Chapter 24

15.8K 2.3K 191
                                    

Vote and comments please.
***

"Irene." Panggil Nathaniel saat berjalan kembali ke meja utama tempat Irene Aldarict masih berbincang dengan kenalan-kenalananya, setelah tadi dia meminta izin untuk pergi mencari angin ke balkon hotel.

Irene menoleh lalu tersenyum senang dengan wajah senjanya. "Niel, kamu kembali?"

Nathaniel mengangguk. "Iya, tapi maaf, apa saya boleh meminjam Bianca sebentar? Ada yang mau saya bicarakan berdua."

Irene terkejut namun sepersekian detik kemudian tertawa, begitupun kenalannya, ketika mendapati Bianca Hutagalung terdiam dibangkunya dengan wajah merona, tampak tersipu atas perkataan Nathaniel barusan.

Berdua—itu mengandung arti yang cukup agresif, terutama jika Nathaniel menujukannya pada Bianca, wanita yang sejak awal kedatangan mereka terus disebut sebagai pasangan resmi Nathaniel Arvino, sekaligus orang yang dikabarkan sudah membicarakan pernikahan pada keluarganya.

Mereka tidak mungkin tidak salah sangka atas perkataan pria itu.

"Tentu saja, kalian boleh pergi." Kata Irene, mempersilahkan.

"Terima kasih." Nathaniel tersenyum, lalu mengulurkan tangannya pada Bianca Hutagalung dengan begitu sopan, hingga kenalan-kenalana Irene yang berada di meja itu kompak kembali berseru gemas.

"Bianca."

Bianca membalas uluran tangan Nathaniel sambil tersenyum, mereka beranjak dari meja Irene Aldarict, melewati para tamu undangan di ballroom itu yang terkesima dengan betapa serasinya mereka berdua, kemudian menuju salah satu changing room yang disediakan khusus untuk tamu-tamu VIP di luar ruangan.

Ketika pintu changing room kosong itu tertutup, Nathaniel dengan impulsif mendorong Bianca ke dinding, memenjarakan wanita itu di antara tubuhnya, lalu menunduk, menatap Bianca dengan senyum seduktif yang membuat wanita itu luar biasa berdebar hingga reflek menggigit bibir bawahnya.

"Oh, dear." Nathaniel berbisik dengan suara dalam, dia mengusap pipi Bianca menggunakan punggung tangannya, turun menuju dagunya, kemudian mendongakan wajah wanita itu untuk mendekati wajahnya.

"Selama ini aku terlalu santai denganmu, apa sekarang aku harus mulai memberimu peringatan?"

Bianca mengerutkan kening, tidak mengerti apa yang baru saja dikatakan Nathaniel. "M-maaf?"

"Siapa yang memberikanmu izin untuk bicara dengan calon istriku, hum? Apa manager-mu yang tidak tahu malu itu?" Nathaniel bertanya tajam.

"Calon istri?" Bianca terperanjat. "Apa maksudmu Niel? Aku tidak tau siapa calon istrimu... aku juga tidak berbicara dengannya."

Nathaniel menarik sudut bibirnya, sorot matanya mendadak menjadi gelap. Sedangkan Bianca semakin bungkam, dia belum pernah sekalipun melihat ekspresi seperti ini dari Nathaniel.

"You surely understands me, beautiful. Kapan kau bertemu dengan Sera Aldarict? Dia jadi kesal karena kau membicarakan omong kosong padanya."

"Sera Aldarict?" Bianca teringat nama wanita yang dia temui tadi siang di butik

Jari-jari Nathaniel yang menggenggam dagu Bianca mulai berpindah menuju rahang wanita itu.

"Bukankah sudah ku bilang, jangan membicarakan omong kosong ayahmu pada keluarga Aldarict? Pernikahan kita tidak akan pernah terjadi, beautiful. Aku tidak tertarik padamu, lebih baik kau suruh saja ayahmu mencari pria kaya raya lain yang mau membeli wanita tidak tahu malu sepertimu."

"A.. apa?"

"Kenapa? Ah, apa kau pikir aku tidak tahu selama ini kau menyembunyikan seorang pria di apartmentmu? Apa dia kekasih gelapmu? You should be careful, Bianca. Ada banyak media yang memperhatikanmu tahun ini. Aku tidak mau investasi yang ku berikan pada mu mengalami kerugian."

Semua yang dikatakan Nathaniel membuat Bianca dengan cepat menjadi panik. Dia sama sekali tidak menyangka pria itu akan tahu tentang rahasia yang telah dia sembunyikan dari semua orang—bahkan dari orang tuanya, selama ini.

Tubuh Bianca gemetaran, dia segera memegang pergelangan tangan Nathaniel yang masih menggenggam rahangnya dengan wajah memelas.

"P-pak Nathaniel, saya bersumpah tidak melakukan apa-apa padanya. Kami hanya bicara. Dia yang menyimpulkan kalau kita akan menikah. A-anda tahu sendiri, berita tentang pernikahan kita sudah tersebar." Suara Bianca terbata-bata.

Nathaniel mengangguk. "Tentu saja. Aku juga tahu kalau manager sialanmu itu yang menyebarkan beritanya sampai membuat calon istriku harus mendengarnya."

"P-pak Nathaniel..."

Nathaniel tertawa sinis. "Sayang sekali. Padahal kau terlihat sangat sempurna sebagai Putri Indonesia, Bianca. Siapa sangka ternyata kau wanita tidak tahu malu, hum? Apa yang kau rencanakan dengan menyebarkan berita pernikahan kita? Kau mau mendapat keuntungan dan reputasi baik dari namaku lalu menikmatinya bersama pria simpananmu?"

"P-pak Nathaniel..."

Ekspresi wajah Nathaniel berubah tajam. Dia berada di titik di mana semakin lama, dia semakin tidak suka mendengar suara wanita yang telah membuat Sera menjadi kesal memohon padanya. Jadi spontan dia mencengkram rahang Bianca lebih kuat, mengabaikan keterkejutan wanita itu, dan anehnya lagi-lagi tersenyum lembut.

"I'm fucking warn you shit-stirrer. Jangan menguji kesabaranku dengan menyebarkan omong kosong pada Sera Aldarict. Kau tidak akan bisa menebak apa yang bisa ku lakukan untuk menghancurkan hidupmu, kan?"

Bianca tidak bergerak, mulutnya tertutup rapat, wajahnya pucat, namun dia tetap bisa mengangguk dengan sekuat tenaga.

"Aku mungkin akan mematahkan leher cantikmu ini dan merobek mulut manager-mu karena sudah membuat calon istriku marah. Apa kau ingin aku melakukannya?" Kata Nathaniel yang membuat Bianca mati-matian mengeleng, tubuhnya bergetar hebat.

"Good."

Nathaniel melepaskan remasan tangannya, mundur beberapa langkah dari Bianca lalu menatap wanita yang langsung jatuh bersimpuh di hadapannya dengan sinis.

"Ada baiknya sekarang kau mulai menjaga mulutmu dan mengatur manager mu, Bianca. Karena kalau kau masih mau berhalusinasi aku bisa jadi milikmu dan kita akan menikah, aku akan memastikan agar kau tidak bisa berpikir lagi untuk selamanya."

Nathaniel menghembuskan napas kemudian berdecak. "A fucking whore."

Bianca mengigit bibir bawahnya lebih kuat, jantungnya berdebar, namun kali ini dia tidak tersipu. Wanita itu justru ketakutan, pria yang berdiri tegak di depannya itu masih saja tersenyum tanpa rasa bersalah setelah mengatakan begitu banyak hal mengerikan pada Bianca.

"Nah, apakah sekarang anda mau menemani saya bertemu pemilik acara ini lagi sebelum pulang, Miss Bianca?" tanya Nathaniel, dia berjongkok lalu mengulurkan tangannya dengan sopan.

Bianca bungkam.

"Bukankah ini tujuan anda sengaja menunggu saya di depan pintu masuk tadi?"

***
With love.
Nambyull

Let's test all the BorderlinesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang