Pagi-pagi, Dave mendapat kabar tidak sedap dari bawahannya di kantor. Nilai saham perusahaan merosot turun. Para investor resah dan meminta Dave segera kembali untuk menyelesaikan masalah ini.
"Pak, para investor mengancam akan menjual kembali semua saham mereka. Pak Dave harus pulang untuk mencegah ini terjadi."
"Jadwalkan online meeting, Rudi. Saya akan mencoba meyakinkan mereka dari sini."
"Mereka menolak, Pak. Mereka tetap ingin Bapak hadir langsung."
Dave menghela nafas. "Saya belum bisa kalau sekarang," jawabnya.
"Tapi Pak, kalau dibiarkan terus perusahaan ini akan oleng."
"Kamu tenang saja, saya yakin nilai saham akan membaik nanti. Coba kamu cari tahu penyebabnya lebih dulu. Kabari saya segera."
"Baik, Pak."
Dave mematikan telepon. Wajahnya terlihat sangat resah. Dinyalakannya laptop, lalu membuka bursa saham. Melihat grafik yang merosot begitu jauh, membuatnya lebih gelisah lagi.
Saat dia berbalik, ternyata Flo sudah berdiri di depan pintu membawa sarapan untuknya. Dia merubah ekspresinya dengan cepat, agar terlihat santai. "Aku udah laper banget," katanya sembari mengambil rantang dari tangan Flo.
Flo masuk ke dalam. Dilihatnya yang tertera di layar laptop Dave. Dia pernah bekerja di perusahaan pria itu, sehingga sangat paham bagaimana cara membaca grafik itu. "Kamu harus kembali ke Jakarta, Dave." Mengatakannya dengan serius.
"Flo, saham turun bukanlah hal yang aneh. Biasa dalam dunia bisnis. Kamu tenang aja, semua akan segera membaik," sahut Dave dengan santai melahap omelet buatan Flo.
"Gimana bisa membaik kalau kamu masih di sini, Dave?" cecar Flo.
"Aku bisa memantaunya dari jauh. Rudi akan segera mengabari apa yang menyebabkan saham turun."
"Kamu masih nggak ngerti juga, Dave? Para investor membutuhkan kamu secara langsung. Mereka nggak percaya masalah ini akan teratasi tanpa kehadiran kamu. Lupakan kolam lele itu, kembalilah ke Jakarta."
"Aku udah janji sama Papa kamu akan menyelesaikan ini, Flo. Aku nggak mau dianggap sebagai pecundang, karena lari sebelum berperang."
"Kamu lebih mikirin harga diri dibanding perusahaan kamu yang sedang dalam bahaya, Dave?!" Flo berdiri dan semakin marah.
Dave ikut berdiri. "Ini bukan tentang harga diri, Flo. Ini tentang kamu. Aku nggak mau kamu dimiliki oleh laki-laki lain." Dipegangnya pundak Flo dengan tegas. "Aku siap kehilangan apapun, tapi aku nggak bisa kehilangan kamu."
Flo lantas memeluk Flo dengan air mata yang mengalir deras. "Kamu berkorban terlalu banyak, Dave."
"Kalau aku bisa mendapatkan kamu, maka itu akan sepadan dengan apa yang aku korbankan. Jadi, jangan paksa aku menyerah, Flo. Mungkin di sana perusahaan aku akan aman, tapi hati aku akan hancur kalau kamu menikah dengan laki-laki lain."
"Maafin aku. Maaf, karena harus sesulit ini untuk kita." Flo makin terisak.
"Nggak, Flo. Untuk mendapatkan Edelweis seseorang harus naik ke gunung. Begitu pun dengan kamu, aku harus bekerja keras untuk bisa memiliki wanita yang berharga ini." Diurainya pelukan dan menatap Flo dengan lembut, "aku sangat mencintai kamu, jadi kasih aku kesempatan untuk bisa bersama kamu."
Flo akhirnya mengangguk.
***
Aldi melangkah lemah melewati jalan setapak bebatuan. Secara tidak sengaja tadi dia mendengar pembicaraan Dave dan Flo, hatinya bergetar hebat tatkala Dave mengatakan sesuatu yang teramat berharga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Retak (Tamat)
RomanceFlora Aldinaya, seorang istri yang merasa hidupnya sudah sangat sempurna. Hanya satu yang dia minta pada Tuhan, hadirnya seorang anak sebagai pelengkap kebahagiaan. Di tengah usahanya menghadirkan buah hati dalam pernikahan mereka, dia harus meneri...