Jam tujuh pagi Yoongi sudah berada di kelas, hening, sendirian. Padahal teman-temannya sudah ada yang datang, namun mereka memilih untuk keluar lagi saat Yoongi memasuki ruang kelas. Entahlah, Yoomgi sudah terlampau kebal dengan hal-hal seperti itu.
Ia lebih memilih memainkan ponsel, membuka laman twitter dan memandangi chatnya bersama admin base sekolah, melihat sebuah bukti schreenshoot mengenai pengirim menfessnya. Jika dikalkulasikan, 1/10 adalah kemungkinan orang itu akan melakukan hal demikian.
Sungguh, sebenarnya apa salah Yoongi pada orang itu. Dia tak terlalu dekat dengannya, bahka hanya biacara seperlunya.
Helaan napas tak kunjung membuat segalanya memudah, ditambah ia kepikiran Jimin dan juga Maminya. Entah, ia hanya merasa bingung dan pikirannya terlempar jauh ke arah senyuman Jimin saat gantungan kunci darinya kemarin ia temukan menggantung pada resleting tas.
Harusnya Yoongi sadar ia perlu berhenti, ia tak perlu mencoba sekali lagi, ia tak perlu yakin jika ia mencintai Jimin sekali, tidak tahu karna waktu atau memang pesona lelaki itu sendiri.
Karna pada akhirnya nanti, jikalau mereka memang benar bisa bersama, memangnya bisa sampai mana? Tidak akan selamanya tentu saja.
"Lo jelek kalo ngelamun." Jimin duduk di sebelah Yoongi dengan minuman kemasan di tangan, masih terlihat segar dengan rambut yang tertata rapi.
"Lo lebih jelek." Sahut Yoongi.
"Gi, nanti nugas di rumah gue aja gimana? Jungkook mau ikut juga, ya?" Jimin menoleh memandang Yoongi.
Yoongi mengangguk saja, "hm."
----
"Ji, lo beneran kudu pindah duduk deh abis tugas ini selesai." Seokjin berujar saat mereka berjalan menuju lapangan olahraga indoor.
"Emang kenapa, sih?"
Seokjin menghela napas, "udah nggakbisa Ji, gue takutnya Yoongi suka sama lo, gila ga sih? Gue disini mau nyelamatin lo, loh!"
Kali ini Jimin yang menghela napas. "Lo lama-lama kaya Taehyung tau gak,"
"Ji, gue serius, its getting serious!"
"Ya emang kenapa kalo Yoongi suka sama gue? Semua perasaan itu valid, Jin, lo nggak bisa larang-larang orang buat suka sama siapa. Biarin itu jadi urusan dia." Jimin pun melenggang duluan untuk masuk dan membiarkan Seokjin menghela napasnya lagi.
"Baik sekarang kalian berpasangan ya, untuk kebugaran jasmani. Push up, sit up, back up, dll. Materinya udah bapak kasih ke KM. Jadi giliran, yang satu ngitung yang satu praktek. Bapak tinggal ke ruang guru." Guru olahraga dengan perut buncit itu menyalakan peluit kencang sekali sebelum pergi.
Jimin mendengus. Lalu menatap Seokjin yang sudah pergi ke matras bersama Taehyung. Tersisa dirinya dan Yoongi yang berdiri di tengah lapangan. Jimin harusnya tidak boleh lupa jika teman-temannya menganggap Yoongi tak ada lagi mulai saat itu.
"Ayo Gi." Jimin berujar.
"Lo sendiri, gue mau bolos." Yoongi yang hendak melenggang pergi itu pun ditahan Jimin.
"Nggak bisa gitu, sisa gue sama lo, kalo lo nggak mau olah raga minimal bantuin gue ngitung biar hidup lo berguna." Ujar Jimin.
Yoongi menghela napas, seharusnya ia menolak, "yaudah cepet."
"Yes." Gumam Jimin.
"Tahan kaki gue, dudukin." Jimin menyuruh Yoongi saat ia hendak melakukan sit up.
"Gue pegang aja, nanti kalo didudukin kaki lo sakit." Yoongi memgangi kedua pergelangan kaki Jimin.
Jimin tersenyum kecil, sial ia berdebar.
KAMU SEDANG MEMBACA
it's okay to love your enemy
FanfictionJika ditanya perihal kuadrat, pangkat, akar dan kawan-kawannya maka Yoongi akan mengacungkan tangan di detik pertama gurunya bertanya. Tapi kalau ditanya "why you still single?" Yoongi pasti akan jawab. "Ngomong apa sih anjing, gue kagak ngarti baha...