47) Mas, jangan pergi!

2.7K 877 280
                                    

"BABY BOY AND BABY GIRL MAMIIIIII. SELAMATTTT YAAAA ATAS KEBERHASILAN KALIAN. SURPRISEEEE ... TAMA, PAPI, TEPUK TANGANNYA MANA?" heboh mami yang berdiri di tengah anak bungsu dan suaminya. Mereka bertepuk tangan mengikuti mau mami.

Tadi setelah mengetahui kalau anak-anaknya menang lomba, mami langsung mengajak papi dan Tama pergi beli kue untuk merayakan ini bersama-sama.

Nara dan Rendra yang duduk sedikit berjarak di sofa---sejak keluar dari kamar saling diam karena sibuk dengan pikiran masing-masing---sekarang menatap ketiga orang yang berdiri gak jauh dari mereka.

Narendra menatap lilin di atas kue yang menyala. Membuat amarahnya makin mau meledak.

Anak itu berdiri setelah memukul pinggir sofa, buat mami dan yang lain kaget atas reaksinya.

"S-sayang ... kamu kenapa? Kok mukanya kaya yang marah banget sama kita? Ada apa, Baby Boy?"

"SEBENERNYA KINARA ITU SIAPA, MAM? KENAPA DI KAMAR LORONG, ADA NAMA KINARA JANITRA DI SANA, HAH? SIAPA KINARA?"

Kinara menunduk. Sejak dia memberitahu soal namanya yang ditulis di frame, Narendra langsung keluar dari sana dan gak mau ajak ngomong dia sama sekali.

"Hah? Kinara Janitra?" Tama ikutan shock, dia gak tau apa-apa.

Mami yang mendengar itu, mengerjapkan mata bersamaan dalam sekali kedip. Dia menatap Narendra yang menatapnya tajam.

"MAMI GAK PERNAH IJININ SIAPA PUN MASUK KE SANA, BERANI KAMU NGELANGGAR PERATURAN MAMI, NARENDRA?"

"KENAPA? MAMI PIKIR NARENDRA BAKALAN PATUH SAMA SEMUA PERKATAAN MAMI?" Suara Narendra ikut meninggi. "Narendra cuma mau minta kepastian, siapa Kinara?"

Mami membisu. Dia meletakkan kue berwarna coklat itu ke atas meja dan bergegas pergi dari sana tanpa mau menjawab.

"MAMI, JADI KINARA ITU ANAK MAMI JUGA? KENAPA MAMI GAK PERNAH BILANG SAMA NARENDRA? SAMA TAMA? KENAPA MAMI SELALU BILANG KINARA ANAK BI DARMI?" Narendra mengejar mami, gak membiarkan mami kabur gitu aja.

Mami menutup kuping dan masuk ke dalam sana setelah membanting pintu dengan kencang. Narendra yang makin marah, menendang pintu kamar orang tuanya.

"Narendra!" panggil papi yang mengejarnya diikuti Nara dan Tama. "Cukup, ikut Papi sekarang."

"Narendra mau nunggu mami!" katanya, bersikeras. "Narendra cuma mau penjelasan, Pap!"

"Biar Papi yang jelasin. Ikut Papi."

"Tama mau ikut, Pap."

Papi sempat diam sebentar dan menatap anak bungsunya, kemudian dia mengangguk. Mereka bertiga pergi menjauh dari sana menuju kamar di lorong.

Nara mau ikut juga, tapi takut papi marah. Apalagi ini menyangkut urusan keluarga. Jadi dia memilih membuntuti mereka diam-diam untuk menguping pembicaraan.

"Kinara itu anak Bi Darmi atau anak papi juga? Kenapa namanya ada di sini?"

Samar, Nara bisa mendengar suara lantang Narendra dari celah pintu yang gak tertutup sempurna. Mereka ada di dalam kamar lorong itu.

Nara memilih duduk di depan pintu dan mendengarkan.

"Sebelumnya, Papi harap kamu dengar semua sampai selesai. Kita sebenarnya mau kasih tau kamu soal ini, tapi mengingat sifatmu yang agak sedikit temperamen ...."

"Langsung inti bisa, Pap?" potong Narendra yang malas dengan ucapan bertele-tele lelaki yang merupakan orang tuanya.

"Ada kejadian di masa lalu yang menyangkut soal kamu. Mungkin kamu akan merasa tersinggung sama mami, tapi papi cuma mau bilang, mami udah menyesali perbuatannya dulu dan berusaha jadi mami yang baik buat kamu, Narendra," jelas papi yang buat dua anak laki-lakinya terdiam. "Tiga tahun sebelum kamu lahir, mami sempat hamil. Setelah di USG, hasilnya perempuan. Saat itu, kita sangat bahagia mendengar kabar soal kehamilan anak pertama." Papi menatap kosong ke arah tumpukan kado-kado di samping kanan kamar lorong.

Mas Narendra✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang