12. Menghindari Ronald

9.9K 786 27
                                    

"Pak Dave, Ibu Flo sudah datang."

Dave tersenyum. "Kamu tolong antar ke ruangan saya," suruhnya pada staff yang menelepon.

"Baik, Pak."

Dave menutup telepon. Dia terlihat tidak sabar menunggu kedatangan Flo. Pena yang ada di sela jarinya berputar sama gelisahnya, bagai sedang menanti sebuah jawaban atas pertanyaan paling penting dalam hidupnya. Satu langkah lagi, Dave semakin yakin Flo akan menjadi miliknya.

Cklek.

Pintu akhirnya terbuka. Flo masuk ke dalam dengan langkah yang sangat anggun. Wanita itu terlihat luar biasa saat memakai fit dress berwarna merah dipadu heels dan rambut dibiarkan tergerai.

"Wow, you look so ..." Dave sampai tidak bisa berkata-kata. Matanya tidak mampu berpaling.

"What?"

Dave mendesah dan menjawab, "Perfect." Satu kata itu sudah cukup mewakili segalanya.

Flo tersenyum dan duduk di hadapan Dave. "Apakah sekarang aku pantas menjadi sekretarismu, Pak Dave?" tanyanya sedikit menggoda.

"Kamu mau dengar pendapatku?"

Flo mengangkat alisnya.

"Kamu lebih pantas menjadi Nyonya Mahendra." Dave menatap Flo begitu dalam.

Flo menggigit bibirnya. Jantungnya berdebar saat disandingkan dengan nama belakang Dave. "Ki-kita mau bicarain soal bisnis, kan?" tanyanya gugup.

Dave terkekeh. Dia pun mengangguk. "Ini kontrak kerja kamu dan silakan dibaca dengan cermat. Hati-hati kalau aja di dalamnya ada pasal pernikahan kita."

Wajah Flo terlihat benar-benar lucu saat kaget. Dave tak bisa menahan tawanya. "HRD mana mungkin membuat kontrak konyol seperti itu, Flo," meralatnya sambil terkekeh.

Flo mendengkus. "Tapi Dave, kenapa kamu langsung yang meng-interview aku? Bukankah seorang CEO tidak perlu repot-repot seperti ini?" Jauh di dalam hati Flo sangat senang.

"Karena kamu bukan calon karyawan sembarangan, makanya harus CEO langsung yang menangani."

"Apa kamu selalu seperti ini pada calon sekretarismu, Pak Dave Mahendra?" Terselip cemburu dari nada bicara Flo.

"Well, Terkadang aku lupa mengingat nama sekretaris-ku. Apa itu cukup sebagai jawaban, Mrs. Flora Aldinaya?"

Flo tersipu. Dia menyembunyikan wajah lewat tundukan kepala saat membaca kertas-kertas berisi kontrak kerjanya. Matanya terbelalak melihat nominal gaji yang akan dia terima untuk satu tahun masa kontrak itu. "Dave, semua sekretaris di sini digaji sebanyak ini?" tanyanya menatap pria itu.

"Khusus untukmu saja."

Flo berdecak. "Dave, kamu bisa menyebabkan kekacauan di perusahaan ini nanti. Akan ada isu yang nggak enak tentang kita berdua, dan staff lainnya pasti merasa nggak adil."

"Kenapa kamu memikirkan apa yang mereka katakan? Itu nggak akan merubah apapun."

"Tetap saja, Dave. Kamu tau, kan, aku bekerja bukan untuk uang? Jadi, jangan perlakukan aku berbeda dari karyawan lainnya."

"Flo ..."

"Atau aku akan menolak ini," ancam Flo.

Dave menghela nafas kesal. Dia tidak bisa menolak. Diangkatnya gagang telepon dan menghubungi pihak HRD. "Desi, tolong kamu ubah isi kontrak untuk Flora Aldinaya, samakan dengan standardisasi yang ada di perusahaan kita."

Flo tersenyum.

***

Dave dan Flo makan malam di sebuah restoran, mengambil tempat private yang tidak mungkin bisa dilihat oleh orang lain. Selain makan, di sana juga disediakan fasilitas untuk karaoke.

Retak (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang