Vote and comment please.
***Siang itu hujan. Padahal sudah akhir tanggal di bulan Juli, tapi sejak tadi pagi hujan belum juga menunjukan tanda-tanda akan berhenti.
Warna langit masih muram dan suhu disekitar begitu dingin, tapi bagi Nathaniel itu sama sekali tidak berarti, karena sejak duduk di meja baca paling pojok perpustakaan sekolah, dan menatap ke arah luar jendela sambil bersedekap, dia tidak bisa merasakan apapun.
Tenggelam oleh pemikirannya sendiri, dia lagi-lagi memikirkan ulang apa alasan sebenarnya Sera enggan mendekatinya.
Sudah nyaris setahun sejak Sera benar-benar menjauhinya, dan sudah selama itu juga dia membangun tembok yang semakin tinggi untuk Nathaniel.
Sera mendorong Nathaniel jauh-jauh dari jangkauannya, dan walaupun hubungannya dengan adik kembar Nathaniel baik-baik saja, namun Sera telah menutup akses untuk mendekatinya dari kesempatan manapun.
Dia tidak pernah lagi memberikan Nathaniel kesempatan untuk berbicara. Mengabaikan, dan menghindari, Sera dengan sangat jelas memperlakukan Nathaniel seperti orang asing yang tidak pernah sekalipun dia kenal.
"Nathaniel!"
Nathaniel menutup matanya saat mendengar suara perempuan yang sudah seminggu ini terus mengikutinya ke manapun dia pergi.
"Nathaniel, aku mencari mu ke mana-mana."
Nayaka Gayatri, duduk di bangku sebelah Nathaniel tanpa permisi, lalu tersenyum lebar saat meletakan plastik transparan berisi roti dan minuman ke atas meja.
"Kenapa kau di sini?" Tanya Nathaniel acuh tak acuh, tidak mengalihkan tatapannya dari jendela perpustakaan.
"Kau tidak ada di kelas dan kantin, jadi aku pikir kau akan ada di sini."
Nathaniel menghela dengan napas berat kemudian mengusap wajahnya lelah. Suasana hatinya yang sudah buruk, semakin berantakan bertemu dengan Nayaka. Padahal dia melarikan ke perpustakaan karena tahu jarang ada siswa yang mau datang.
Nayaka mencondongkan tubuhnya pada Nathaniel, tiba-tiba menghidu aroma pahit yang tertinggal di seragam putih laki-laki itu lalu menatapnya dengan wajah khawatir.
"Bau rokok, apa kau merokok lagi?"
Nathaniel tidak menjawab.
"Nathaniel, maafkan aku jika aku mengganggumu, tapi aku adalah kekasihmu sekarang." Nayaka cemberut. "Bisakah kau tidak mengabaikanku?"
Tidak mendapat jawaban lagi dari Nathaniel, suara Nayaka bergetar. Dia terdengar seperti akan menangis, dan Nathaniel menduga bahwa dia memang tahu Nathaniel tidak bisa melihat perempuan manapun menangis di hadapannya, karena setiap kali Nathaniel bersikap tidak peduli padanya, Nayaka akan berbicara dengan suara bergetar seolah-olah akan menangis.
Nathaniel menghembuskan napasnya jengah. "Berhentilah. Kau tahu kenapa aku menerimamu."
Nayaka meremas tangan, wajahnya terpukul. "Untuk membuat Sera cemburu kan? Tapi apa kau tidak bisa bersikap baik sedikit aja padaku? Setidaknya anggap aku temanmu, Nathaniel. Aku setuju dengan keinginanmu karena aku peduli padamu, kita bukan musuh. Aku tidak akan pernah menyakitimu."
"Ya, terima kasih, tapi tidak. Aku tidak ingin berteman denganmu."
"Kenapa?" Nayaka masih menuntut. "Apa karena aku bukan teman kecilmu seperti Sera? Atau karena aku tidak sepintar dan sekaya Sera sehingga aku tidak bisa berteman denganmu?"
Nathaniel melirik Nayaka bosan. "Karena kau bukan Sera."
"Apa?" Nayaka tersinggung. "Lantas? Karena aku bukan Sera jadi aku tidak boleh dekat denganmu?"
"Nathaniel apa kau sadar sedang mengejar orang yang tidak mau dikejar? Sera tidak mau bersamamu. Nana bahkan bilang, perempuan itu tidak peduli meski kau sudah menyukainya sejak kecil."
"...."
"Apa yang sebenarnya kau lihat darinya? Dia selalu mengabaikan dan menyakitimu, Nathaniel. Sera bersikap baik padamu karena hubungan keluarga kalian. Dia pernah tulus padamu!"
Nathaniel segera berdiri, menatap Nayaka dengan ekspresi tajam. "Ku peringatkan kau!" Katanya sinis. "Jangan ikut campur urusanku."
Dia kemudian berbalik, hendak pergi dari sana, namun Nayaka dengan cepat menahannya, menyelipkan lengannya di pinggang Nathaniel dan memeluknya erat.
"Hentikan." Pinta Nayaka putus asa. "Aku mohon, Nathaniel. Berhentilah mengejarnya, kau tidak akan dapat apa-apa."
Nathaniel menggertakan rahangnya tidak suka. "Lepas."
Nayaka tidak mengindahkan perkataan Nathaniel.
"Aku tidak akan berkata tiga kali Nayaka. Lepaskan!"
Nayaka semakin mengeratkan pelukannya. "Akan aku lepaskan." Katanya, seakan tidak takut. "Tapi kabulkan satu permintaanku."
Nathaniel tidak menjawab.
"Bilang kau mencintai aku, Nathaniel." Suara Nayaka merendah. "Tidak apa-apa jika kau berbohong, tapi tolong sekali aja, bilang kau mencintaiku."
Nathaniel terdiam sedikit lama, cukup terkejut atas permintaan Nayaka Gayatri.
Ada banyak orang yang memberikannya pernyataan cinta selama ini, yang memaksa untuk menjadi kekasihnya ada lebih banyak lagi, tapi belum ada yang meminta pernyataan cinta dari Nathaniel, seakan jika mereka sudah menyukai Nathaniel maka perasaan laki-laki itu tidak penting.
Hanya satu orang yang baru menerima pernyataan seperti itu darinya—Sera Aldarict, dan sayangnya dia tidak pernah menginginkan pernyataan seperti itu dari Nathaniel.
Jadi aneh sekali mendengar seseorang menginginkan Nathaniel memberikan pernyataan cinta padanya, seolah perasaan laki-laki itu adalah hal yang terpenting baginya. Seolah tidak apa-apa jika semuanya palsu, asal dia bisa merasakan bagaimana rasanya dicintai oleh laki-laki itu.
"Lepaskan aku, Nayaka." Nathaniel terdengar tidak yakin. Dia menuduk saat ragu-ragu menyentuh lengan Nayaka yang memeluk perutnya.
"Aku tidak—"
Perkataan Nathaniel terhenti. Tiba-tiba Nayaka membalikan tubuhnya, berjinjit untuk meraih tengkuk Nathaniel, kemudian menyentuhkan bibir mereka berdua dalam gerakan impulsif.
Mengejutkan Nathaniel, membuat dadanya berdetak secara tidak nyaman, hingga dia reflek menahan bahu Nayaka untuk menahan ciuman mendadak itu.
"Aku mencintaimu."
Nayaka berbisik di antara bibir mereka, mengabaikan kebungkaman Nathaniel, ciumannya mendalam.
Nathaniel tidak bisa berpikir. Suara napas memburu perempuan itu penuh di telinganya, membuat terhanyut. Ketika dia perlahan menutup mata dan akan membalas ciuman perempuan itu... brak—suara buku terjatuh membuat mereka reflek memisahkan diri.
"M-maaf, aku..."
Sera berdiri tidak jauh dari mereka, di dekat rak, dia menatap Nathaniel dan Nayaka yang masih terengah dengan tubuh gemetaran. Raut wajahnya terlihat syok.
"Sera."
Nathaniel sama terkejutnya.
Laki-laki itu dengan panik mendekat, ingin menjelaskan, namun Sera lebih dulu berlari keluar, terburu-buru meninggalkan perpustakaan.
"Tidak, Sera. Tunggu!"
"Nathaniel!"
Nayaka menahan tangan Nathaniel, dalam hati begitu senang. Rencananya agar Sera melihat kedekatan Nathaniel dan dirinya berjalan dengan sangat baik, tanpa perlu dia berusaha.
Meski begitu dia tetap mengatur raut wajahnya menjadi sedih, penuh harap agar Nathaniel tidak meninggalkannya.
"Jangan kejar dia."
"Lepas!"
Nathaniel melepaskankan tangan Nayaka tanpa ragu-ragu, segera berlari keluar untuk mengejar Sera yang salah paham.
***
With love,
Nambyull
KAMU SEDANG MEMBACA
Let's test all the Borderlines
RomanceArvino #01 [full 18+ chap on my KaryaKarsa] 𝐍𝐚𝐭𝐡𝐚𝐧𝐢𝐞𝐥 𝐀𝐫𝐯𝐢𝐧𝐨. Dia putri sahabat ayahku. Wanita keras kepala yang terus berkata bahwa dia membenciku. Dokter bedah umum yang angkuh, dingin dan sama sekali tidak mempunyai hati. Siapa dia...