DAY 6

3.9K 517 62
                                    

"Ibu Kepala Sekolah ada project buat kalian berdua." Wali kelasnya berbicara santai.

"Berdua?!" Sahut keduanya bersamaan.

"Iya. Kita lagi buat semacam program persahabatan. Kemendikbud bilang, semakin banyak temen semakin nyaman sekolah. Dan, kalian akan jadi Ambasadornya."

Yoongi menganga. Berada satu tim dengan Jimin? Bisa naik darah tiap hari dia.

"Kok harus sama Yoongi, sih, Bu?" Protes Jimin.

"Lah? Lo pikir gue mau sama lo?" Sahut Yoongi kesal.

"Tentu saja harus kalian. Park Jimin Malaikat Bahasa Inggris, Min Yoongi Si Jenius Pecandu Matematika. Udah paling cocok itu, mulai besok Ibu kasih programnya."

"Saya nolak, Bu. Kerja sama sama Jimin itu ancur yang ada." Yoongi menolak mentah-mentah.

Sudah cukup jadwal latihan olimpiade dan kelas saja yang sama, jangan ada lagi yang lainnya.

"Saya juga nolak Bu! Yoongi susah di atur, malu-maluin, gila."

"Sut.. sutt.. sut.. kesayangan Ibu, nggak ada penolakan. Imbalannya nilai, lho!"

"OKE SETUJU!" Jawab keduanya hampir bersamaan.

••••

"Oke, hari ini kayanya kita bebas aja. Coach nggak bisa dateng, kalo ada yang mau ditanya datengin gue di kolam 2,5 meter." Yoongi pun beranjak dari sekumpulan anggota eskul berenang.

Para perempuan sudah memekik tertahan mendengar suara berat Yoongi yang begitu maskulin dipadukan dengan setelah berenang yang tampannya gila-gilaan. Kaus hitam–yang nantinya pasti dibuka– dan celana jersey hitam yang melekat cocok.

Yoongi berjalan menuju kolam 2,5 meter, melakukan peregangab sebentar sebelum memasuki air. Ia terkekeh, "Jimin kalo di ajak kesini pasti takut. Tu anak kan cemen."

Bisa-bisanya mengingat Jimin dalam keadaan seperti ini.

Yoongi mulai berenang. Mengatunkan tangan dan kaki seirama untuk mencapai ujung demi ujung kolam minimalis itu.

Namun pikirannya masih sekacau itu. Nyatanya mungkin hidupnya telah hancur sejak tiga tahun yang lalu. Ia kotor, bergelimang dosa dan benar-benar gak pantas untuk siapapun.

"Gi! Dongo lo!" Teriak Taehyun dari atas dengan wajah kesal setengah mati.

"Apa sih anjing?!" Yoongi balas sewot.

"Lo jangan so ganteng dulu dah! Foto lo sama Jimin jadi spanduk di gerbang anyink!" Taehyung pun tertawa terbahak-bahak kemudian.

"Foto apa, asu?!" Yoongi bangkit dari kolam dan mengusak rambutnya.

"Foto rapot gila, kek jadi apa sih tadi... Amuba.. ambrokson?"

"Ambasador, tolol." Yoongi menggeplak kepala Taehyung, syukur-syukur jika kewarasan pemuda itu kembali.

"Apapun lah terserah, ngakak banget anjir!" Taehyung kembali terpingkal.

"Lu segabut itu kesini cuma mau ngasih tau itu doang?" Tanya Yoongi takjub.

"Ya iyalah, gue abis kabur dari ruangan ekskul. Si Jungkook bacot sih," rutuknya.

"Berantem lagi lo? Gelut aja udah sana di lapang upacara." Sahut Yoongi.

"Lah dia yang mulai, dibilang hasil foto gue masih kurang layak. Dasar so superior." Desisnya.

••••

"Oke kasep dan geulis kesayangan sekolah, ayo kita pose dulu ya."

Yoongi, Jimin, Irene dan Lisa. Menjadi perwakilan project;

Genggam teman, peluk kebahagiaan.

Yoongi pikir ide ini agak konyol. Katanya untuk mengurangi tradisi pembullyan. Namun.. ya konyol saja.

Yoongi dan Jimin untuk perwakilan laki-laki. Lisa dan Irene untuk perwakilan perempuan.

"Aduh, ini berdua meni ganteng banget, ya? Sodaraan?" Fotografer itu bertanya ramah pada keduanya.

"Sodara? Dia babu saya." Jawab Yoongi.

"Heh! Sembarangan! Lo yang babu gue!" Jimin menggeplak bahu Yoongi tak main-main.

"Nye nye nye nye nye." Respon Yoongi.
Fotografer tadi terkekeh melihat pertengkaran itu.

Persis adik kakak katanya. Dan Yoongi langsung saja berdecih mendengarnya.

"Ayo rangkulan."

Yoongi melirik Jimin dengan jijik, sama pula dengan Jimin yang tak sungkan menampilkan wajah tak sukanya.

"Ayo cepat, ganteng,"

Mau tak mau Yoongi duluan yang merangkul Jimin, karna Jimin sedikit lebih pendek darinya.

Mereka berpose seperti itu untuk sepuluh detik sebelum saling mendorong satu-sama lain untuk menjauh.

Jimin menepuk-nepuk seragamnya seakan rangkulan Yoongi tadi adalah sebuah hama beracun, "Yoongi bau sampah."

"Jimin bau tanah. Siap meluncur ke neraka, ya?"

"Setan!" Desisnya.

••••

"Oh, lo baru balik?"

Yoongi mendongak melihat siapa yang berbicara. "Lo dateng kapan?" Yoongi menutup pintu rumah dan menyimpan sepatu.

"Tadi sore sih, gue kira lo udah nggak balik malem lagi."

Yoongi menghela napas, "gue belum sesembuh itu, Seok."

Hoseok mengangguk saja, "gue tau kabar lo pasti nggak baik. Tapi, apa Tante masih–"

"Masih." Tanpa perlu mendengar pertanyaan itu meluncur seluruhnya, Yoongi sudah dapat menjawab.

"Maaf, Gi. Lo.. mau nginep di tempat gue besok? Sabtu loh,"

Yoongi menggeleng, "gue ada acara sama temen sekolah. Lagian besok simulasi lomba renang, gue nggak bisa kemana-mana." Yoongi menyimpan tas dan membiarkan Hoseok tiduran di atas kasurnya.

"Gi.. capek gak sih hidup?"

"Yang nggak cape tuh mati." Jawab Yoongi.

Hoseok terkekeh, "goblok."

"Btw.." Yoongi menjeda ucapannya. "Lo.. maksud gue.. lo masih sering pergi ke acara itu?"

Hoseok mengangguk, "gue masih kesana. Kayanya cuma disana gue ngerasa bener-bener bisa diterima as who i am. Lo tau.. im different."

"Jangan ngomong bahasa Jerman kalo sama gue, anjir. Lo nyebelin kaya Jimin."

••••

"Pa, Ji pergi ya?" Jimin memakai jaketnya.

"Beneran sendiri?"

"Iya ih, ini kunci motornya udah aku pegang loh!" Jimin mengacungkan kunci motor di tangannya.

Papanya terkekeh, "iya. Hati-hati ya?"

"Iya. Aku agak malem pulangnya."

Jimin melenggang keluar. Tidak bersama Seokjin, tidak bersama Jungkook. Sendiri. Ia sendirian pergi ke suatu tempat dimana orang-orang disana menganggapnya normal.

"Capek juga pura-pura." Desahnya letih.

••••

Mari kita tebak-tebakan lagi ehe..

it's okay to love your enemyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang