Pemandangan menggiurkan di pagi hari menyapa mata Flo yang baru saja bangun. Bagaimana tidak, Dave sedang shirtless dan memamerkan otot-otot di perutnya itu. Rasanya dunia Flo berhenti sejenak saat melihat Dave pull up di ruang gym-nya itu.
"Hei, kamu sudah bangun?" Dave yang baru sadar akan kedatangan Flo pun menghentikan kegiatannya.
Flo tersenyum kikuk.
Dave mendekati Flo. Pria itu semakin terlihat sexy dengan peluh membasahi tubuh. Jarak di antara mereka terkikis hanya sebesar kosen pintu dan satu tangan Dave berpegangan pada kosen di dekat kepala Flo. "Bagaimana tidurmu, Flo? Kamu tidak menangis semalaman, kan?" godanya.
"Kenapa aku harus menangis?" Flo berdecih. Dave terkekeh dan itu membuat Flo merinding. "Kamu ingin makan apa untuk sarapan, biar aku buatkan." Dia berupaya tetap tenang meskipun rasanya lututnya lemas.
"Aku makan apa saja."
Tiba-tiba saja otak Flo langsung berpikir nakal tentang makan apa saja yang Dave maksud. Dikhianati suami dan sahabat pasti membuat otakku tidak waras!
Dave menurunkan kepalanya untuk bisa menatap Flo sejajar. "Kamu ingin aku makan?" tanyanya seolah bisa menebak isi di kepala Flo saat ini.
"Memangnya kamu zombie?" Flo yang merasa malu pun langsung berbalik meninggalkan Dave.
Dave terkekeh.
Aneh bagi Flo, kini dia merasa dapur di rumah Dave sudah senyaman dapur di rumahnya sendiri. Dia menggunakan apa saja tanpa meminta izin, bahkan berkatnya isi di dalam kulkas Dave terkuras habis.
"Aku senang kamu di sini."
Kalimat itu menghentikan gerakan tangan Flo yang sedang memotong sayuran.
"Sekarang aku mengerti kenapa diberi pilihan untuk pindah ke sini, ternyata takdir ingin kita bertemu setelah merasakan nasib yang sama."
Kali ini Flo berbalik, penasaran dengan apa yang Dave katakan itu. "Kamu juga dikhianati oleh seseorang?" tanyanya.
"Dia meninggalkanku tepat di hari pernikahan kami. Saat kucari tahu penyebabnya, ternyata dia pergi bersama rekan bisnisku. Dia dijanjikan kemewahan melebihi apa yang bisa aku berikan."
Flo melupakan niatnya memasak, malah duduk di hadapan Dave. "Kamu nggak marah?" tanyanya penasaran.
Dave menggeleng tanpa beban. "Dia sudah menentukan pilihannya, jadi biarkan saja."
"Kamu nggak berjuang sama sekali merebut sesuatu yang seharusnya milikmu, Dave?"
"Kamu sendiri, masih sudi menerima pria yang sudah berkhianat dengan sahabatmu?"
Flo terdiam.
"Terkadang kita memang harus merelakan mereka yang mau pergi, Flo. Percuma ditahan kalau pada akhirnya dia akan tetap memilih yang lain."
Kata-kata Dave ini menjadi cambukan untuk Flo, membuatnya tersemangati untuk meninggalkan Ronald. Akan tetapi, Flo tidak ingin semudah itu membiarkan para pengkhianat berpesta setelah kepergiannya, harus ada pembalasan dari rasa sakit yang mereka timbulkan.
***
Flo bersembunyi di dalam kegelapan, menyaksikan suaminya bermesraan dengan sahabatnya. Rasa sakit hatinya semakin tumbuh subur setelah diberi pupuk oleh para pengkhianat itu. Dalam sekejap cinta dan kasih sayang luntur seperti lelehan ice cream.
Terlihat Ronald menempelkan ponsel di telinga, dan tak lama ponsel di tangan Flo berbunyi. Dari Ronald. Pria itu meneleponnya bersama Maggie berada di pelukan. Brengsek!
KAMU SEDANG MEMBACA
Retak (Tamat)
RomanceFlora Aldinaya, seorang istri yang merasa hidupnya sudah sangat sempurna. Hanya satu yang dia minta pada Tuhan, hadirnya seorang anak sebagai pelengkap kebahagiaan. Di tengah usahanya menghadirkan buah hati dalam pernikahan mereka, dia harus meneri...