Vote and comment please
***Pada akhirnya Sera tidak punya waktu mempersiapkan makan malam antara keluarganya dan Nathaniel seperti yang dia rencanakan. Jadwalnya ternyata lebih padat dari yang dia sendiri kira. Beberapa dokter senior di bagiannya mendadak ditugaskan mengikuti studi banding ke Prancis kemarin, jadi jadwal operasi dan janji kontrol yang penting dari para dokter senior dialihkan pada dokter lain, termasuk Sera.
Naasnya dia sudah lebih dulu mengabari kedua orang tuanya dan orang tua Nathaniel untuk datang hari ini, sehingga dia tidak bisa membatalkan atau menunda pertemuannya. Beruntung, seperti biasa Nathaniel menelpon Sera tadi siang untuk menanyai kabar, jadi Sera bisa segera menjelaskan situasinya dan meminta tolong pada Nathaniel.
Pria itu dengan senang hati mengabulkan permintaan Sera, dia langsung membuat booking-an di salah satu restaurant bintang lima kenalannya, dan mengirimkan gaun formal untuk Sera kenakan malam ini ke rumah sakit. Dan meski Sera akhirnya tetap terlambat karena jam operasi pasien terakhirnya baru selesai, syukurnya dia masih tetap bisa datang ke restauran untuk menemui orang tuanya dan orang tua Nathaniel.
"Maaf saya terlambat." Sera sedikit terengah, setelah sampai dengan berlari-lari dari parkiran dan diantar seorang pramusaji ke ruangan tempat pertemuan keluarganya.
Nathaniel yang duduk paling dekat dengan pintu masuk, menyambut Sera sambil tersenyum lembut. Dia mengulurkan tangan dan mempersilahkan Sera untuk duduk di sebelahnya, sementara ibu wanita itu, Hera Travoltra Aldarict yang sejak awal mengeluh atas keterlambatan Sera berekspresi kesal.
"Sera Aldarict, Mama yakin tidak pernah mengajari kamu untuk buat orang lain menunggu di pertemuan yang kamu buat sendiri, dari mana saja kamu?" tanya Hera.
"Maaf Ma, aku baru selesai operasi."
"Apa?" Hera melebarkan matanya, tidak percaya. "Di saat seperti ini pun kamu masih sibuk bekerja? Apa kamu tidak bisa minta orang lain untuk menggantikan kamu? Nathaniel dan keluarganya sudah menunggu sejak tadi."
"Hera."
Ibu Nathaniel, Qyra Anindia Arvino menyela, membuat Hera menghentikan omelannya dan menghembuskan napas. Meski begitu, ketidak sopanan yang dilakukan putrinya tetap membuatnya sedikit kecewa, pasalnya Sera sudah membuat Nathaniel dan kedua orang tuanya menunggu selama satu jam di tempat ini, di mana dia bahkan tidak bisa dihubungi.
"Lain kali tolong sesuaikan jadwal kamu dengan pertemuan yang kamu buat, Sera, Mama tidak suka kamu bersikap tidak sopan seperti ini."
"Ba—"
"Maaf Tante Hera, sepertinya ada salah paham." Nathaniel menjawab sebelum Sera menyelesaikan perkataannya. "Bukan Sera yang membuat pertemuan ini, saya yang meminta Sera untuk datang meski tahu jadwalnya sangat sibuk. Saya tidak peka karena terlalu senang Sera menerima lamaran saya."
Hera berdecak sebal. "Jangan membelanya Niel. Kamu pikir Tante tidak tahu sifat anak ini?"
"Saya tidak membelanya, Tante. Saya mengatakan hal sebenarnya."
"Suatu saat kamu akan menyesal selalu mengalah seperti itu, Niel."
Nathaniel tersenyum sopan, justru terlihat bangga. "Saya tidak keberatan selalu mengalah pada Sera."
Hera menggeleng, tidak habis pikir. "Astaga."
Sera yang dibela seperti itu melirik Nathaniel sedih, merasa sangat bersalah karena keterlambatan atas pekerjaannya. Namun Nathaniel tanpa menoleh menggenggam tangan Sera di bawah meja, dia seakan sedang berisyarat pada Sera bahwa dia baik-baik saja, dan Sera tidak perlu mengkhawatirkan apapun saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Let's test all the Borderlines
RomanceArvino #01 [full 18+ chap on my KaryaKarsa] 𝐍𝐚𝐭𝐡𝐚𝐧𝐢𝐞𝐥 𝐀𝐫𝐯𝐢𝐧𝐨. Dia putri sahabat ayahku. Wanita keras kepala yang terus berkata bahwa dia membenciku. Dokter bedah umum yang angkuh, dingin dan sama sekali tidak mempunyai hati. Siapa dia...