17) Mas, tadi Mami bilang lagi tidur?

3.6K 994 455
                                    

Benar aja. Di hari Senin ceria dan cerah ini, saat jam pelajaran guru Seni Budaya kasih mereka tugas untuk menunjukkan kemampuan masing-masing. Boleh sendiri, boleh kelompok.

Tadi Nara yang udah membicarakan soal ini sama Tasya dan beberapa teman sekelas di lapangan, ikut heboh bersama euphoria kelas. Mereka langsung bilang mau jadi satu tim.

"Bu, saya mau tanya," ucap Tasya yang mengangkat tangan.

"Iya?"

"Ada batas maksimal kelompok?"

"Hm, batas maksimal enam orang, ya."

"EH, SATU LAGI SIAPA YANG MAU MASUK KELOMPOK GUE? AYO-AYO KITA NARI GAIS ... OKE SIP, LO GUE MASUKIN LIST!" Tasya menunjuk satu orang perempuan yang duduk di bangku depan saat dia menunjuk tangan lebih dulu. Dia menekan bagian bawah pulpen supaya penanya timbul, kemudian menuliskan nama anggota tambahan di kelompok.

"TASYA GUE MAU DONG!"

"GUE JUGA!"

"Udah pas, Beb. Coba bentuk kelompok baru aja," sahut Tasya saat banyak yang masih mau ikut kelompok mereka.

"Bay, kok kamu diem aja, sih? Mau nunjukin apa nanti?"

"Gak tau. Bingung." Bayu keliatan pasrah.

Nara sekarang mengalihkan pandang ke punggung tegap laki-laki yang duduk di depannya, kemudian menoel-noel punggung Narendra dan buat dia noleh ke belakang.

"Apa?"

"Gak gabung sama kelompok anak laki-laki?"

"Gak minat," jawabnya singkat dan kembali menatap ke arah depan.

"Mas, gimana kalau Mas sekelompok sama Bayu aja?" ucap Nara yang mendekatkan wajah ke bahu Narendra.

"Suruh aja dia masuk kelompok lo!"

"Aish." Nara menghembuskan napas lelah dan mengangkat tangan seolah-olah mau memukul kepala Rendra. Dia itu bener-bener, deh. Nara kembali duduk, kemudian menatap Bayu. "Coba tanya sama yang lain, mereka mau nampilin apa? Siapa tau kekurangan anggota."

"Sekalipun mereka kekurangan anggota, mereka gak akan rekrut gue, Nar."

Nara mengusap-usap punggung cowok gendut yang pesimis dan memilih menaruh dagu ke atas tumpukan buku di mejanya.

"Jangan sedih, kamu harus semangat, Bayu! Toh guru bilang gak apa-apa kalau sendirian. Mas Rendra juga sendirian. Menurut aku sendirian juga gak buruk karena gak harus atur banyak kepala dan bisa nentuin mau kamu sendiri. Jangan minder, oke?"

"Hm, makasih, Nara."

Rendra yang mendengarkan percakapan Nara dengan teman sebangku, kini tersenyum tipis.

Bu guru kembali menjelaskan kalau mereka akan menampilkan ini dua minggu lagi. Jadi guru minta anak-anak mempersiapkan penampilan dengan sebaik-baiknya, terutama yang memutuskan untuk berkelompok.

"Eh, balik sekolah kita rembukan dulu ya mau nentuin tari apa dan mulai latian kapan. Lebih cepat lebih baik, soalnya cuma dikasih waktu dua minggu," ucap Piyo---nama asli Fiola---yang duduk di samping kanan Nara, saat bel istirahat bunyi dan bu guru udah keluar. Nara dan teman satu kelompoknya mengangguk.

Nara, Tasya, Bayu, dan Rendra kaya biasa jalan ke kantin bareng. Yah, walau pun Rendra harus diseret-seret dulu sama Nara supaya dia mau ikut ke kantin dan makan bareng. Agak susah diajak berbaur anak yang satu itu.

"Mas Rendra kira-kira mau nampilin apa?" tanya Nara yang menyenggol lengannya dengan siku. Rendra yang berjalan di samping Nara dengan kedua tangan ditaruh di saku celana, melirik ke arah perempuan itu sekilas dan menjawab,

Mas Narendra✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang