1. Tanggal Baik

9.5K 700 12
                                    

Enam bulan kemudian ...

Pagi ini saat bangun dari tidurnya, Flo tidak melihat suaminya di sampingnya. Bahkan bantal dan selimut pun masih sangat rapi, seperti belum disentuh sama sekali.

"Apa Ron tidur di ruang kerjanya lagi?" batin Flo sembari turun dari ranjang. Dia mengenakan kimono, lalu keluar dari kamar sembari mengikat rambut.

Flo mengedarkan pandangan ke sekitar rumah, para asisten rumah tangga sudah mulai bekerja sesuai job masing-masing. Mereka semua menyapa Flo yang sedang turun untuk melihat Ronald di ruang kerjanya.

"Tuan ada di dalam?" tanya Flo pada seorang asisten rumah tangga yang baru saja keluar dari ruangan itu.

"Iya Nyonya, saya lihat Tuan masih tidur," beritahu Lina.

"Ya sudah, kamu bersihkan ruangan lain lebih dulu, biar aku bangunkan Ronald."

"Baik, Nyonya."

Flo masuk ke dalam. Ronald terlihat tidur membungkuk di atas meja kerja. Layar laptop masih menyala. Kertas bertebaran di atas meja dan lantai. Ronald pasti begadang tadi malam dan sekarang tidurnya pulas sekali. Begitu lembut, Flo mengusap punggung suaminya itu untuk dibangunkan.

"Ron, ayo pindah ke kamar," bisik Flo.

Ronald belum bereaksi, masih pulas. Terdengar dengkuran halus dari mulutnya yang sedikit terbuka. Flo tersenyum melihat itu. "Ron, bangun. Kamu harus pindah ke kamar, nanti tubuhmu sakit kalau tidur seperti ini."

"Susah banget sih bangunin kamu." Flo memencet hidung Ronald dengan senyum geli di bibirnya.

Awalnya Ronald masih biasa saja, tapi lama kelamaan dia tidak bisa bernafas dan sontak terbangun gelagapan. Tawa renyah Flo membuat wajahnya bengong, karena otaknya yang masih loading.

"Kamu udah bangun sekarang?" ledek Flo.

"Kamu ngebuat aku hampir mati, Flo." Ronald akhirnya tersadar apa yang istrinya itu lakukan. Tawa Flo yang jahil membuatnya gemas sekali. "Kamu nakal ya, sini aku balas." Dia bersiap menarik Flo.

Flo tertawa dan menghindar. Ronald mengejarnya. Mereka berlarian mengelilingi meja. Sampai akhirnya, Flo sengaja memelankan langkah agar Ronald bisa menangkapnya.

"Aku mendapatkanmu, Nyonya Aston. Sekarang kamu nggak bisa melawan lagi," ujar Ronald sambil memeluk Flo dari belakang.

Tawa Flo masih menghiasi wajah cantiknya. Dia mulai merasakan geli saat bibir Ronald menyerang lehernya. Bermesraan seperti ini di pagi hari, rasanya membuat otak jauh lebih segar.

"Astaga, aku harus segera ke kantor. Ada meeting darurat dengan investor hari ini!" Ronald melepaskan kesenangan Flo.

Flo mendesah. Dia berbalik dan merangkul leher Ronald. "Apa harus sepagi ini?" rengeknya. Dia pikir pagi ini akan ada aktivitas panas yang bisa menggantikan kosongnya tadi malam. "Aku lagi masa subur, kita bisa punya anak kalau bercinta."

Ronald memencet hidung Flo. "Kenapa harus terburu-buru punya anak? Kita masih bisa menikmati masa-masa pacaran tanpa kehadiran seorang anak. Aku masih ingin berduaan aja sama kamu." Berbeda dengan sang istri, Ronald memang tidak terlalu antusias dengan rencana memiliki anak.

"Kita udah enam bulan menikah, tapi aku belum juga hamil. Ayah sama Ibu selalu nanyain kapan kita kasih kabar baik. Emang kamu nggak mau kasih mereka cucu?"

Ronald berdecak. "Coba kamu kasih pengertian ke mereka, kita ini baru menikah. Sebelum menikah, aku udah cukup tersiksa karena harus pacaran diam-diam sama kamu. Jangankan ketemu, teleponan aja dibatasi sama orang tua kamu."

Flo tertawa. "Kamu kayak anak kecil aja deh. Kita ini udah bukan remaja lagi, Ron. Memang udah waktunya punya anak."

Ronald mengesah. "Ya sudah, nanti kita omongin lagi. Aku harus bersiap, udah siang." Dia mencium kening Flo dan meninggalkannya.

Flo berbalik, menatap punggung Ronald yang kian menjauh. Padahal hari ini adalah waktu yang sangat dia tunggu, karena peluang untuk punya anak sangat besar bila mereka meluangkan waktu untuk melakukan hubungan seks.

***


Flo membetulkan dasi Ronald, sebelum suaminya itu masuk ke dalam mobil. Dia selalu mengantar kepergian Ronald ke kantor layaknya seorang istri yang penuh perhatian. Membawakannya tas dan juga tak lupa mengecek penampilan sang suami agar sempurna.

"Aku pergi kerja dulu ya sayang, kamu baik-baik di rumah." Ronald mencium kening Flo.

"Kamu pulang cepet, kan, hari ini?" tanya Flo dengan kerlingan yang khas.

"Aku usahakan ya, kamu tunggu aja."

Flo terlihat sedikit kecewa, tapi tidak menunjukkannya terlalu lama. "Iya, aku tunggu."

Tiba-tiba terdengar suara gaduh dari pekarangan rumah di sebelah. Sepertinya, orang-orang yang sedang membawa masuk barang-barang ke dalam rumah itu, menjatuhkan sesuatu sehingga terdengar suara pecahan.

"Kita punya tetangga baru," beritahu Ronald.

Flo menoleh ke samping. Kebetulan, mereka tinggal di kompleks perumahan yang mana setiap rumah di sana berjarak cukup dekat. Pagar pembatas yang tidak terlalu tinggi bisa membuat para penghuninya saling memandang.

Seorang pria terlihat turun dari mobil mewah di belakang mobil box, tampak mengatur orang-orang yang memindahkan barang-barangnya. Dia lantas menoleh ke arah Ronald dan Flo, merasa sedang diperhatikan dia pun tersenyum.

Ronald juga tersenyum membalasnya. Sementara Flo malah berpaling. "Kamu hati-hati ya di jalan dan kerja yang bener," ucapnya sambil merapikan kembali dasi Ronald.

"Iya sayang." Ronald pun bergegas masuk ke dalam mobil.

Flo melambaikan tangan pada Ronald yang mulai meninggalkan pekarangan rumah. Sebelum masuk ke rumah, dia tak sengaja menoleh lagi ke penghuni rumah sebelah yang ternyata sedang menatapnya.

"Hai, madam!" sapa pria itu dengan ramah.

Flo sama sekali tidak tersenyum, apalagi membalas sapaan itu. Dia masuk ke rumahnya.

"Bik, nanti tolong buatkan sup jagung dan dikasih jahe sedikit, ya? Anterin ke kamar kalau udah selesai." Flo berkata pada seorang asisten rumah tangganya yang bertugas di dapur.

"Baik Nyonya," sahut ART itu dengan patuh.

Flo pun naik ke kamarnya. Dia sudah mandi, tapi tidak berdandan. Bila perempuan di luar sana jauh lebih mementingkan penampilan, maka Flo tipe wanita yang menganggap otak jauh lebih berharga dibanding wajah. Dia percaya, wanita cantik tanpa otak akan terlihat sangat bodoh. Maka dari itu, pagi hari selalu dia isi dengan membaca buku-buku di rak.

Tok. Tok. Tok.

"Masuk," suruhnya sambil memilih buku mana yang harus dibaca.

"Nyonya, kamarnya mau dibersihkan?" tanya Lina.

Flo mengedarkan pandangan ke kamar itu, tidak ada yang terlihat berantakan. Ronald tidak tidur di sana tadi malam, itu sebabnya kondisi kamar terlihat aman. Biasanya kalau Ronald tidur di kamar itu, maka bantal dan selimut akan berjatuhan di lantai. Parahnya, segala bentuk cairan seringkali tumpah dan menyebabkan kotor di mana-mana.

"Kayaknya hari ini nggak usah, Lin."

"Baik Nyonya, saya permisi kalau begitu."

Flo tersenyum. Dia kembali memilih buku dan menemukan satu novel yang masih disegel, karya dari seorang penulis best seller kesukaannya. "Ah, ternyata aku melewatkan kamu." Dengan penuh semangat Flo membawa buku itu dan duduk di sofabed.

***

Vote dan Komen ya!

Retak (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang