9) Mas, tahan, Mas. Jangan Marah.

3.9K 1K 515
                                    

Pagi ini, Nara berjalan ke ruang makan dengan memakai seragam rapi dan menggendong tas warna biru mudanya. Dia selalu jadi orang kedua yang sampai setelah Narendra.

Laki-laki itu sempat melirik sekilas ke arah Nara yang menyeret kursi di hadapannya, kemudian kembali fokus pada ponsel.

"Pagi, Mas," sapa perempuan yang memakai bandana pink ini. Dia juga mengucapkan hal sama pada Bi Nuni yang tengah sibuk di pantry.

Dia menjauhkan tas dari kedua bahunya, kemudian menaruh tas tersebut ke depan.

Gak lama, datang Tama, juga kedua orang tuanya yang langsung duduk di bangku mereka masing-masing setelah saling menyapa satu sama lain. Mami juga sempat mengelus rambut pendek Nara dan mengecupnya singkat. Diperlakukan begitu, Nara tersenyum ke arah mami. Mami kadang-kadang agak berlebihan, padahal Nara cuma anak babu keluarga Janitra ... kalau kata Narendra.

"Okeeee, papi, baby boys, baby girl, waktunya makan. Mami siapin satu-satu, ya!" Seperti biasa, mami yang menyiapkan sarapan setelah Bi Nuni menaruh makanan ke atas meja. Pertama untuk papi, kedua Narendra, ketiga Nara, dan terakhir si bontot Tama.

"Mami sama papi udah baca artikel yang kemarin lho, Baby Boy," ucapnya sambil nyengir yang bikin Narendra menatap wanita itu. "Bener kata Tama, kamu yang ngomong sendiri. Giliran di depan kita aja, gak mau ngaku."

"Enggak, Mami, bukan gitu." Nara nimbrung. "Mas Narendra cuma nolongin Nara waktu itu dari Justin. Dia ngaku jadi pacar Nara supaya Nara gak diapa-apain sama Justin."

"Nah, udah dijelasin tuh sama yang bersangkutan." Narendra mengangguk-angguk sambil menunjuk Nara. "Jadi gak perlu Rendra jelasin lagi, kan?"

"Yah? Kok gitu, sih. Gak seru, ah! Udah ... kalian jadian beneran aja." Mami yang sekarang duduk di bangkunya, cemberut. "Papiiiii, kemaren tuh mami udah seneng, lho, bantuin mami, Pi," lanjut mami sambil menatap suaminya dengan memelas yang bikin papi menghela napas.

"Gak apa-apa kalau mereka cuma mau temenan. Namanya juga masih anak-anak, Mam."

"Kalau Narendra gak mau sama baby girl, biar Nara sama Tama aja!"

"UHUK-UHUK!" Narendra yang lagi minum sebelum mulai sarapan, mendadak tersedak. Jelas aja, kelakuannya bikin dia jadi pusat perhatian. Narendra sempat berdeham, kemudian ngomong sambil memegangi lehernya. "MAMI, KENAPA NGOMONGIN HAL GILA PAS RENDRA LAGI MINUM, SIH?"

"Hal gila gundulmu! Mami tuh lagi nyoba buat nyari solusi."

"MAMI UDAH GILA MAU JODOHIN DIA SAMA TAMA? YA AMPUN, TAMA BAHKAN MASIH KECIL, MAM! MASIH SMP!"

Mami sempat diam sebentar, kemudian dia melebarkan mata dan mengalihkan pandangan ke Nara. "Oh, gini aja, gimana kalau sama Justin?"

"GAK ADA!"

"Baby Boy, Mami gak ngomong sama kamu. Mami ngomong sama Nara."

"GAK BISA! NARA, LO NGOMONG DONG, LO GAK MAU SAMA JUSTIN, KAN?"

Nara sempat menatap mami dan Rendra bergantian, kemudian memilih untuk meminum air di dalam gelas. Dia gak mau jawab.

"Justin itu kalau di rumah anaknya baik, sih. Nurut sama orang tua, udah gitu ya dia itu ganteng, terus ...."

"NAR, KALO LO MASIH MAU BERANGKAT SEKOLAH SAMA GUE, KITA BERANGKAT SEKARANG!" ucap Narendra setelah menggebrak meja dan bikin keluarganya kaget. Anak itu emang gak bisa mengontrol diri kalau lagi marah.

"Lho? Tapi, Mas?"

"Gue tunggu di luar, lima menit!" Narendra berdiri, mengambil tasnya yang tersampir di belakang dan berjalan cepat meninggalkan mereka.

Mas Narendra✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang