"Baru satu hari kamu di sana, aku rasa kamu udah lupain aku."
Flo tersenyum geli mendengar Dave mengeluh seperti itu. Rasanya mereka seperti remaja yang baru saja dimabukkan cinta. Sehingga satu menit saja tanpa berkabar, dunia seakan tidak ada warnanya.
"Maafin aku, Dave. Aku seharian ini diajak ke ladang sama Papa. Sekalian ketemu sama sodara dan tetangga, biar nggak dikira sombong."
"Aku harus mengalah kalau begitu. Tapi kamu nggak macem-macem, kan, di sana?"
"Kamu mulai posesif, Mr. Dave."
"Karena aku takut kehilanganmu." Dave terkekeh di seberang sana. "Aku sangat merindukanmu," jujurnya kemudian.
"Aku juga." Flo sampai beberapa kali stalker sosial media Dave hanya untuk melihat aktivitas pria itu. Sayangnya, Dave bukan tipe pria yang suka memposting apa saja kesehariannya. "Bagaimana pekerjaanmu hari ini?"
"Semuanya berjalan lancar. Aku baru saja memenangkan tender, kita harus merayakannya setelah bertemu nanti."
"Wow! I can't wait."
"Cepatlah pulang, bawa kabar baik untukku."
Flo mengesah. "Dave, aku nggak yakin bisa melakukannya secepat yang kita rencanakan."
"Kenapa?"
"Aku baru saja bercerai, rasanya akan sangat aneh bila harus bilang pada Papa dan Mama tentang kita. Mereka malah akan berpikir aku yang sebenernya berselingkuh dari Ronald."
"Aku mengerti."
"Kamu bisa menunggu dengan sabar, kan?"
"Selama kamu bisa meyakinkan, hubungan kita akan baik-baik aja. Aku akan menunggu."
"Tentu. Aku hanya mencintaimu, dan nggak sabar rasanya untuk bisa bersamamu selamanya."
"Jadi istriku."
"Ya, jadi istrimu." Flo tersenyum.
"Aku akan menjadi pria paling beruntung di dunia ini, karena menikahi wanita yang istimewa."
Wajah Flo bersemu. "Kamu masih punya banyak waktu untuk merubah keputusanmu, Dave. Aku hanya wanita biasa," ucapnya sedikit memercikkan tantangan.
"Jangan racuni pikiranku. Aku nggak akan pernah berubah pikiran."
"Kamu yakin nggak mau mencari wanita lajang, cantik dan ..."
"Kamu adalah semua yang aku butuhkan di dunia ini."
Senyum Flo kembali mengembang.
Sepanjang malam, Flo dan Dave berbicara di telepon. Apa saja bisa menjadi pembahasan mereka, tak jarang tawa pun tercipta. Flo baru menyadari kalau selera humor Dave cukup baik, tidak seperti Ronald yang sangat sulit bila diajak bicara santai.
***
Flo membantu Mamanya mempersiapkan sarapan pagi. Dia dibangunkan jam lima pagi, padahal baru saja tidak satu jam sebelum itu. Mengobrol dengan Dave menghabiskan waktu sepanjang malam, itu pun kalau bukan karena ketiduran mungkin mereka akan tetap bercerita hingga pagi.
"Flo, Mama nggak sengaja dengar kamu teleponan tadi malam. Sama siapa?" tanya Naya setengah berbisik.
Flo sudah duga. Seharusnya dia lebih memelankan suaranya tadi malam, di mana sekat di rumah ini tidak terlalu kedap suara. "Itu sama ... sama temen, Ma."
Naya seorang Ibu, dia tentu sangat tahu bila anaknya berbohong. "Sama temen kok ngobrolnya mesra. Kamu nggak perlu bohongi Mama," cecar Naya.
Flo lebih dulu menghentikan kegiatan tangannya dan menoleh pada sang Mama. "Ma, sebenernya ada yang mau Flo omongin sama kalian. Tapi ... Flo nggak yakin Papa bisa terima."
KAMU SEDANG MEMBACA
Retak (Tamat)
RomanceFlora Aldinaya, seorang istri yang merasa hidupnya sudah sangat sempurna. Hanya satu yang dia minta pada Tuhan, hadirnya seorang anak sebagai pelengkap kebahagiaan. Di tengah usahanya menghadirkan buah hati dalam pernikahan mereka, dia harus meneri...