Vote and comment please.
***Satu bulan terlewat sejak hari itu, Sera sedang melakukan visit pasien rutin paginya bersama perawat dan beberapa dokter co-ass yang berjalan mengikuti di belakang.
Dia tidak banyak memberi pertanyaan pada dokter co-ass bimbingannya hari ini, padahal dari awal menjadi staff pembimbing, Sera adalah salah satu dokter pembimbing yang paling dihindari karena sering memberi pertanyaan terkait kasus yang dikunjungi.
Namun wanita itu bersikap tidak acuh lagi hari ini, sudah satu bulan belakangan dia hanya menanyakan hal-hal umum terkait perkembangan penyembuhan pasien yang mereka kunjungi pada co-ass secara bergantian, lalu melanjutkan visit rutin pagi mereka, bahkan tanpa memberikan tugas tambahan selain laporan wajib per-dua minggu di stase bedah umum.
Sera tampak banyak pikiran, dan semua orang menduga hal itu berkaitan dengan rumor yang mengatakan bahwa dia tengah sibuk mempersiapkan pernikahannya dengan seorang pengusaha kaya raya, belakangan ini.
"Pasien selanjutnya, Bu Arini dari kamar 7889 terkena enema subuh tadi karena ensefalopati hepatik*, suhu tubuhnya naik jadi 38,8 derajat dan nilai bilirubin*-nya semakin buruk, Dok."
Perawat yang mendampingi rombongan Sera melaporkan saat mereka hendak menuju kamar rawat pasien terakhir yang dijadwalkan untuk kunjungan.
"Kalau begitu, besok jadwalkan beliau untuk tes MRCP (magnetic resonance cholangiopancreatography)*, dan kita lakukan PTBD (Percutaneus Transhepatic Biliary Drainage)* bila saluran empedunya memanjang akibat kanker." Kata Sera setelah mengecek pemberitahuan di ponselnya. Tidak ada pesan ataupun telpon, sehingga dia kembali memasukannya ke dalam saku.
"Baik dok."
Wajah tanpa ekspresi wanita itu menjadi berubah ramah saat sampai di depan ruang rawat inap pasien, dia tersenyum simpul sebelum membuka pintu, dan memasuki ruangan.
"Selamat pagi."
Suami pasien di dalam ruangan itu menyambut Sera serta rombongannya dengan ekspresi lega. "Pagi, Dok."
"Bagaimana kondisinya?" Tanya Sera.
"Istri saya semakin lesu, kurang bisa mengenali orang dan terus kesakitan, Dok. Saya khawatir kondisinya semakin buruk."
Istri pria setengah baya itu merintih pelan di atas kasur rawat, tidak bisa menanggapi. Sera lantas menoleh pada perawat untuk meminta status pasien, dan membacanya dengan seksama. Keningnya mendadak mengkerut.
"Saat ini, nilai bilirubin istri anda sangat buruk, Pak. Saya rasa kankernya sudah menjalar sampai ke saluran empedu dan menyumbatnya. Saya akan menjadwalkan istri Bapak untuk tes MRI (Magnetic Resonance Imaging)* khusus untuk melihat saluran empedu besok, dan bila dugaan saya benar, kami akan segera melakukan tindakan salir empedu—yaitu prosedur menyalurkan cairan yang berlebihan dengan cara menusuk saluran empedu istri Bapak."
Suami pasien terkejut mendengar penjelasan Sera mengenai kondisi istrinya dan proses perawatan yang harus dia jalani. Semangatnya seolah menghilang, dia menatap istrinya dengan sedih.
"Apa istri saya perlu menjalaninya, Dok? Dia sudah sangat kesakitan."
Sera mengangguk, walaupun agak merasa bersalah. "Maafkan saya Pak, tapi untuk saat ini, istri Bapak memang harus menjalani prosedur tersebut."
Suami pasien tampak berat memberikan keputusan, walaupun demikian, dia tetap menyetujui pertimbangan Sera—sebagai dokter yang sedang merawat istrinya, dan berharap agar istrinya dapat segera disembuhkan. "Baiklah dok."
KAMU SEDANG MEMBACA
Let's test all the Borderlines
RomanceArvino #01 [full 18+ chap on my KaryaKarsa] 𝐍𝐚𝐭𝐡𝐚𝐧𝐢𝐞𝐥 𝐀𝐫𝐯𝐢𝐧𝐨. Dia putri sahabat ayahku. Wanita keras kepala yang terus berkata bahwa dia membenciku. Dokter bedah umum yang angkuh, dingin dan sama sekali tidak mempunyai hati. Siapa dia...