42) Mas, Justin ada benernya juga.

2.8K 823 371
                                    

A/n : Pada bingung ya kenapa part yang udah dipublish, eh muncul lagi? Kmrn saia lagi benerin part2 38 ke bawah karena beberapa komplen partnya keacak. Kalo sekarang juga masi keacak atau ada yang ilang, boleh diapus dulu book ini dari perpus terus nanti di-add ulang yaaaa biar tampilannya berurutan. Mamaciiii^^

***

"Mas, ini bukan jalan ke arah kafe, kan?" Nara kebingungan saat Narendra malah belok kanan. Harusnya belok kiri! Nara udah hafal sekarang.

"Hm, lo makan dulu. Nanti baru gue anter ke sana," sahut Narendra. "Masih ada waktu setengah jam lagi."

Nara akhirnya diam. Gak lagi protes. Dia dan Rendra turun di sebuah tempat makan. Suasananya gak terlalu ramai siang ini, jadi bisa cepat dilayani.

"Lo tunggu sini, gue keluar dulu."

"Mau ke mana, Mas?"

"Udah, nanti kalo makanannya dateng, langsung makan. Gue gak lama."

Narendra keluar dari sana dan berjalan menuju supermarket yang ada di sebelah tempat makan. Dia membeli dua buah roti dan sebotol air mineral untuk Nara. Jangan sampe maagnya kumat lagi.

"Mas Rendra, makan, Mas," ucap Nara saat Rendra udah balik ke sana. Dia tengah mengunyah makanan.

"Hm," responsnya. "Mana tas lo?"

"Buat?"

"MANA?"

Nara mengambil tas sekolah yang ada di belakang punggungnya, kemudian memberikan itu pada Narendra yang duduk di hadapannya.

Dia memperhatikan Narendra yang memasukkan dua buah roti juga botol air mineral ke dalam sana. "Gue gak mau tau, ini harus abis. Kalo sampe pas pulang gak abis ...." Narendra menggantungkan ucapannya dan menatap Nara dengan tajam.

Nara menelan makanan yang belum dikunyah dengan baik, kemudian bersuara, "Kenapa tuh, Mas?"

"Gue marah."

Mendengar itu, Nara menghela napas. "Kirain apa. Mas Rendra juga setiap hari marah-marah, apa bedanya?"

"Bedanya ... y-ya pokoknya marahnya beda! UDAH JANGAN BANYAK TANYA BISA GAK?"

Nara memperhatikan sekeliling, orang-orang menjadikan dia dan Rendra pusat perhatian. Pertama, karena suara Narendra yang meninggi itu mengganggu. Kedua, posisi meja mereka ada di bagian tengah.

Perempuan yang masih pakai seragam sekolah dan duduk di hadapan Narendra, menaruh telunjuknya di antara hidung dan bibir lelaki itu.

"Ssstt, sabar, Mas. Yuk ditahan emosinya," lirih Nara menahan malu. Narendra ini emang gak ngerti situasi kondisi banget anaknya.

***

"Kamu harus makan yang banyak, Sayang. Tadi Baby Boy Rendra bilang sama Mami maag-mu kambuh di sekolah. Kamu ini gak sayang sama diri kamu sendiri suka nunda-nunda makan? Hah?" oceh mami panjang lebar setelah Nara pulang kerja. Dia langsung ditarik ke dapur dan disuguhkan banyak makanan.

Narendra kali ini juga ikut duduk sama mereka. Anak itu memerhatikan kedua perempuan di hadapannya sambil mengunyah pizza dengan punggung menyandar ke badan kursi dan satu kaki terangkat ke atas.

"Maaf ya, Mam. Nara buat Mami khawatir," lirih Nara.

"Jelas. Kamu kan anak Mami juga sekarang. Kalo ada apa-apa sama kamu, Narendra, atau Tama ya Mami pasti cemas," lanjut mami yang duduk di kursi samping Nara dan menyuruh Nara memakan makanan yang dia suka di atas meja. "Kamu besok gak usah kerja lagi, Mami larang! Dari awal Mami juga gak mau kamu kerja."

Mas Narendra✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang