٤٨. Khawatir

47 9 0
                                    

بسم الله الرحمن الرحيم


"Tidak ada kata merepotkan, untuk orang-orang yang tersayang."

📌Nadhran


🌷Selamat Membaca🌷
🌷SilmiSNurfadilah 🌷

___

Setelah pulang, ternyata Nadhira terkena sakit demam cukup tinggi, suhu tubuhnya merangkak naik, badannya lemah.

Malam yang dilalui terasa panjang bagi Nadhira, ia tidak bisa tidur dengan nyenyak, sungguh tubuhnya ingin istirahat, tapi nyatanya sangat sulit istirahat kali ini.

Nadhira sepintas melihat ke samping, Nadhran begitu pulas, deru napas yang teratur seakan menandakan suaminya itu memang sangat terlelap.

Rencananya, besok mereka akan pindah ke rumah yang telah mereka pilih, rumah yang sederhana yang akan menjadi rumah masa depan mereka berdua, berjalan bersama untuk membangun rumah tangga.

Napas Nadhira tiba-tiba saja sesak, ia mencoba bangkit dan menyandarkan diri ke pinggiran kasurnya. Pergerakan Nadhira itu ternyata membangunkan seseorang di sampingnya.

Nadhran berdehem sesaat, ia perlahan membuka matanya, sesaat kemudian ia langsung bangkit.

"Dhira kenapa?" tanyanya panik, wajah Nadhira terlihat pucat, matanya pun berkaca-kaca.

Nadhira menggeleng perlahan, ia tidak ingin Nadhran tahu bahwa dirinya memang sedang tidak sehat.

Nadhran langsung menempelkan telapak tangan ke dahi istrinya, ia yakin istrinya itu sedang tidak baik-baik saja.

"Demam."

Tangannya langsung memeluk Nadhira, terasa napas Nadhira memang tidak beraturan.

"Kita ke dokter sekarang, ya?" Nadhran menatap Nadhira khawatir, wajahnya sungguh menampakan rasa cemas.
Namun, Nadhira menolaknya dengan menggeleng. "Aku gak papa."

Nadhran bangkit, tanpa meminta persetujuan apapun lagi, ia bergegas dan akan membawa Nadhira ke dokter, ia tidak ingin hal buruk menimpa seseorang yang sangat ia sayangi.

Nadhran membuka lemari dan mengambil beberapa pakaian di sana, setelah itu ia pergi sebentar ke kamar mandi untuk membasuh wajah, kemudian dengan cepat memakai jaket dan menghampiri Nadhira.

"Ana gak mau terjadi hal buruk sama, Dhira. Jadi ... ana mohon, Dhira nurut, ya," ucap Nadhran dengan lembut.

Tangan Nadhran mengambil sebuah kain, kemudian ia pakaikan kepada seseorang yang ada di hadapannya, khimar putih telah terpasang rapi di kepala Nadhira, beberapa detik kemudian Nadhran memakaikan jaket yang cukup tebal pada sang istri. Nadhira terlihat patuh saja, ia tidak bisa menolak permintaan Nadhran yang ingin membawanya ke dokter.

"Ini udah malem, besok lagi aja ke dokternya," elak Nadhira. Ia memang tidak ingin menyusahkan siapapun, termasuk suaminya sendiri. Nadhran melempar tatapan, matanya seakan berbicara bahwa saat ini ia memang sangat khawatir, menunggu hari esok adalah sama halnya membiarkan orang yang ia cintai kesakitan.

Nadhran menggeleng.

Sesaat kemudian ia memberi pelukan. Kehangatan dapat Nadhira rasakan, ia pun sedikit merasa tenang ketika berada dalam dekapan sosok laki-laki yang saat ini menjadi suaminya itu.

 NADHRAN (Open PO) In syaa AllahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang