Flo menjemput orang tuanya yang hari ini datang ke Jakarta. Hari pernikahannya sudah dekat, itu sebabnya mereka ingin hadir dan menemani sang Putri. Karena Dave sedang ada meeting yang tidak bisa ditinggalkan, itu sebabnya dia hanya mengirimkan mobil beserta sopir.
"Kangen banget, Ma." Flo langsung memeluk Mamanya.
"Mama juga kangen sama kamu." Naya mengusap punggung Flo. "Maafin Mama ya, harusnya datang lebih awal da membantu segala persiapan pernikahan kamu. Bukannya malah datang seperti tamu gini."
Flo melepaskan pelukan. "Nggak apa-apa, Ma. Lagian semuanya diurus WO, aku juga cuma duduk manis terima beres," kekeh Flo.
"Mama bisa tenang kalau begitu." Naya mengelus dadanya.
"Papa." Flo lebih dulu memeluk Aldi dengan erat. "Kangen banget sama Papa. Gimana keadaan Papa sekarang? Udah sehat, kan?"
"Papa sangat sehat untuk menjadi wali nikah kamu, Flo. Lihat aja, udah gagah begini." Aldi menekan pinggang.
Flo tertawa. Memeluk Papanya sekali lagi. "Ayo, kita pulang. Papa sama Mama pasti capek, Flo udah siapin makan siang yang enak."
"Dave nggak ikut, Flo?" tanya Aldi sembari melangkah.
"Dave akan datang saat makan siang, Pa. Sekarang dia sedang meeting, nggak bisa ditinggal karena sangat penting."
"Nggak apa-apa. Utamakan saja pekerjaan, karena itu jauh lebih penting untuk masa depan kalian," sahut Naya pengertian.
Aldi mengangguk setuju.
"Iya Ma," Flo ikut mengangguk.
Sesampainya di rumah, Aldi dan Naya begitu terkesima melihat kediaman Flo yang sangat mewah. Mereka belum pernah datang ke sini selama pernikahan Flo dan Ronald dulu. Bahkan tidak hadir saat mereka mengadakan resepsi tambahan di Jakarta.
"Ya ampun Flo, ternyata kamu itu hidupnya bergelimang harta di sini. Mama pangling banget lihat rumah kamu," decak Naya penuh kekaguman.
Rumah ini sudah direnovasi oleh Dave, sehingga tidak tampak seperti dulu. Kata Dave, itu agar Flo tidak mengingat-ingat masa lalu, sehingga perubahannya nyaris seratus persen. Ditambah lagi.
"Ini rumah Dave, Ma. Flo cuma numpang."
"Loh bukannya yang itu rumah Dave?" tanya Naya kaget menunjuk bangunan satu lagi yang ada di sebelah.
"Itu juga. Ini juga. Semua punya Dave, dia yang beli."
"Wah Pa, kita punya menantu yang kaya raya. Rumahnya aja dua, semewah ini," ucap Naya begitu senang.
Aldi hanya mengangguk. Dia bukan tipe yang mudah memuji, apalagi sampai mengelu-elukan secara berlebihan. Hanya dalam hatinya benar-benar bangga pada putrinya, yang hidupnya tidak kekurangan.
"Mama sama Papa istirahat dulu aja. Kamarnya sudah Flo siapkan." Flo memberitahu kamar mana yang akan dipakai orang tuanya, serta membantu membawakan koper.
"Ya ampun Pa, ini luas kamarnya udah segede satu halaman rumah kita!" pekik Naya kegirangan.
"Mama jangan norak deh," sungut Aldi. Padahal dia pun kaget, kamar sebesar ini dengan perabotan yang lengkap pasti sangat nyaman.
Flo terkekeh geli. "Ya udah Papa sama Mama istirahat ya, Flo mau siapkan makan siang dulu." Ditutupnya pintu kamar itu.
Samar-samar Flo masih bisa mendengar suara jerit histeris sang Mama yang memuji interior kamar mandi di dalam sana. Dia tertawa geli, untung saja tidak ada siapapun yang melihat Mamanya berlebihan seperti itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Retak (Tamat)
RomanceFlora Aldinaya, seorang istri yang merasa hidupnya sudah sangat sempurna. Hanya satu yang dia minta pada Tuhan, hadirnya seorang anak sebagai pelengkap kebahagiaan. Di tengah usahanya menghadirkan buah hati dalam pernikahan mereka, dia harus meneri...