DAY 15

3.9K 499 67
                                    


Yoongi masih memikirkan siapa gerangan yang tega menghancurkan hidupnya dengan satu buah cuitan anonim. Yoongi bingung, selama ini musuhnya hanya Jimin.

Oh, apa benar lelaki itu yang hendak membalas dendam perihal tempo hari? Jika iya, ini merupakan hal yang luar biasa sakit jiwa.

Namun jika Jimin, lalu kenapa lelaki itu tak tertawa di atas penderitaannya? Kenapa ia malah menjadi satu-satuna orang yang tak menjauhinya?

"Anak Mami pulangnya malem terus," wanita dengan piyama merah darah itu menghampiri Yoongi.

Yoongi menghindar dan memilih berjalan cepat untuk segera menacapai kamarnya.

"Gi, sayang?"

"LEPAS ANJING!" Yoongi membentak wanita itu sembari menghempaskan kuat tangannya agar terlepas.

"Berani kamu?"

Yoongi mengatur napasnya. Ia lelah. Tolong sekali ini saja biarkan ia merenungkan segala kepedihannya tanpa harus memikirkan hal lain yang terjadi di luar nalar.

"Mi, aku capek. Nanti lagi." Yoongi yang tak mau memperpanjang permasalahan itu menjauh dan dengan cepat masuk kamar lalu menguncinya.

Ia melempar tas sembarang, entah mendarat di mana. Membuka seragam kemejanya lalu melempar barang itu hingga jatuh di atas karpet. Hingga menyisakan kaus hitam dan celana abu-abu.

"Bangsat." Lirihnya.

Walaupun pada kenyataannya ia memang lah tak mau lagi peduli atas apa kata orang, namun hatinya tetaplah terasa sakit. Terlebih Taehyung, kawan sejak sekolah menengahnya itu terang-terangan membencinya hanya karna seksual orientasinya.

Terkadang seribu kebaikan manusia akan hilang tersapu oleh satu kesalahan.

Setidaknya itu yang dapat Yoongi simpulkan. Semua orang. Menjauhinya, tanpa pernah tahu ada alasan apa dibalik semua ini. Mereka yang tak paham mana mau mengerti mengenai susahnya bertahan hidup seperti Yoongi.

Walaupun bergelimang harta dan wajah rupawan sempurna, Yoongi tak pernah merasakan apa itu diberi kasih sayang setulus orang tua. Karna setelah kematian Ayahnya bertahun-tahun lalu. Ibunya berubah serupa monster jalang yang selalu minta ia puaskan.

Yoongi tak paham dengan alur hidupnya. Kesalahan besar apa yang pernah ia perbuat sehingga menjadikan kehidupannya saat ini terasa begitu berat.

Ponselnya berdering pelan, ia pun dengan malas meraihnya lalu menempelkan ke telinga, "Halo Seok?"

"Gi? Lo di rumah?"

"Iya, kenapa?"

"Engga anjir gue kira yang kecelakaan itu lo, motor vespa oren sama kaya punya lo. Bangsat gue jantungan ini."

Yoongi terkekeh pelan, "gue baik-baik aja kok. Serem banget anjir ada yang kecelakaan."

"Iya bangsat anjir gue masih gemeter kirain lo, motornya sama pisan asu!"

"Yaudah sih, untung bukan gue. Dah ah."

Yoongi memutus sambungan sepihak. Apa akan jauh lebih menyenangkan jika memang yang mengalami kecelakaan itu adalah dirinya?

Ponselnya berdering lagi, "apa lagi Seok?"

"E-eh itu apa bukan, eh apa, iya apa, maksud–"

Yoongi melihat layar ponsel dan melotot.

Musuh dunia akhirat

"Ngapain woy lu nelepon gue malem-malem?"

"Itu apa.. itu–"

it's okay to love your enemyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang