Vote and comment please
***Delapan tahun yang lalu.
Malam itu hujan, padahal satu harian matahari terik hingga terasa panas sekali. Namun Nathaniel Arvino yang berusia 23 tahun, tahun itu tidak mempermasalahkannya, pria itu justru terlihat sangat tenang menonton siaran akhir pekan bersama tunangannya di apartemen penthouse yang sudah jadi tempat tinggal mereka selama satu tahun belakangan.
Nayaka sedang merebah dipangkuan pria itu, tersenyum tipis sembari mengemil kue coklat dari toples saat merasakan tangan hangat Nathaniel pelan-pelan mengusap perutnya yang mulai membesar pada kehamilan berusia 20 minggu.
Buah cinta yang menjadi hadiah 8 tahun perayaan hubungan mereka.
Wajah Nayaka yang begitu bahagia saat memberitahu Nathaniel tentang kehamilannya beberapa minggu lalu masih tergambar jelas.
Pipi wanita itu memerah, matanya berkaca-kaca seolah akan menangis, lalu bibirnya tersenyum begitu gembira sehingga tidak bisa dia kendalikan ketika menyerahkan tiga buat test pack dengan hasil positive pada Nathaniel.
Luapan emosi; terkejut, bahagia, terharu, dan takjub yang saling beradu saat itu, membuat Nayaka bahkan tidak bisa tidur sampai keesokan harinya.
Dia tidak menyangka akan segera menjadi ibu dari anak pria yang sangat dia cintai hari itu.
Sementara Nathaniel yang awalnya tidak pernah memikirkan rencana seperti "memiliki anak" pun sama terkejutnya seperti Nayaka, dalam beberapa detik dia terdiam seakan kehilangan kata-kata, lalu menit selanjutnya euphoria membuncang memenuhi rongga dadanya.
Rasa bahagia itu menyentaknya, hingga dia sendiri tidak sadar sudah merasakan kebahagiaan yang begitu besar, selain dari orang yang dia pikir bisa memberikannya kebahagiaan.
Sejak saat itu Nathaniel tidak pernah membiarkan Nayaka merasa kekurangan, dia memberikan segala hal terbaik yang bisa dia berikan pada tunanganya. Mulai dari kebutuhan pokok, hingga keinginan sepele yang sewaktu-waktu Nayaka inginkan.
Nathaniel bahkan tidak lupa menghubungi Nayaka beberapa kali dalam sehari hanya untuk mengetahui kabarnya, dan selalu berangkat serta pulang kerja bersama karena tidak ingin wanita terluka.
"Niel, bagaimana kalau aku melahirkan di Inggris?" Nayaka bertanya saat film dokumenter yang mereka tonton sejak tadi, terjeda iklan.
Nathaniel menoleh dengan ekspresi bingung. "Inggris?"
Nayaka mengangguk. "Iya, aku dengar dari Ayah kau sedang mengajukan proposal kerja sama dengan perusahaan di sana. Jadi sekalian kau bekerja, sekalian aku mempersiapkan persalinan."
"Persalinan?" Nathaniel tidak bisa menahan tawa pelan yang meluncur dari bibirnya, dia menunduk lalu mengecup pelipis tunangannya itu sembari mengelus pelan perut buncitnya. "Anak kecil ini masih tiga bulan, Naya."
Nayaka berdecak sebal. "Tapi aku ingin ke sana. Apa kau tahu, tempat persalinan itu bisa mempengengaruhi wajah anak? Anak kita bisa jadi sepuluh kali lebih tampan atau cantik jika dilahirkan di negara yang banyak orang tampan atau cantiknya."
"Benarkah?" tanya Nathaniel dengan senyum geli. "Jadi kau ingin anak kita jadi sepuluh kali lebih tampan atau cantik dan tidak mirip denganku?"
Nayaka terpaku, cepat-cepat menegakan tubuhnya, dan menggeleng untuk menyangkal. "Eh? Bukan. Aku ingin anak kita miripmu, tapi.... kalau lebih tampan atau cantik kan lebih bagus."
"Yasudah." Kata Nathaniel mengalah, dia kembali tertawa pelan. "Kau mau tinggal di daerah seperti apa? Di tengah kota, atau pedesaan?"
"Pedesaan?" Nayaka mengusulkan. "Aku pikir akan bagus, tapi tidak perlu jauh dari kota. Jadi setelah pekerjaanmu selesai, kau masih sempat pulang."
KAMU SEDANG MEMBACA
Let's test all the Borderlines
RomanceArvino #01 [full 18+ chap on my KaryaKarsa] 𝐍𝐚𝐭𝐡𝐚𝐧𝐢𝐞𝐥 𝐀𝐫𝐯𝐢𝐧𝐨. Dia putri sahabat ayahku. Wanita keras kepala yang terus berkata bahwa dia membenciku. Dokter bedah umum yang angkuh, dingin dan sama sekali tidak mempunyai hati. Siapa dia...