Vote and comment please.
***"Apa Sera tetap jadi kuliah ke luar negri?"
Sera menoleh kepada Qyra Anindia Arvino ketika sedang mengambil biskuit coklat kering yang disajikan oleh para pelayan kediaman Arvino di atas meja, sore itu.
"Iya, Tante." Jawab Sera sambil tersenyum sopan, lalu memakan biskuit coklatnya.
"Padahal di sini banyak universitas negri dan swasta yang bagus. Kenapa harus ke luar negri sih sayang? Apa kamu tidak suka belajar di sini?"
Sera tertawa canggung. "Ehm, tidak, bukan begitu Tante... tapi..."
"Kamu mirip sekali dengan Papa mu yang studyholic." Qyra menyela, dia menghela napas panjang, sangat menyayangkan.
Dia kemudian menatap Hera Travoltra Aldarict—ibu Sera sekaligus kolega dekatnya yang duduk di sebelah mereka, meminta pertimbangan untuk membujuk kembali.
Hari ini Qyra mengadakan acara piknik kecil-kecilan bersama keluarga Aldarict karena sudah tidak bertemu sudah hampir tiga bulan, namun hanya Hera, Sera serta Jocelyn—putri bungsu keluarga Aldarict saja yang bisa datang.
Seperti Romeo Arvino suami Qyra yang sedang berada di Hong Kong untuk urusan bisnis, kata Hera, Sean Aldarict suaminya juga tidak bisa hadir karena ada seminar di Singapore yang harus dia hadiri. Sementara anak kedua dan ketiganya—Louisa serta Hedylie Aldarict sedang mengikuti les yang tidak bisa ditinggalkan, seperti Sirenna, anak kedua Qyra yang sedang latihan untuk lomba cerpen bulan depan.
"Apa kau tidak marah, Hera? Anak sulungmu akan belajar di luar negri dan mungkin tidak akan kembali 8 sampai 12 tahun ke depan? Sera sekalian mengambil magister di luar negri juga kan?"
Hera menggeleng. "Tidak apa-apa. Lagipula itu keinginanya, aku tidak akan memaksa anak ku melakukan sesuatu yang tidak mereka sukai."
Hera tersenyum santai, lantas meminum tehnya yang masih hangat.
"Kalau Niel dan Nana bagaimana? Sudah menentukan kuliah di mana?"
Qyra menghela lagi, melirik Nathaniel yang duduk di hadapan Sera dan tengah menatap Jocelyn dan adik bungsunya sedang bermain trampolin di taman dengan malas. Laki-laki berumur tujuh belas tahun itu jelas tidak akan datang ke tempat ini jika bukan Qyra yang memintanya.
"Ya, Nana memang akan kuliah di sini. Dia mau mengambil jurusan sastra dan ingin bergabung dengan penerbitan Ayahku, sedangkan Niel belum mau menjawab. Romeo sedikit keras padanya, jadi dia tidak tahu mau ke mana, yang jelas Niel akan mulai serius belajar mengurus perusahaan setelah lulus."
"Astaga, pria jahat itu!" Hera mendecakan bibirnya.
"Tapi kau harus membela anak-anakmu ya Qyra. Melakukan hal yang tidak disukai itu tidak menyenangkan. Ya kan, Niel?"
Nathaniel yang dipanggil langsung menoleh, dia tersenyum, mengangguk lalu menyetujui semua perkataan Hera meski dari tadi dia tidak mendengarkan.
"Iya Tante."
"Tapi Mama, bukankah tugas pewaris utama memang harus seperti itu?" Sera mengerutkan kening, tidak setuju dengan perkataan Hera.
"Om Romeo sudah melakukan hal yang benar, menurutku. Grand Group—perusahaan milik keluarga Arvino kan perusahaan global, mirip Aldarict Holding punya Opa. Nathaniel harus diajari sedini mungkin. Jika dia tidak siap saat waktunya mengambil alih, bukankah pandangan orang-orang pada Nathaniel akan buruk dan mengganggu keadaan perusahaan?"
Qyra, Hera, dan Nathaniel terdiam, mereka kompak memerhatikan wajah serius Sera dengan sangat kebingungan.
"Jika dari awal tidak mau jadi pewaris utama, harusnya Nathaniel bilang pada Om Romeo agar Om Romeo bisa menyiapkan rencana untuk mencegah kekacauan perusahaan dari jauh-jauh hari."
KAMU SEDANG MEMBACA
Let's test all the Borderlines
RomanceArvino #01 [full 18+ chap on my KaryaKarsa] 𝐍𝐚𝐭𝐡𝐚𝐧𝐢𝐞𝐥 𝐀𝐫𝐯𝐢𝐧𝐨. Dia putri sahabat ayahku. Wanita keras kepala yang terus berkata bahwa dia membenciku. Dokter bedah umum yang angkuh, dingin dan sama sekali tidak mempunyai hati. Siapa dia...