Bulan kembali berganti. Tujuh bulan pernikahan Flo dan Ronald tetap saja belum ada kabar baik. Malah, mereka jarang berhubungan seks karena Ronald terlalu sibuk mengurus kantor. Sedikit-sedikit lembur, atau kalau di rumah Ronald pasti menghabiskan waktu di ruang kerja. Flo merasa sang suami mulai dingin di ranjang, meski tidak ada yang berubah selain itu.
"Ron, malam ini lembur lagi?" tanya Flo setelah berhasil memeluk suaminya itu dari belakang. Sejak tadi, Ronald hanya mondar-mandir di dalam kamar.
"Iya sayang. Kerjaan aku banyak banget akhir-akhir ini," jawab Ronald dengan lembut.
"Kamu nggak sadar ya udah bikin aku kesepian akhir-akhir ini?" Flo berusaha meruntuhkan gengsinya demi tujuan baiknya.
Ronald melepaskan pelukan Flo dan berbalik. "Apa hari ini tanggalnya?" Dia terlihat serius.
Flo mengangguk.
"Kalau begitu, aku bisa menunda untuk lembur. Lima belas menit cukup?"
Flo terkekeh dan mengangguk.
Ronald pun langsung melayangkan satu ciuman dalam ke bibir Flo. Dia mendorong sang istri menuju ranjang tanpa melepaskan pagutan mesra mereka.
"Tunggu," minta Flo sedikit panik. Dia lupa menutup tirai, bisa-bisa si tetangga kurang ajar itu mengintip mereka.
"Kenapa?"
"Aku harus menutup tirai."
Ronald tertawa geli, "Apa itu penting? Biarkan aja." Dia kembali mencium bibir Flo.
Flo terpaksa membiarkannya. Dia tidak ingin menghancurkan mood Ronald yang sedang bagus-bagusnya. Dibalasnya ciuman itu dengan rakus, sambil tangannya berusaha melepaskan kancing celana Ronald.
"Kamu bernafsu banget, Flo." Ronald tertawa geli.
"Aku selalu bernafsu memiliki anak." Flo memberikan rangsangan pada suaminya itu dengan tangan dan bibir. Dia kecup bulu halus di sepanjang garis dada hingga perut.
Saat rasanya semua sudah sempurna, Flo harus menerima kenyataan kalau milik suaminya itu sama sekali tidak menunjukkan kesiapan. "Kamu sedang nggak bernafsu?" tanyanya menatap sang suami.
"Apa?" Ronald yang sejak tadi telentang pasrah pun mengangkat kepalanya dan melihat kejantanannya. "Ah, kenapa sih nggak turn on." Dia pun duduk.
"Apa aku perlu ..." Flo malu menyebut yang satu ini.
"Cobalah," suruh Ronald.
Flo pun membungkuk di antara kaki Ronald dan memulai aksinya. Dia tidak peduli pada rasa malu lagi, terpenting Ronald bisa memberinya anak. Namun anehnya, bagaimanapun usahanya membangunkan milik Ronald itu, tetap saja tidak ada efek apapun.
"Sial, sepertinya aku terlalu stress, Flo. Makanya nggak mau turn on." Ronald meremas rambutnya.
"Apa kita harus honeymoon kedua? Kau bisa cuti sebentar?" Flo sangat berharap.
"Untuk sekarang, sulit Flo. Perusahaan sedang dalam masa bangkit kembali, aku nggak bisa meninggalkannya gitu aja. Dave menaruh kepercayaan besar atas investasinya, kita harus membuat dia percaya pilihannya nggak salah."
Flo tersenyum. "Bagaimana kalau kita ke dokter?" mintanya.
"Kamu mau membuatku malu?" Ronald tampak tersinggung.
"Nggak gitu, Ron. Kita cuma perlu tanya kenapa bisa nggak bangun sama sekali. Mungkin aja, dokter bisa kasih saran tau terapi khusus?"
"Honey, aku nggak apa-apa. Ini cuma karena stres, nggak lebih. Kamu juga tau kan aku sibuk banget, hampir setiap malam begadang. Pasti karena itu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Retak (Tamat)
RomanceFlora Aldinaya, seorang istri yang merasa hidupnya sudah sangat sempurna. Hanya satu yang dia minta pada Tuhan, hadirnya seorang anak sebagai pelengkap kebahagiaan. Di tengah usahanya menghadirkan buah hati dalam pernikahan mereka, dia harus meneri...