23) Mas, kok tiba-tiba ikut sakit?

3.1K 961 411
                                    

"Baby boys and baby girl, attention please," ucap mami saat mereka tengah makan malam. Nara, Rendra, dan Tama yang awalnya sibuk dengan makanan mereka, kini menjadikan mami pusat perhatian. Wanita yang suka mendramatisir keadaan ini emang suka kalau dijadiin objek utama dalam pembicaraan.

"Inget, gak perlu pakai opening. Langsung intinya aja," sahut Rendra yang kembali menyendokkan makanan dan memasukkan ke dalam mulut.

Malam ini mereka pesan katering. Kemarin, Bi Nuni ijin pulang kampung karena suaminya dirawat di rumah sakit. Tadi pagi, Bi Lasmi ijin libur beberapa hari ke depan karena harus mengurus adiknya yang meninggal. Mami gak sempat masak karena dia tadi harus ke butik dan setelah itu pergi ke kafe buat kumpul sekaligus ngocok arisan bareng temen-temen hedonnya.

"Kalian gak apa-apa kalau mami sama papi tinggal beberapa hari ke luar kota?" tanya mami yang buat anak-anaknya terkejut. Mereka biasanya selalu diajak, tapi sekarang enggak. "Kita mau ke rumah Tante Melani, ada sesuatu yang harus kita urus di sana, dan gak memungkinkan kalau ajak kalian," lanjut mami.

"Ya gak apa-apa, emang kenapa kalau ditinggal?" tanya Rendra sambil menaikkan satu alisnya.

"Masalahnya gak ada Bi Nuni atau Mbakyu Lasmi yang jaga kalian. Mami tuh cemas ninggalin kalian bertiga di rumah, gak ada pengawasan siapa pun."

"Kita bukan anak-anak lagi, Mam. Apa yang harus dicemasin, sih?" Rendra gak abis pikir. "Mami sama papi kalau mau pergi ya pergi aja, kita bisa urus diri masing-masing."

"Nanti siapa yang nyiapin kalian sarapan? Makan malam?" tanya mami.

"Astaga, Mam. Mami sadar kan kita sekarang bukan hidup di jaman Meganthropus Paleojavanicus?" lanjut Narendra yang bikin Nara dan Tama menoleh ke arah lelaki itu. Kenapa jadi bahas sampe ke manusia purba? "Apa pun bisa serba online, Mam."

"Nara yang masak juga gak apa-apa, Mam. Nara bisa masak," imbuh perempuan berambut sebahu yang mengangkat tangannya. "Mami tenang aja kalau buat urusan makan."

Mami sempat menatap papi, meminta persetujuan. Papi mengangguk, membiarkan Nara yang memasak buat anak-anak mereka.

"Oke, kamu boleh masak. Tapi masak buat kalian bertiga aja, ya? Biar nanti Pak Joko, Pak Budi, sama Pak Satrio mami bilangin suruh beli makan di luar," kata mami. "Soalnya kalau kamu masak buat banyak orang, ribet nanti. Mami gak mau kamu sampe capek, baby girl."

"Siap, Mami," respons Nara yang buat mami tersenyum. 

"Kalian bertiga baik-baik di rumah. Jangan berantem. Narendra, kamu jagain Nara sama Tama, ya, Sayang. Jangan digalakin terus."

"Hm," sahut Rendra yang sibuk dengan makanannya.

"Tama, kalau mami gak ada kamu jangan telat makan, lho. Jangan nge-game terus. Nara, nanti tolong diingetin adiknya suruh makan, ya. Dia tuh kalau udah nge-game suka lupa ngapa-ngapain. Diem aja terus di kamar," ucap mami. "Tadi siang juga ngeluh sama mami katanya pusing, mami suruh makan malah tidur. Dibangunin gak mau. Kalau besok begitu lagi, cubit aja, Nar. Gak apa-apa kok," lanjut mami sambil menatap ke arah anak bungsunya yang mendadak pasang wajah bete.

"Biar Rendra yang kasih pelajaran, Mam," kata laki-laki yang duduk di sebelah Tama. "Mami gak usah khawatir."

Pagi-pagi, mami sama papi pamit pergi. Baru Nara aja yang bangun. Narendra sama Tama masih tidur di kamar masing-masing. Jam menunjukkan pukul setengah lima. Biasanya kondisi rumah Janitra udah ramai sama kesibukan Bi Nuni di dapur dan Bi Lasmi yang beres-beres rumah, tapi pagi ini sepi.

Nara antar mereka sampai teras, mami sama papi mau diantar ke bandara sama Pak Satrio. Pak Satrio ini supirnya papi. Dia biasa antar-jemput papi di kantor atau tempat lain yang jarak tempuhnya agak jauh. Tapi kadang-kadang kalau mendesak, papi bawa mobil sendiri. Kalau Pak Budi, dia jadi orang yang jagain rumah Janitra. Udah ada dari dulu, sejak ibunya kerja di sini.

Mas Narendra✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang