17. Pulang Kampung

8K 687 9
                                    

Flo sedang packing, besok dia akan pulang ke rumah orang tuanya. Sudah waktunya memberitahu mereka segala yang terjadi, karena dia akan memulai hidup yang baru bersama Dave.

"Kenapa aku nggak boleh ikut?" cecar Dave terus menerus.

"Belum waktunya, Dave. Orang tua aku pasti bakalan kaget banget kalau kamu nemuin mereka gitu aja. Tentang aku sama Ronald aja mereka belum tentu bisa ngerti, jadi aku nggak mau memperkeruh keadaan." Flo mengusap wajah Dave dengan lembut. "Nanti kalau mereka udah ngerti kenapa kami berpisah, pelan-pelan aku bakal kenalin kamu ke mereka."

Dave menghela nafas. "Ya udah, kalau begitu aku bakalan tunggu. Tapi inget, jangan lama-lama bikin aku kangen." Disentilnya hidung Flo.

Flo terkekeh. Dikalungkannya tangan ke leher Dave. "Sampai sekarang aku masih merasa penasaran, kenapa kamu bisa mencintai aku, Dave? Aku cuma wanita biasa, sementara di luar sana pasti banyak wanita yang lebih sempurna dan mengincarmu. Iya, kan?" Dimiringkannya kepala dan mengulas senyum yang teramat manis.

"Aku nggak tau apa alasannya, Flo. Tapi yang pasti saat pertama kali melihatmu saat itu, hatiku berdebar." Dia membisikkan sesuatu, "terutama saat kamu melakukan itu, aku merasa harus merebutmu darinya."

Wajah Flo sontak merah. "Kamu kok bahas itu lagi, sih?" Sambil menjauh dan kembali memasukkan pakaian ke dalam koper.

Dave tertawa.

Selama Flo sibuk mempersiapkan segala yang akan dibawanya, Dave menatap wanita itu tanpa sedetik pun berpaling. Ada perasaan yang sulit diungkapkan untuk mendeskripsikan betapa dia sangat bahagia bisa memiliki seorang Flora Aldinaya.

"Kamu kenapa ngeliatin aku kayak gitu, sih?" tanya Flo grogi. Dave pasti tahu dia sudah berusaha semaksimal mungkin menyembunyikan rona merah di wajahnya itu.

"Aku mau lihat kamu sebanyak yang aku bisa malam ini. Sebelum kamu pergi."

"Aku bukan pergi selamanya, Dave." Flo terkekeh.

Dave menarik pinggang Flo, "Satu jam tanpa melihatmu, rasanya aku menghabiskan waktu kosong yang terlalu panjang. Apalagi berhari-hari," jujurnya.

"Kamu lebay," Flo melepaskan diri. "Aku penasaran udah berapa banyak wanita yang kamu perdaya dengan rayuan gombalmu itu, Mr. Dave?"

"Apa kamu akan percaya kalau aku bilang, aku belum pernah berpacaran?"

"Aku nggak percaya," tanda Flo.

Dave mengesah. "Sudah kuduga. Jangankan kamu, semua orang pun nggak ada yang percaya kalau aku masih perjaka," keluhnya.

Kedua mata Flo membulat. Antara percaya dan tidak. Tapi anehnya, rasa percaya menempati posisi teratas melihat ekspresi Dave saat bicara. "Kamu serius?" selidiknya.

"Buat apa aku bohong?"

"Sekalipun hanya one night stand?"

Dave mengangguk.

"Aku nggak percaya." Flo kembali menggeleng.

"Harus dengan cara apa aku membuktikan? Atau kamu mau membuktikannya sendiri?" Dave kembali menarik pinggang Flo, tapi wanita itu selalu berhasil melepaskan diri.

"Jangan macam-macam. Kita sudah sepakat untuk nggak lakuin itu sebelum menikah." Wajah Flo merona kembali.

"Memangnya kamu bisa tahan?" ledek Dave. "Jangan bilang kamu akan memakai ..."

"Aku udah membuangnya!" potong Flo.

Dave terkekeh. "Baiklah, aku percaya. Nggak perlu ngegas seperti itu."

Retak (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang