Chapter 39

8.9K 760 83
                                    

Vote and comment please
***

           Nathaniel memandang wajah Sera yang sedang tertidur lelap di atas ranjang dengan tatapan hening. Otot rahangnya mengejang, dia masih tidak bisa tidur, bahkan setelah berjam-jam bercinta yang lebih mirip perkawinan binatang buas.

Nathaniel merasa tidak tenang. Ada yang mengganjal hatinya.

Dia mulai habis kesabaran, tidak tahan terus terlihat bisa mengontrol diri dan berakal sehat, sementara setiap hari yang dia lakukan adalah berfantasi mengurung Sera dalam pelukannya.

Memilikinya sendiri sampai tidak ada yang bisa bertemu dengan Sera. Menghapuskan kebebasan yang wanita itu miliki agar dia tidak bisa melarikan diri dari sisi Nathaniel lagi, membuatnya tidak bisa berdiri dengan kakinya sendiri lagi, tidak bisa membuat keputusan untuk dirinya sendiri lagi, dan tidak bisa hidup selain bersama Nathaniel lagi.

Keserakahannya mulai menggila.

Terutama karena Sera terus menarik dan mendorongnya secara bersamaan.

Satu hari dia mengatakan keberatan dengan pernikahan mereka, satu hari lain dia mengatakan sangat menginginkan Nathaniel.

Dia memperlakukan hubungan mereka tidak cukup berharga sampai dia tidak rela meninggalkan pekerjaannya, dan berpikir seolah-olah Nathaniel akan terus mengejarnya... berada di sisinya... menantinya... menunggunya... seperti orang idiot yang tebutakan cinta.

Tapi naasnya yang Nathaniel rasakan bukan hanya cinta. Pria itu lebih ingin memilikinya, ingin menguasainya, ingin mengikatnya, ingin melumpuhkannya agar wanita itu bahkan tidak bisa bernapas tanpa Nathaniel lagi.

"Maafkan aku." Nathaniel mengusap pipi Sera yang tertidur di dalam dekapannya hati-hati, wajahnya yang tanpa emosi kontras dengan perminta maafannya. "Maafkan aku, Sayang. Tapi kau tidak memberikan ku pilihan."

Nathaniel lantas beranjak dari kasur, memunguti bajunya yang berserakan di bawah lantai dan memakainya. Dia menghubungi asistennya saat berjalan keluar dari kamar.

"Keluarkan beritanya." Perintah Nathaniel, tidak menunggu sapaan sopan asistennya. Dia melirik kamar Sera dengan sorot mata dalam. "Pastikan keluarga Aldarict tidak bisa menghentikan para media."

"Aku mau reputasinya jadi sangat buruk, agar tidak ada yang bersimpati padanya." Ujarnya lagi, tidak sedikitpun ragu-ragu atau merasa bersalah.

"Sera Aldarict harus berada diposisi terendah agar dia tidak punya pilihan selain berlindung dipelukanku."

***

          Jam menunjukan pukul 11 siang. Sera terusik oleh sinar matahari yang berhasil menyusup masuk ke cela-cela gorden kamarnya yang masih tertutup, menyilaukan wajahnya, dan membuatnya terpaksa membuka mata untuk bangun.

Setelah satu bulan, suasana hatinya membaik. Meski rasa remuk, pegal, dan nyeri di sana-sini akibat percintaannya bersama Nathaniel tadi malam langsung menyerang tubuhnya ketika mengumpulkan kesadaran.

Sera merasa paginya akan jadi jauh lebih baik jika saja orang yang dia rindukan selama satu bulan belakangan adalah orang pertama yang dia lihat pagi ini.

Sayangnya tidak. Pria itu sudah tidak ada di kamar. Pergi entah ke mana, meninggalkan nampan berisi sarapan lengkap, kopi yang terlihat masih hangat, serta sebuah kartu di atas nakas.

Let's test all the BorderlinesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang