Chapter 16

17.3K 2.3K 258
                                    

Vote and comment please.
***

"Dokter Sera Aldarict!"

Sera sedikit terlonjak mendengar suara wakil direktur rumah sakit Welfare Hospital tempatnya bekerja memanggil namanya dengan suara tinggi. Mengejutkannya, dan membuatnya segera mengerjap, menatap wanita senja yang duduk hadapannya itu dengan wajah bersalah karena baru saja kehilangan fokus.

"Maaf, Ma."

Wakil ditektur rumah sakit itu menghela, dia meletakan rekam medis yang dibawa Sera beberapa saat lalu untuk dia periksa ke atas meja kerjanya, kemudian memerhatikan putri sulungnya yang terlihat tidak baik itu dengan lekat.

"Apa kamu baik-baik saja? Mama sudah memanggilmu 3 kali."

Sera mengangguk, berusaha memperbaiki raut wajahnya untuk kembali bersikap profesional. "Aku baik-baik saja, tadi Mama bilang apa?"

"Dokter Ladyra Giovane, ketua kesektariatan IDI (*Ikatan Dokter Indonesia) mengajukan proposal agar kamu mengisi materi seminar untuk bulan ini dan bulan depan. Dia terus meminta—mendesak lebih tepatnya, Mama untuk membujukmu karena tiga penelitian ilmiahmu diterima oleh pihak IAMedR (International Association Medical Research) hanya dalam kurun waktu 6 bulan." Hera Travoltra Aldarict mengulangi perkataan yang sudah diabaikan Sera sebelumnya.

"Tidak bisa, Ma. Aku sedang sibuk menurus doktoral ku. Jadwal operasiku juga padat sampai tiga bulan ke depan." Sera menjawab cepat.

"Kenapa padat sekali?" Hera berubah kahwatir. "Are you okay? Apa kamu tidak kelelahan?"

Sera mengangguk. "Ya Ma, aku baik-baik saja."

"Tapi wajahku keliatan lelah sekali, apa mau Mama bilang ke pihak administrasi untuk mengurangi shift kerja kamu?"

"Tidak apa-apa Ma, aku baik-baik saja."

"Kamu yakin?"

"Iya Ma."

Hera menghela, menyenderkan tubuhnya pada senderan kursi menghadapi sifat kaku dan selalu menghindari masalah emosional milik putri sulungnya yang begitu mirip dengan sifat suaminya.

Dia tidak sepenuhnya tahu apa yang terjadi, tapi dia yakin pasti berkaitan dengan hubungan putrinya dan Nathaniel Arvino, putra temannya yang padahal terlihat membaik beberapa waktu belakangan.

Entah apa yang sudah terjadi, hingga Sera terlihat gusar seperti ini sepanjang hari.

"Kamu mirip sekali dengan Papa mu, Sera. Selalu bilang tidak apa-apa pada Mama." Hera cemberut. "Apa kamu tidak percaya pada Mama, makanya tidak mau mengatakan hal apa yang sedang terjadi?"

Sera dengan panik menggeleng. "Bukan begitu Ma, tapi aku—"

"Tidak mau membuat Mama kahwatir?"

Sera mengangguk.

"Kamu putri Mama, Sera." Hera berdecak, meski dia maklum. "Kamu sudah membuat Mama kahwatir sejak pertama kali hadir dalam perut Mama. So it's okay, tell me everything you want to tell, masalah itu tidak baik dipendam sendiri. Kamu akan menyakiti diri kamu kalau begitu, sayang."

Let's test all the BorderlinesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang