DAY 17

3.8K 501 82
                                    


"Ah sial, gue telat mulu anjir." Jimin beralri menuju gerbang yang kini sudah tertutup rapat.

"Ngapain lo masih disitu?" Yoongi bertanya di belakangnya, tampaknya kembali terlambat juga.

Jimin menoleh, "jualan koran. Ya telat lah!"

Yoongi mendengus lalu meraih tangan Jimin untuk berjalan ke samping bangunan. Ada tembok setinggi kepala manusia dewasa namun lebih sedikit. "Kita panjat ini, biar gak perlu keluar duit."

"Gue nggak bisa manjat!" Keluh Jimin.

Yoongi berdecak. "Terus lo bisanya apa?"

Jimin memutar bola mata. "Ya nggak tau!"

Yoongi menghela napas dengan decakan kesal. "Naik." Yoongi berjongkok agar Jimin bisa menginjak punggungnya dan meraih tembok itu.

"H-hah?"

"Naik. Tuli lo?"

Jimin mendengus, menginjakan sepatu baru ya di atas bahu Yoongi yang kini menumpu tubuhnya kepayahan.

"Terus ini gimana?"

"Ck. Naikin kaki lo ke temboknya, kaya lo naik kasur!"

"Susah Gi! Gue takut jatoh!" Rengek Jimin.

"Ayo Park Jimin, lo bisa, lo pasti bisa." Ucap Yoongi meyakinkan.

Jimin mengatur napas dan mulai menaikan kakinya hingga ia berada di puncak sana. "Gi gue takut loncatnya." Bisik Jimin. Jadi ia hanya duduk di tembok pembatas itu dengan gugup.

Yoongi lagi-lagi menghela napas, ia pun mulai meloncat untuk memanjat tembok itu dan meloncat dengan mendarat mulus.

"Ayo loncat, gak akan jatoh, gue tangkep." Yoongi mengulurkan tangan.

Jimin menatap Yoongi, "nanti lo jailin gue!"

"Nggak akan Ji, cepetan keburu ketauan!"

"Iya-iya!" Jimin mulai mengambil ancang-ancang. Dan melompat sekaligus pada Yoongi.

Hingga mereka harus terjatuh pada tumpukan daun kering hasil sapuan para pembersih sekolah.

"Minggir, lo berat." Yoongi mendorong Jimin agar menjauh dari atas tubuhnya.

"S-sori-sori." Jimin pun mulai bangkit dan menepuk-nepuk seragamnya.

Yoongi juga bangkut dan menepuk celana abu-abunya. "Eh, ini." Jimin meraih dedaunan di rambut Yoongi dan membuangnya sembarang.

Yoongi berdeham kecil lalu mulai melangkah menuju kelas.

"Eh Gi, itu.. apa– makasih." Ucap Jimin.

"Hm."

"Jimin! Gila lo! Telat gak ngotak!" Seru Seokjin. "Gue udah minta Joko biar pundah duduknya sama lo, kadi Yoongi bakal duduk sama Joni di belakang. Masalah tugas, tinggal tuker file aja."

Jimin menoleh pada Yoongi yang kini sudah duduk di bangkunya. "Nggak deh, gue capek nyusun lagi, Jin. Udah seminggu, udah kagok." Jawab Jimin.

"Yaelah Ji, gue udah capek-capek bujuk Joko loh biar mau duduk sama si homo." Lanjut Taehyung.

"Dia punya nama, Taehyung." Jimin mendengus. "Gue nggak akan pindah. Makasih tawaranya."

••••

"Jung, beneran semalem Lisa tag lo sampe rame di base confess?" Tanya Jimin sembari memperhatikan layar ponselnya.

Jungkook menggedik, "bodo amat." Jawabnya.

"Lisa cantik loh, liat keren gini dia yang confess duluan mana di media umum lagi. Lo tau kan sesusah apa dia?" Jimin menunjuk-nujuk profil Lisa.

"Nggak peduli ah, gue cuma peduli sama lukisan-lukisan gue." Jungkook menimpali dengan cuek.

"Atau jangan-jangan..." Jimin menunjuk wajah Jungkook.

"Apa?" Jungkook menaikan kepala.

"Woy! Gak pada nungguin gilak!" Seokjin menepuk bahu kedua temannya, datang bersama Taehyung seperti biasa.

"Lo berdua sih lama, goda-goda cewek mulu." Rutuk Jimin.

"Seru Ji, btw Seulgi gimana?" Tanya Taehyung.

"Gak tau." Jimin menggedikan bahu cuek.

Jungkook tersenyum kecil, Jimin kan tidak suka perempuan.

••••

"Kita ke rumah lo aja kek, di rumah gue pasti rame soalnya Papa bawa temennya main golf. Gimana?"

Yoongi menggeleng, "kita cari kafe belajar deket sini aja." Jawab Yoongi. Ia tak akan membuka rahasianya sekarang.

Jimin mendengus. "Yaudah buruan, panas nih." Keluhnya.

"Ck. Dasar manja."

"Ya emang! Emang! Terus kenapa, hah?! Hah?!"

"Lo ngegas mulu bangsat." Yoongi pun berjalan duluan meninggalkan Jimin.

Jimin yang ditinggalkan berlari menyusul dengan kesal. Yoongi ini main pergi-pergi saja dasar tidak tahu diri.

"Kita mau kemana?"

"Akhirat." Jawab Yoongi sembari berbelok ke gang kecil lalu masuk ke salah satu kedai kopi.

"Ih! Ngomongnya kok gitu." Jimin memajukan bibir walau tak pelak ikut masuk dengan Yoongi.

"Hari ke delapan, ya?" Jimin mulai menulis pada jurnalnya.

"Gerak-gerik. Min Yoongi; aneh kaya setan, kadang waras kadang gila." Jimin tersenyum manis setelah berkata demikian.

"Park Jimin; kaya orang gila, gak ngegas gak idup." Balas Yoongi.

"Loh kok gitu sih?!"

"Gitu apanya?" Yoongi mengangkat alis bertujuan membuat Jimin semakin kesal.

"Gak usah so jahat, Biasanga juga petakilan doang. So pendiem." Maki Jimin kesal.

"Lah kok sewot?"

"Ya bodo amat lah." Jimin merajuk sembari menyandarkan punggung ke kursi.

"Mbak! Ini saya pesen iced americano sama milkshake stroberinya, ya."

"Baik, mas tunggu ya."

"Lo pesenin gue?" Mata Jimin berbinar.

"Gak. Milkshake buat penunggu disini. Ya iyalah buat lo jamet!"

••••

"Gi gue ngantuk banget, ih," Jimin duduk lesu di halte bus.

"Nggak nanya."

"Ya nggak papa, ini kan cerita." Jawab Jimin kesal.

"Yaudah sono lo balik aja minta jemput, ribet." Yoongi berujar.

Jimin menggeleng, "gue harus mulai mandiri."

"Halah."

"Gue serius ngantuk Gi, malem marathon nonton sweet home." Jimin menguap lagi.

"Ya salah lo sendiri kan?"

Jimin mengangguk. "Bobok, boleh?" Matanya berkedip lambat tanda jika ia benar-benar mengantuk.

"Gak. Bahu gue tercemar ketombe lo nanti." Jawab Yoongi sembari menjauh dari Jimin.

Jimin mendengus sembari menyandarkan kepala pada besi di belakanganya. Perlahan kepalanya mulai terasa berat dan kesadarannya terbawa ke alam mimpi.

Yoongi melirik lelaki itu, terlihat benar-benar mengantuk sepertinya. Saat kepala Jimin hendak jatuh kesamping, telapak tangan Yoongi dengan sigap menahannya. Hingga bersentuhan dengan kulit pipi Jimin yang terasa lembut.

Ah, tidak lagi, Yoongi mohon.

••••

Halte bus semakin di depan

it's okay to love your enemyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang