26. Melihat Masa Lalu

5.7K 561 6
                                    

Pulang, tapi bukan ke kampung halaman. Flo tersenyum menatap ke luar jendela pesawat, di mana hidupnya akan kembali merantau ke kota lain. Kali ini, dan semoga dengan orang yang tepat. Dave, pria itu berada di sampingnya menggenggam tangannya. Rasanya bagai mimpi saja, Flo tidak pernah membayangkan akhir kisahnya akan seindah ini.

"Kamu lagi mikir apa?" tanya Dave sembari menatap kekasihnya yang sedang bahagia itu.

"Aku sedang berterima kasih pada sang Pencipta, karena diberikan hidup yang seindah ini," jawab Flo. Dia memutar tubuhnya agar berhadapan dengan Dave, "sekaligus mau terima kasih sama kamu, karena udah berjuang segini besarnya buat aku. Andai kamu menyerah, aku nggak tau gimana hidup aku selanjutnya di tangan Denis."

"Dia pria yang baik, bukan?"

"Tapi aku nggak mencintai dia. Menikah tanpa cinta, I sure won't be happy."

Dave mencium punggung tangan Flo. "Makasih karena udah kasih kesempatan buat aku bahagiain kamu," ucapnya.

Keduanya mendekat, satu kecupan cukup untuk ungkapkan rasa yang memuncak di dada. Lalu tersenyum dan menambah satu kecupan lagi.

"Flo, aku mau begitu sampai di Jakarta, kita langsung urus pernikahan."

"Kenapa buru-buru?"

"Takut Papa kamu berubah pikiran," kekeh Dave.

Flo ikut tertawa. "Kamu tenang aja, Papa bukan tipe orang yang gampang berubah pikiran." Dicubitnya pipi Dave dengan lembut, "apalagi dia udah sayang banget sama calon menantunya yang penuh semangat ini."

Dave menyunggingkan senyum. "Selain itu, aku juga udah nggak sabar untuk ..." Matanya mengerling nakal.

"Dave ..." rengek Flo malu-malu.

"Sejak melihat kamu malam itu, aku bener-bener ingin memiliki kamu Flo." Dave mengusap lengan Flo, "ingin membuat kamu jauh lebih puas."

Wajah Flo semakin merona. Tapi kemudian dia mengajukan satu permintaan, "aku ingin segera punya anak, Dave."

"Tentu. Kita nggak akan menunda itu. Aku pun udah nggak sabar," sahut Dave bersemangat.

Sejujurnya Flo masih trauma, takut bila Dave pun ingin menunda seperti Ronald. Apalagi mereka tidak menjalani hubungan intens sebelum menikah, biasanya laki-laki ingin memuaskan diri lebih dulu sebelum punya anak.

"Flo, aku serius. Aku benar-benar ingin segera memiliki anak. Aku bahkan sudah membayangkan kita memiliki keluarga kecil. Kita akan sering bepergian, mengajak buah hati kita bermain."

Mendengar itu Flo semakin yakin pada Dave. "Katakan, kamu ingin anak laki-laki atau perempuan?" tanyanya penuh semangat.

"Keduanya. Aku berharap anak pertama kita kembar," jawab Dave tidak kalah semangat.

"Itu pasti sulit, Dave. Di keluargaku tidak ada yang punya keturunan kembar," ucap Flo pesimis.

"Di keluargaku, hampir semua memiliki keturunan kembar," timpal Dave.

"Sungguh?!" Flo menjerit senang.

"Kamu nggak akan percaya kalau aku bilang, aku punya saudara kembar. Laki-laki, sangat mirip denganku." Dave memang tidak pernah bercerita tentang keluarganya, dan Flo pun tidak bertanya.

"Oh, ya? Di mana dia sekarang?" tanya Flo antusias.

"Dia tinggal bersama orang tuaku di London. Kami hanya mirip secara fisik, tapi sangat berbeda untuk sifat. Bisa kubilang, dia lebih suka bersenang-senang dibandingkan bekerja."

"Itu berarti, aku mendapatkan bagian yang tepat. Kamu, bukan dia," kekeh Flo.

"Kamu benar." Dave kembali mencium Flo.

Retak (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang