Kepulangan mereka dari Puncak memberikan banyak kenangan yang bahkan Dirga sendiri tidak bisa jelaskan apakah itu kenangan indah atau malah absurd. Saat kedua mobil yang mereka bawa sampai di depan rumah Dirga dan semua penumpang sudah turun, Dirga langsung merenggangkan lehernya ke kiri dan ke kanan.
Rasanya lehernya seakan mau patah karena perjalanan pulang ternyata lebih lama dari yang dia perkirakan.
Mungkin kalau omelannya terhadap keadaan lalu lintas di tol tadi bisa dikumpulkan oleh Joanna dalam sebuah file Microsoft Word, bisa tersusun 3 halaman sendiri.
Efek sudah berbulan-bulan tidak merasakan macetnya tol ke arah Pluit, badannya jadi payah gini.
"Bang Dirga,"
Dirga yang baru saja membuka pintu belakang mobil dan berniat menurunkan semua barang-barang langsung terhenti. Dia menoleh ke sebelah samping, mendapati Ares beserta teman-temannya yang masing-masing dari mereka masih memasang muka bantal.
"Oi?"
Untuk sepersekian detik, terjadi keheningan di antara mereka. Dirga sendiri masih terdiam dan menunggu Ares untuk kembali membuka mulutnya dan berbicara.
"Makasih banyak buat beberapa hari ini. Gue sama yang lain ijin pulang dulu ya bang."
Kali ini Dirga yang memilih diam untuk sementara. Suatu keajaiban saat mendengar Ares mengucapkan terima kasih kepadanya tanpa ada paksaan sama sekali, terlebih lagi setelah kejadian di Puncak beberapa hari yang lalu.
"Iya, sama-sama. Lo pada udah bilang ke yang lain kalo mau balik kan?"
Mereka semua mengangguk, begitu juga dengan Ares yang sekarang malah memberinya senyuman tipis.
Lah kenapa nih bocah.
"Balik dulu ya bang."
Setelahnya, mereka semua berbalik dan berjalan ke arah rumah Ares yang memang berada tidak jauh dari sana. Dirga terus menatap kepergian Ares dan teman-temannya tanpa sadar kalau Fauzi dan Fauzan sudah berdiri di sampingnya, ikut menatap kepergian mereka.
"Bisa bilang makasih juga ya itu orang." Ceplos Fauzan yang membuat Dirga tersadar atas lamunannya. Dia menggelengkan kepala dan melanjutkan kegiatannya yang tadi sempat tertunda, dibantu dengan Fauzi Fauzan.
Setelahnya, Fauzi dan Fauzan beserta kedua teman Joanna juga ijin untuk pulang. Dirga yang sudah terduduk lemas di sofa pun hanya menganggukan kepala dan memberikan mereka jempol. Fauzi seperti biasanya menawarkan diri untuk mengantar Yessy dan Rena pulang, karena memang mereka berlima termasuk Joanna sudah kenal sedari lama.
Pintu utama rumahnya yang ditutup membuat keheningan kembali menyeruak. Dirga menyandarkan kepalanya di sofa, menatap langit-langit ruang tamu sambil sesekali menutup matanya untuk beristirahat sebentar.
"Yang,"
Dirga membuka matanya dan menatap Joanna yang baru saja keluar dari area belakang rumah, menaruh semua baju kotor milik Dirga ke mesin cuci lebih tepatnya.
"Hmm?"
Joanna berjalan mendekati Dirga dan terduduk di sampingnya. Dia duduk dengan miring, karena bermaksud untuk menatap Dirga yang masih terduduk diam di tempat.
"Mandi dulu gih terus tidur. Nanti malem kalo laper, ke rumahku aja makan bareng ayah sama bunda."
"Numpang tidur di rumah kamu aja boleh?"
"Mau tidur di mana.. Kamarku?"
Dirga menggelengkan kepalanya. "Di sofa ruang tamu aja. Gaenak tidur di kamar kamu pas ada orangtua kamu di rumah."
KAMU SEDANG MEMBACA
inbetween | doyoung x joy
Teen FictionDi antara kita, ada banyak perasaan yang harus dipikirkan. Di antara kita, masih banyak tujuan yang perlu dicapai sebelum aku dan kamu menjadi kita.