Pasca kejadian nahas tersebut, sekolah mendapat dispensasi libur selama satu hari untuk diselidiki lebih lanjut secara profesional. Tentu saja kasus itu bukan merupakan pembunuhan, pembullyian, atau ketidaksengajaan. Kejadian kemarin itu murni dari diri Jungkook sendiri. Namun penyebabnya lah yang masih belum diketahui.
Tidak adanya cctv mempersulit penelitian, setidaknya mereka harus tahu siapa oranng terakhir yang Jungkook temui.
Jimin ikut duduk di kantor polisi, menawarkan diri sebagai keluarga korban yang akan turut mendengar kejelasan dari saksi.
Seorang gadis, adik kelas, yang nyatanya sampai kini masih gemetaran dan wajahnya pucat.
"K-kemarin aku lagi lari dilapangan utama, dihukum gara-gara nggak ngerjai tugas. aku lihat Kak Jungkook berdiri di ujung gedung atas, aku kira cuma lagi bercanda. Tapi, dia beneran loncat, sebelum itu aku lihat dia nyeka air mata. Aku udah teriak, tapi Kak Jungkook nggak dengar. Cuman ada aku disana, nggak ada siapapun lagi. Habis itu, Kak Jungkook beneran terjun dan aku nggak ingat apa-apa lagi." Ujaran gugup itu membuat seisi ruangan tegang.
Hati Jimin sakit sekali mendengarnya, seakan ia juga bisa merasakan kepahitan yaang menyebabkan Jungkook sedemikian rupa. Dan hal yang membuat Jimin merasa lebih sakit adalah, ia tak bertemu Jungkook untuk terakhir kalinya pada hari itu.
Tentu saja perasaannya remuk, seorang teman dekat yang begitu disayanginya beranjak pergi tanpa pamit dan salam perpisahan. Lagipula apa masalahnya sehingga Jungkook menjadi demikian?
Air matanya kembali meluncur bebas. "Saya mau kasus ini ditindak lanjuti sampai selesai Pak, saya yang bayar." Ucap Jimin.
----
Seminggu setelah semuanya terjadi, kejadian itu masih menjadi buah bibir dan hal itu semakin membuat Taehyung terkurung dalam perasaan bersalah. Hari demi hari ia semakin merasa ada yang salah dengan dirinya, dan juga ia semakin yakin jika yang membuat Jungkook bunuh diri adalah dirinya. Adalah perkataannya tempo hari.
Upacara hari senin terasa sendu, namun mau tak mau mereka harus kembali melanjutkan segalanya. Terlepas kasus menyedihkan baru saja terjadi.
"Baiklah, untuk ananda Min Yoongi dan Park Jimin silahkan maju kedepan unutk meraih penghargaannya." Kepala Sekolah berujar seperti biasa.
Kini tak ada lagi tatapan saling membenci antar keduanya, mereka berdua berjalan kalem dan beriringan menuju depan lapangan untuk mengambil piala.
Yoongi untuk kejuaraan lomba Renang Nasional.
Dan Jimin untuk pembacaan sajak berbahasa Inggris.
"Baik tepuk tangan untuk Park Jimin."
Tepuk tangan riuh serta sorakan bangga kembali menguar.
Jimin tersenyum formal, masih sepenuhnya sedih atas kepergian Jungkook.
"Tepuk tangan untuk Min Yoongi."
Dan hening, hening sekali.
Jimin berdeham, memeluk pialanya di lengan kiri lalu dengan kepayahan bertepuk tangan sendiri. Yoongi menoleh, berusaha membuat Jimin berhenti lewat tatapan. Namun lelaki itu malah tetap bertepuk tangan.
Hingga kemudian, samar-samar banyak juga yang mengikuti bertepuk tangan dan kepala sekolah bisa bernapas lega.
---
Yoongi tanpa ada maksud jelas menarik lengan Jimin, erat sekali dan mendorong lelaki itu ke dinding belakang sekolah. Sudah hampir sore, dan sekolah mulai sepi.
"Gi, apasih?! Sakit tau!" Protes Jimin.
Yoongi mendengus, lalu tatapan tajamnya tersorot pada Jimin. "Lo kalo mau ancurin gue, nggak usah pake acara bikin gue sayang dulu sama lo."
KAMU SEDANG MEMBACA
it's okay to love your enemy
FanfictionJika ditanya perihal kuadrat, pangkat, akar dan kawan-kawannya maka Yoongi akan mengacungkan tangan di detik pertama gurunya bertanya. Tapi kalau ditanya "why you still single?" Yoongi pasti akan jawab. "Ngomong apa sih anjing, gue kagak ngarti baha...