Vote and comment please.
***9 tahun berikutnya.
"Turnamen bola basket final Primrose High School dimenangkan oleh tim kelas 11 IPA B dengan skor akhir 36-15 melawan tim kelas 12 IPS A!"
Bunyi peluit dari wasit serta teriakan pemandu acara melalu speaker siang itu menandakan pertandingan basket empat babak dengan waktu permainan 4x12 menit telah selesai dilaksanakan.
Para pemain dari tiap-tiap tim langsung menjabat tangan sebagai tanda sportifitas, kemudian berlari ke pinggir lapangan dengan napas terengah untuk mengambil botol air minum dan beristirahat.
Teriakan girang para supporter tim yang bermain dalam turnamen memenuhi lapangan basket indoor sekolah, sebagian menyuarakan kegembiraan atas kemenangan tim kelas 11 IPA B dan sebagian lainnya mendukung tim kelas 12 IPS A yang kalah dalam permainan.
"Selamat kepada para pemenang, silahkan kepada kapten basket atau perwakilan tim kelas 11 IPA B untuk memberikan kata sambutan." Suara dari pemandu acara terdengar kembali setelah para pemain menghabiskan waktu lima menit untuk beristirahat.
Para supporter ikut kembali berteriak, mereka dengan begitu girang mengangkat papan nama dari sang kapten basket perwakilan tim kelas 11 IPA B dan menyuarakan dukungan mereka dengan sangat excited—hampir terlihat berlebihan.
"Aland, lo yang maju."
Perintah sang kapten basket perwakilan tim kelas 11 IPA B sambil mengelap keringat di tengkuk dan wajahnya yang bercucuran.
Salah satu pemanin yang dipanggil namanya oleh kapten basket itu mendelik tidak terima.
"Loh, kenapa gue? Kan lo yang kapten basketnya Niel?"
"Gue mau nyari Sera dulu, dia gak kelihatan dari tadi." Kata Nathaniel Arvino, yang membuat semua pemain tim kelas 11 IPA B menoleh padanya.
"Sera? Sera Aldarict si peringkat 1?" Tanya salah satu pemain yang sedang membuka atasan jersey hitamnya terkejut.
Nathaniel berdecak. "Memangnya gue kenal sama Sera yang mana lagi?"
Pemain lain bernama Bara tertawa bingung. "Ya enggak ada sih, tapi tugas lo buat winning-speech dengan Sera kan gak ada hubungannya."
"Ada. Semalam gue udah minta Sera buat datang ke pertandingan final, tapi dia gak datang. Jadi gue harus nyari dia buat minta alasan."
Semua pemain tim melongo dengan jawaban serius Nathaniel.
"Enggak nyambung Niel, lo mending berhenti ngebucin deh." Sungut Aland—pemain yang sebelumnya diminta untuk mewakili Nathaniel memberikan winning-speech— dan langsung disetujui oleh semuanya.
"Tau, Niel ngebucin mulu lo. Syukur-syukur di terima, ini lo malah selalu diabaiin Sera."
"Diem lo." Decak Nathaniel, tidak memedulikan perkataan teman satu timnya. Setelah keringatnya mulai mengering, dia langsung berdiri, berniat meninggalkan lapangan.
"Niel lo serius mau pergi?" Aland memastikan.
"Iya."
"Tapi lo kapten—"
"Biar gue yang gantikan Niel." Satu-satunya pemain tim yang sejak tadi tidak ikut membuka suara, menyahut untuk menenangkan anggota lain.
"Serius Helios?"
Anak laki-laki berambut hitam dengan kulit pucat itu mengangguk. "Iya"
Nathaniel segera menghampiri Helios Zarav—sahabat dekat, sekaligus partner yang meski engga, namun selalu bersedia mengantikannya dalam urusan apapun itu dengan senyum lebar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Let's test all the Borderlines
RomanceArvino #01 [full 18+ chap on my KaryaKarsa] 𝐍𝐚𝐭𝐡𝐚𝐧𝐢𝐞𝐥 𝐀𝐫𝐯𝐢𝐧𝐨. Dia putri sahabat ayahku. Wanita keras kepala yang terus berkata bahwa dia membenciku. Dokter bedah umum yang angkuh, dingin dan sama sekali tidak mempunyai hati. Siapa dia...