DAY 12

3.6K 486 50
                                    


Jimin melempar tasnya dengan kasar. Lalu menelungkup di atas kasur dengan wajah kesal dan marah. Tentu saja air mata akan segera turun.

"Hiks! Yoongi jelek! Bajingan!" Jimin memukul-mukul bantal dengan kesal.

"H-hiks! K-kan gue malu!" Lanjutnya.

Ia pun kembali meluncurkan tangis dengan berlebihan, seharusnya tidak juga sih. Pantas juga Jimin menangis meraung seperti itu. Yoongi menginjak-injak harga dirinya di depan banyak orang.

"Awas aja lo!" Jimin menghapus kasar air matanya lalu memilih membuka ponsel karna ada notifikasi pesan.

"Awas aja lo!" Jimin menghapus kasar air matanya lalu memilih membuka ponsel karna ada notifikasi pesan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jimin melempar ponsel ke samping lalu beranjak mandi. Ia harus segera bersiap, karna rencananya kali ini ia akan menjadi patner Hoseok. Mengobrol lebih jauh tentang apapun yang ingin Jimin ketahui.

Saat membilas rambutnya dan membasahi tubuh, Jimin berharap segala perasaan resah dan kesalnya akan turut dibawa air. Namun nyatanya ia masih membenci Yoongi sebanyak itu.

"Kalo Papa tanya, aku pergi main sama Jungkook, ya Bi," Jimin pun melenggang pergi menyalakan motor dan melajukan kuda besi itu menuju gedung yang mengadakan acara.

Langit sudah gelap, dan waktu menunjukan pukul tujuh lebih lima belas saat ia masuk kesana. Pemandangan yang menghangatkan hati. Banyak yang bercengkrama, tertawa atau sekedar minum bersama di meja-meja putih yang keren.

Jimin melangkahkan kaki lebih dalam, mencari sosok Hoseok yang katanya berdiri di dekat stan makanan. Pembawa acaranya juga terlihat sedang beristirahat di pinggir panggung kecil.

"Kak Hosie!" Jimin menepuk punggung Hoseok hingga terlonjak.

"Astaga! Astaga! Nyebut!" Hoseok memegangi dadanya karna kaget.

Jimin tertawa, jenis tawa yang tak pernah Yoongi lihat sama sekali.

"Kagetan banget, baru gitu doang juga." Ledek Jimin.

"Kirain telatnya bakal sejaman, cuma telat lima belas menit?"

Jimin mengangguk, "gue nggak ngaret kok, hehe. Hari ini dikit ya yang dateng?" Jimin celingukan.

Hoseok mengangguk, "kayanya karna besok masih harus sekolah deh, lo juga sekolah kan besok?"

"Iya sekolah. Tapi tenang aja, gue izin kayanya besok." Jawab Jimin.

"Oh? Mau pergi, ya?"

Gelengan adalah jawabannya. "Gue... males aja?"

"Loh lok males? Aneh-aneh aja lo. Nggak boleh males, tar masa depan suram."

Jimin tertawa mendengar candaan Hoseok.

"Btw, gue punya sepupu seumuran kayanya sama lo. Dia juga masih SMA, tapi ya gitu. Ganteng sih, cuma nyebelin." Rutuk Hoseok.

"Lah sama! Gue juga ada tuh di sekolah manusia nyebelin, nyebelin banget sampe gue benci banget sama dia. Tapi ganteng, jadinya susah deh."

••••

"Si Jimin trauma kali." Ujar Taehyung saat sudah bel masuk dan lelaki bermarga Park itu tak kunjung datang.

Semalam Yoongi pikir Jimin akan kembali biasa saja. Karna sebenarnya, selama kurang lebih dua tahun saling cek-cok dalam segala hal, Jimin tak pernah mengatakan jika lelaki itu membenci Yoongi seperti kemarin.

Paling hanya menghina, merutuki dan mengatai Yoongi hingga mampus. Tapi kali ini apa ia berlebihan? Bukankah Jimin katanya tak peduli dengan hal yang Yoongi lakukan? Lalu kenapa sekarang lelaki itu bertingkah seakan Yoongi berhutang nyawa padanya?

"Bodo amat lah." Akhirnya Yoongi menggedikan bahu dan berhenti melirik bangku kosong di sebelah Seokjin.

Beruntung juga, jam pelajaran ini kosong. Maka Yoongi bisa asyik tertidur dan membiarkan Taehyung yang mengoceh mengenai Lisa dan tek-tek-bengek lainnya yang mana membuat Yoongi semaking ngantuk.

"Jadi niat serius gak sama Hera?" Tanya Tarhyung sembari mengguncang bahu Yoongi.

"Ck. Gak ah, bekas om-om."

Taehyung menggeplak kepala Yoongi walau akhirnya tertawa juga, "goblok lo, kalo ngomong suka bener aja."

"Eh, kemarin emang Jimin kenapa?" Seokjin menghampiri meja mereka dengan heboh.

Taehyung menggedik, "tau tuh si Yoongi, kelakuan udah kek anak setan."

"Lah? Gue cuma nunjukin kertas ulangan bahasa inggrisnya yang nilai 40."

"Tolol." Seokjin mendorong kening Yoongi kesal. "Panteslah semalem dia nggak bales apa-apa. Kasian Gi, lo nggak boleh segitunya sama anak orang."

Yoongi menggedikan bahu. "Ya bodo amat lah."

"Tau lah, biarin aja ni bocah. Biar karma yang bales."

Yoongi mendengus. "So-soan lu ngomongin karma, yang ada lo tuh yang dapet karma. Perempuan kok dijadiin maenan."

••••

Jimin tertidur dengan nyaman di kamarnya. Benar-benar memutuskan untuk tak pergi ke sekolah. Selain amarahnya pada Yoongi masih mendidih, ia pun sedang malas untuk ditanyai hal-hal yang bersangkutan dengan kemarin.

"Dek Jimin?" Ketukan di pintu membuat Jimin terbangun, lalu menggeliat.

"Masuk aja, Bi," ujarnya parau.

"Ini ada makanan," sekeresek putih diserahkan di atas tempat tidur.

"Dari siapa, Bi?"

"Gak tau, tadi ada kang gojek bilang buat Dek Jimin. Nggak ngasih gau dari siapa." Ucap asisten rumah tangga itu.

"Okay. Makasih ya, Bi,"

Jimin membuka keresek itu dan melihat dua porsi ayam geprek dari kedai kesukaannya. Juga street boba tiramisu extra chesse. Jimin mengerutkan kening bingung, ini dari siapa?

Have a nice rest, Ji.

Ah... pasti Hoseok.

Oh, Hoseok ya?

••••

Ini kelambatan ya alurnya? Kita jedor kan besok ok:)

it's okay to love your enemyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang