Dirga sama sekali tidak pernah berhubungan spesial dengan satu orang perempuan pun. Sudah bertahun-tahun dia terbiasa dengan status lajangnya, ditambah pusing sedikit sih karena orangtuanya selalu menanyakan kapan mau membawa pasangannya ke rumah. Bahkan dari masuk sekolah menengah atas, Dirga sama sekali belum pernah mengenalkan mantan-mantan pacarnya ke orangtuanya, karena setiap hubungan yang dia jalin tidak pernah bertahan dengan lama. Alasannya?

Dia mudah jenuh.

Terkekang dengan seorang perempuan untuk beberapa waktu kadang membuat jiwa bebasnya menyesal. Dia tidak bisa memberi kabar setiap detik ke pasangannya, tidak bisa menelpon pacarnya setiap dia pulang ke rumah sehabis kelas. Untuk apa? Dia ingin hidup dengan sewajarnya, tanpa kekangan yang sangat erat dari seseorang.

Lama kelamaan hal itu yang membuatnya menjadi sangat cuek dan membuang perasaannya begitu saja. Dirga tidak pernah menjadi pihak yang memutuskan sebuah hubungan, selalu pasangannya.

inbetween | doyoung x joyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang