20. Tamu tak Diundang

5.8K 580 13
                                    

Flo menangis di kamarnya. Sulit baginya menerima keputusan sang Papa, sebab hatinya sudah sepenuhnya milik Dave. Bila jujur, besar kemungkinan Papanya tidak akan merestui. Tepat di saat bersamaan, Dave meneleponnya.

"Halo," sapa Flo. Dia mengatur suaranya agar terdengar biasa.

"Flo, are you okay?"

"I'm okay," jawab Flo tersendat.

"No. Kamu berbohong. Ada apa? Ada masalah?"

Air mata Flo kian jatuh dan dia terisak. "Maafin aku, Dave."

"Maaf kenapa? Aku mohon jelaskan apa yang terjadi. Kenapa kamu menangis?" Nada suara Dave terdengar khawatir.

"Papa ... Papa menjodohkan aku dengan pria lain." Isak tangis Flo kian pecah.

Hening.

"Flo, tenanglah. Jangan menangis." Dave bersuara kembali. Tapi nada suaranya terdengar aneh.

"Gimana aku bisa tenang, Dave? Papa serius dengan rencananya."

"Tapi belum terjadi, kan? Kita masih punya kesempatan untuk merubah rencana Papa kamu."

"Kamu nggak kenal Papa, Dave."

"Pokoknya kamu tenang aja. Jangan terlalu dipikirkan dulu."

Flo menjadi kesal. Tadinya dia kira Dave akan marah, atau melakukan apapun itu untuk mengungkapkan kekecewaan. Tapi nyatanya pria itu terlalu santai.

"Udah dulu ya, Flo. Aku lagi sibuk. Kamu jangan menangis lagi."

"Ya udah." Flo tidak bisa memaksa meski rasanya masih ingin bicara pada Dave.

Dave langsung mematikan telepon tanpa mengucapkan sepatah kata manis pun. Flo menatap layar ponselnya yang sudah mati. "Apa mungkin Dave menyerah?" pikirnya.

Tok. Tok. Tok.

"Flo, Mama masuk ya." Setelah itu pintu kamar Flo dibuka oleh sang Mama. Wanita paruh baya itu masuk ke dalam dengan wajah yang turut sedih.

Flo mengambil bantal dan memeluknya. Dia masih menangis. "Kalau Mama ke sini disuruh sama Papa buat bujuk aku nerima perjodohan ini, aku nggak mau, Ma."

Naya menggeleng. "Mama ke sini bukan karena ada di pihak Papa kamu. Tapi sebagai Mama kamu." Dia duduk di sebelah Flo dan mengusap rambut putrinya itu.

"Kenapa Papa ambil keputusan ini tanpa lebih dulu bicara sama Flo, Ma? Ini hidup Flo, Papa nggak bisa mengaturnya sesuka hati." Emosi Flo sedang tinggi.

"Mama ngerti, Flo. Tapi coba kamu duduk di posisi Papa kamu. Dia pasti punya niat baik melakukan ini. Kamu seorang Janda, saat ada pria baik-baik ingin melamar kamu dan menerima apa adanya, mana mungkin Papa kamu sia-siakan kesempatan ini."

Flo menggeleng. "Tapi Flo udah punya pilihan, Ma. Flo udah cerita sama Mama soal Dave."

"Tapi apa Papa kamu tau?"

Flo terdiam.

"Kalau pilihannya adalah pria asing yang belum jelas asal usulnya dan Denis, tentu Papa kamu akan memilih Denis. Kita tau siapa orang tuanya, bagaimana wataknya dan seperti apa kepribadiannya."

"Mama mendukung Papa?" Flo menatap Mamanya dengan penuh air mata.

Naya menggeleng. "Mama netral, Flo. Selama Mama belum kenal siapa Dave, poin dia masih jauh di bawah Denis. Bukan karena Mama berpihak sama Papa kamu, tapi karena Mama ingin kamu bahagia."

Flo bisa memahami ini. Tapi hatinya sulit dibuat mengerti, sama seperti dulu ketika dia nekat memilih Ronald dan berakhir mengecewakan orang tuanya.

"Kamu masih punya kesempatan untuk membuktikan kalau Dave layak untuk diterima," ucap Naya.

Flo menjadi semakin tidak yakin.

***

Denis semakin gencar mendekati Flo. Nyaris setiap hari dia datang ke kediaman Aldi, entah beralasan untuk membahas masalah ladang atau sengaja ingin bertemu Flo. Seperti malam ini, Denis seakan tidak mengerti bahwa Flo sudah sangat risih melihatnya. Tetap saja datang, menggunakan Aldi untuk membuat wanita itu tidak berdaya.

"Flo, gimana kalau kita jalan-jalan keluar cari angin? Atau mungkin kamu mau lihat pesta rakyat, lagi rame banget di desa sebelah." Denis membujuk.

"Maaf Den, aku ..."

"Flo, terima aja. Niat Nak Denis ini baik, biar pikiranmu nggak stres. Lagian, desa sebelah dekat." Aldi mulai ikut campur lagi.

"Aku males, Pa. Mau di rumah aja," tolak Flo dengan tegas.

"Mau sampai kapan kamu di rumah aja kayak gini? Bergaulah sama temen-temen kamu, jangan selalu mengirim diri." Aldi tetap memaksa.

"Udah Pa, kalau Flo nggak mau, jangan dipaksa. Lagian nggak enak sama tetangga kalau mereka cuma pergi berdua. Belum banyak yang tau kalau Flo sudah bercerai. Nanti malah jadi gosip," Naya mencoba membela Flo.

Aldi mengesah. "Ya sudah, terserah kalian aja." Dia marah dan masuk ke dalam.

Flo menatap Denis tajam, seolah memberitahu kalau ini semua karena pria itu.

"Mama tinggal dulu ya, mau lihat Papa kamu." Naya terpaksa undur diri untuk memberikan privasi pada keduanya.

Selepas orang tuanya pergi, Flo pun akan terus terang dengan Denis. "Den, aku cuma mau bilang sama kamu kalau aku nggak bisa nerima kamu." Nadanya terdengar tegas, tidak peduli Denis akan tersinggung.

Denis tersenyum. "Sampai hari itu tiba, aku akan tetap berusaha untuk meyakinkan kamu, Flo. Aku mencintai kamu, itu alasannya."

"Tapi aku nggak cinta sama kamu, Denis." Flo menegaskan kembali. "Kamu cuma sahabat di masa lalu aku, dari dulu dan sekarang."

"Aku yakin waktu bisa membalik keadaan. Kamu pasti bisa mencintai aku nanti," ucap Denis tidak mau kalah.

Flo mendengkus. "Kalau begitu, kamu harus bersiap patah hati. Karena aku udah punya pilihan, dan aku sangat mencintai dia."

Denis tetap tersenyum. "Aku akan menyerahkan segalanya pada takdir dan jodoh. Kalau kamu memang milikku, kita akan tetap menikah." Keyakinannya ini memang patut diacungi jempol.

"Up to you." Flo pergi dari situ, terserah Denis mau menunggu sampai pagi atau pulang.

***

Di saat sedang sarapan pagi, terdengar suara ketukan pintu di luar. Aldi sudah yakin yang datang itu Denis, dan Flo kesal bukan main.

"Ngapain sih dia datang terus?" omel Flo di saat Papanya pergi untuk membuka pintu.

"Sabar." Naya mengusap lengan putrinya itu.

"Kamu siapa dan cari siapa?" Terdengar suara Aldi bertanya.

Flo dan Naya saling pandang.

"Saya Dave, Pak."

Seketika mata Flo terbelalak. Tak hanya nama yang sama, tapi juga suaranya. Dia langsung berlari ke depan untuk melihat kebenaran dari yang didengarnya ini.

What the ...

Dave melirik ke arah Flo, kemudian tersenyum. Kemudian Aldi pun menoleh pada Flo dengan ekspresi penuh tanya.

"Kamu ... Kok di sini?" tanya Flo gelagapan. Antara senang dan takut pada Papanya.

"Kamu kenal dia, Flo?" tanya Aldi tidak terlalu bersahabat.

Flo lebih dulu melirik Dave yang begitu punya nyali datang ke sini. Dia mengangguk lemah, mana mungkin bilang tidak kenal.

Dave akhirnya diizinkan masuk, meski terlihat jelas Aldi tidak terlalu suka. Melihat wajah Dave yang tidak mirip dengan wajah pribumi, ditambah pakaiannya yang terlalu mencolok dengan jas dan sepatu mahal, tentu ini bukanlah tipe kesukaan Papanya Flo.

"Jelaskan, kamu siapa dan punya tujuan apa datang ke sini?" tanya Aldi dengan wajah datar, nada tegas dan tatapan lurus.

"Perkenalkan saya Dave, Pak. Saya ke sini berniat melamar Putri Bapak yang bernama Flo."

***

Deg-degan gak sih kalian? Momi bikin ini lumayan panas dingin.

Yuk beli PDF-nya, masih ready di Karyakarsa loh.

Retak (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang