55) She is mine.

7K 1K 835
                                    

Siang tadi, Nara sama Narendra pergi ke makam ibu dan bapak bareng sama teman-temannya yang lain. Nara dibonceng Siti, sementara Narendra dibonceng Yanto. Sorenya, Narendra nyewa motor punya Kakaknya Yanto yang gak kepake buat pergi sama Nara---dia males kalo boncengan sama Yanto, cowok itu terlalu banyak omong. Ibunya Yanto bilang pakai aja, tapi Narendra tetep mau sewa. Dua hari ke depan dia sewa motor Kakaknya Yanto selama ada di kampung.

Mereka berdua baru aja pulang belanja beberapa keperluan ke toko tantenya Nara. Lumayan kalo dari rumah, ada kali 10 menit kalo naik motor. Jalan kaki lebih lama lagi.

Besok hari, beberapa saudara Nara dari kampung sebelah mau main katanya. Mereka mau nengok Nara yang baru pulang dari kota. Siangnya, Nara udah ada rencana pergi sama temen-temen buat jalan ke pantai. Mereka selalu menyempatkan diri buat pergi ke sana kalau liburan walau harus menempuh jarak hampir 2 jam.

"Gue mandi dulu," kata Narendra yang keluar kamar sambil bawa pouch berisi perlengkapan mandi dan handuk yang dia lingkarkan di leher.

"Iya, Mas. Silakan," sahut Nara yang lagi masak ayam asam manis buat makan malam. Tadi dipasangin gas sama pamannya, biar gak ribet kalau mau bikin sesuatu di rumah. Kampungnya bukan kaya di kota yang praktis dan bisa beli apa pun di jam berapa pun. Kalau udah jam 7 malam ke atas, penjual makanan tutup. Harus pergi ke daerah sekitar pasar yang ramai. Pagi hari juga begitu, orang-orang yang jualan baru buka jam 9 biasanya. Nara takut anak sulung Janitra itu kelaparan.

Saat Nara dan Narendra lagi makan sambil nonton televisi, pintu rumahnya diketuk seseorang. Narendra bilang, dia yang buka pintu karena baru aja selesai makan.

Lelaki itu menghela napas dan melipat kedua tangan ke dada saat melihat siapa orang yang datang ke rumah.

"Kinara anaknya Biyung Darmi mana? Guweh mau ketemu."

"Ada keperluan apa?" tanya Narendra, menatap Yanto tanpa ekspresi.

"Loh kaya satpam aja banyak tanya. Mau guweh ngapain, terserah guweh!" balas Yanto sengit.

Ini yang Nara bilang duplikatnya? Bahkan Yanto dua kali lipat lebih menyebalkan daripada Narendra!

"Kalo gak ada kepentingan mendingan lo balik. Takut diculik hantu. Sana!"

"Loh pikir guweh anak kecil yang gampang ditakut-takutin." Setelah mengatakan itu, Yanto meninggikan suaranya dan memanggil Nara berulang kali.

"Ada apa, To? Bukannya langsung masuk aja, berisik tau!" ucap Nara yang menghampiri mereka.

Yanto berkacak pinggang---gaya andalannya---sambil melirik ke arah Narendra. "Gak boleh masuk sama masmu," ucapnya penuh kesinisan.

"Ada apa ke sini malem-malem?" tanya perempuan berambut sebahu yang malam ini pakai piama merah muda.

Yanto menyerahkan kantung plastik hitam yang dari tadi dipegangnya. "Dari mamakku, baru goreng jadi masih panas."

Nara menerima pemberian Yanto, melihat isi kantong itu. Ternyata dalamnya ada beberapa potong pisang goreng.

"Makasih, To! Bilang ke mamakmu, ya?"

Yanto mengangguk. "Gak mau suruh aku masuk? Tamu lho ini, Nar."

"Masuk aja, udah makan belum?" Nara mempersilakan Yanto masuk, membuat lelaki itu menatap Rendra lagi sambil menatapnya dengan tatapan mengejek.

"Belum, kamu ada makanan?"

"Ada, sisa sedikit sih kalo mau. Masak tadi."

"Wih, masak apa?"

Nara menunjuk ke arah makanan di atas meja, membuat Yanto mendekat ke sana dan mencicipinya. "Nar, ini nasinya di mana? Aku mau makan!"

Mas Narendra✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang