13||Kenyataan Pahit

15 6 1
                                    

Tuhan, tak banyak pintaku. Terimakasih untuk segalanya.

Kemarin, sejak datang ke rumah keluarga Azize Asep benar-benar masih tidak habis pikir dia bisa tinggal di rumah semegah ini bak istana raja, walaupun Asep tidak akan tinggal disini tapi, apartemen yang mereka siapkan sama khalayak nya rumah mereka ini.

Asep diantar oleh adik nya Azize, yang kebetulan seumuran dengan nya. Walaupun awalnya adiknya mengira bahwa Asep bisa berbahasa Turki, namun setelah Asep berkata dia tidak mengerti barulah adiknya Azize menggunakan bahasa Inggris.

Semalaman Asep tidak bisa tertidur dengan pulas, masih melihat megahnya tempat tinggal yang dia tempati ini. Azize juga menyediakan penerjemah bahasa yang akan menemani Asep tinggal sampai dia fasih berbahasa Turki.

"Bagaimana ibu dan bapak?" gumam Asep lemah.

Asep buru-buru mengeluarkan ponsel nya yang sedari kemarin belum di aktifkan nya. Setelah melihat tidak ada balasan sama sekali dari orang tuanya atas sms yang dia kirimkan sewaktu ingin berangkat, apa mereka tidak tahu cara menjawab nya? Tapi, seharusnya mereka bisa menelpon.

Setelah mengklik nomer telpon orang tuanya, dan terdengar nada ringing tapi belum di angkat sama sekali, apa mereka semua sudah tidur? Ataukah memang sengaja tidak mengangkat. Asep masih menunggu siapa tau memang tidak kedengaran.

"Halo," ujar seseorang disebrang sana.

Asep terkejut, ini suara adiknya. Iya betul Asep kenal suara ini, "ibu dan bapak dimana?" tanya Asep.

"Mereka sudah tidur, ada apa?"

"Tolong beritahu mereka, aku sudah sampai di Turki dan hidup dengan baik. Kekasih ku bukan orang jahat, dia anak seorang konglomerat." jelas Asep kepada adiknya.

"Kita tidak perduli kak, setelah kau memutuskan untuk pergi walaupun bapak dan ibu tidak mengizinkan sejak saat itu kau bukan lagi anggota keluarga ini." ujar Aripan kemudian mematikan sambungan telepon nya.

Jleb seperti diterpa oleh ribuan batu, dan menghantam nya dengan kuat lalu dijatuhkan ke dasar dalam-dalam. Asep terjatuh dari tempat tidurnya kakinya lunglai tak berdaya lagi. Apa yang harus dia lakukan sekarang? Orang tuanya tak menganggap dia anak lagi? Karma apa ini Tuhan, tak pernah terpikirkan akan terjadi seperti ini.

Hati Asep seperti tertusuk ribuan belati tajam, saat adiknya mengatakan sejak saat itu kami tidak lagi menerima kau dikeluarga kami.

"Lalu aku harus apa Tuhan? Saat mimpi ini sudah menjadi nyata, tapi mimpi buruk akan menghantui ku setiap waktu." lirih Asep yang masih tak sanggup beranjak berdiri

Terdengar suara sepatu pantofel dari luar sana, sepertinya Ozan mendengar suara gaduh dari kamarnya. Asep cepat beranjak menaiki kasur nya dan lalu menarik selimutnya agar Ozan tidak melihatnya menangis. Yang benar saja dia akan mengatakan bahwa Asep lelaki cengeng yang menangis semalaman.

Setelah suara nya tidak terdengar lagi, Asep masih melamunkan apa yang harus dia lakukan besok hari, tidak lagi bersemangat untuk menjelajahi negara ini karena mendengar keputusan orang tuanya.

"Apa aku harus menelpon Ciko?" gumam Asep.

Sepertinya keputusan dia untuk menelpon Ciko ada baiknya, sekaligus memberikan kabar bahwa dia sudah sampai. Asep langsung menekan sambungan telepon kepada nomer yang sudah dia klik.

I am coming Istanbul [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang