7. Pertolongan Dave

10.2K 804 61
                                    

Flo berjalan gontai menyeret kopernya di tengah kepungan hujan deras. Dia seperti sudah mati rasa hingga dingin yang menyerang tak mampu membuat pertahanannya runtuh. Matanya pun terlihat kosong, kakinya terus berjalan tanpa tau ke mana tujuannya.

"Flo, kenapa kamu nggak bagi Ronald juga ke aku?"

"Bagi Ronald?"

"Iya. Kamu selalu berbagi semuanya ke aku. Apapun. Tapi kenapa Ronald, nggak? Aku yakin kita bisa berbagi dengan adil. Kita bisa hidup bertiga dengan bahagia, karena kita sahabat."

Flo masih ingat dengan jelas saat itu dia tertawa menanggapi ucapan Maggie. Mereka sedang mabuk, untuk berjalan lurus saja susah, apalagi bicara yang benar.

Air mata Flo menetes kembali. Kalau saja Ronald berselingkuh dengan wanita lain, mungkin tidak akan sesakit ini. Maggie dan Ronald bersekongkol mengkhianatinya dengan permainan yang sangat pintar, sampai-sampai sedikit pun dia tidak curiga pada keduanya.

Pantas saja ...

Saat Maggie pernah beberapa kali menginap di rumahnya, dia memergoki Ronald baru masuk ke kamar tengah malam. Saat ditanya dari mana, alasan suaminya itu mengambil minum di dapur. Padahal di dalam kamar selalu tersedia air mineral.

Satu persatu semua yang tadinya tidak terasa janggal pun mulai terasa masuk akal kalau keduanya memang berselingkuh. Ronald dan Maggie terlalu akrab, bahkan bahasa tubuh mereka cenderung saling melempar flirting.

"Flo, aku baru akan menikah kalau punya suami kayak Ronald. Dia terlalu sempurna, aku iri sama kamu."

"Oh my God." Flo sesenggukan.

TIN!

TIN!

TIN!

Jantung Flo rasanya mau berhenti berdetak mendengar suara klakson yang sangat keras. Beberapa kendaraan melintas cepat di sekitarnya, terasa akan menabraknya. Lalu tiba-tiba seseorang menarik tubuhnya menjauh. Kepala Flo terasa sakit, belum sempat dia melihat siapa yang menyelamatkan hidupnya, pandangannya menjadi buram.

Flo pingsan.

***

Mata Flo pelan-pelan mulai terbuka. Hal pertama yang dilihatnya adalah uap diffuser di atas nakas, aromanya sangatlah menenangkan. Saat mencoba bangun, barulah dia sadari kalau sekujur tubuhnya terasa ngilu. Kepala pun seperti dihantam batu.

"Ahh." Flo merintih memegangi kepala.

"Kamu sudah bangun?" tanya seorang pria.

Flo refleks membelalakkan mata dan menoleh ke sumber suara. Dia terkejut melihat Dave ada di kamarnya. Bahkan pria itu tidak mengenakan atasan, menonjolkan perut kotak-kotak yang terawat.

"Tunggu," cegah Flo dengan telapak tangan megacung pada Dave sebelum pria itu bicara lagi.

Flo lebih dulu mengedarkan pandangan ke sekeliling kamar. Konsep gelap dan hangat yang tergambar dari wallpaper dinding di sana menunjukkan kalau dia tidak berada di kamarnya. Ini kamar Dave?

"Oh my God!" Flo begitu histeris. Dia berniat turun dari ranjang tapi rasa sakit di kepalanya membuatnya nyaris saja jatuh menghantam lantai, untung tangan kokoh Dave memeganginya.

"Hei, tenanglah," ucap Dave. Dia membimbing Flo kembali ke ranjang. "Beristirahatlah dulu di sini," suruhnya.

"Bagaimana aku bisa ada di sini, Dave?" Flo ingin marah, tapi tidak mampu. Dia terlampau lemah sekarang.

Retak (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang