٢١. Berharga

48 18 36
                                    

🍁بسم الله الرحمن الرحيم🍁

Ternyata, mencintai itu harus bisa mengikhlaskan. Mengikhlaskan erat kaitannya dengan sesuatu yang berharga. Tapi, apakah ana bisa?
📌Nadhran

⚬Selamat membaca⚬(💗 📖)
🔱SilmiSNurfadilah⚘⚘⚘

_________

Satu minggu berlalu

Nadhran sedang duduk dan tangannya merapihkan pakaian yang ia kenakan.

Manaf belum juga mengunjunginya, mungkin ia sedang disibukan dengan kuliah dan pekerjaannya.

"Kamu sudah siap?" tanya Sinta.

Nadhran menganguk.

Kebahagiaan hadir dari wajah kedua orang itu. Hari ini Nadhran telah sedikit pulih, luka dikakinya sudah tidak terlalu sakit, ia bisa pulang dari rumah sakit.

"Emm, Ummi?"

"Kalau boleh tahu, beberapa hari yang lalu Ummi bicara apa sama Bu Qisti?" Nadhran sangat penasaran.

Raut wajah Sinta berubah, ada hal yang mengganjal dihatinya, ia bingung harus menjelaskan seperti apa.

Sesaat Sinta menghela nafas, kemudian menengok ke arah Nadhran.

"Nanti pasti Ummi jelaskan," ujar Sinta.

Nadhran mengangguk, ia tahu pasti ada hal yang disembunyikan oleh Umminya.

***

"Ini rumah siapa, Mi?"
Matanya tertuju pada rumah sederhana dengan cat berwarna abu muda.

Sinta membuka pintu pagar kayu rumah tersebut.
Nadhran hanya diam dan tidak mengikuti langkah Umminya.

"Masuk, Nak," pinta Sinta ramah.

Sinta memegang tangan putranya, dan memapahnya dengan hati-hati.

Sesampainya didepan pintu, Sinta mengambil kunci dan perlahan pintu itu terbuka.

"Ummi, jawab pertanyaan Nadhran,"

"Ini rumah siapa?" Nadhran mengulangi pertanyaannya. Nadhran melihat sekitar, tampaknya ini tidak asing baginya.

Sinta tersenyum melihat tingkah putranya yang sangat lucu, Nadhran ketika merasa heran ia akan terus bertanya sampai ia tahu semua.

"Nanti Ummi jelaskan, sekarang kita masuk dulu," ucap Sinta dengan terkekeh beberapa saat.

Setelah memasuki rumah yang sederhana itu, Sinta menyimpan tas yang berisi pakaian dan lain sebagainya, kemudian ia menghampiri Nadhran yang duduk di ruang tamu.

Nadhran memperhatikan rumah itu dengan tatapan bingung, ia meneliti sudut demi sudut rumah tersebut.

Sinta duduk didekatnya, dan mengusap lembut bahu putra satu-satunya itu.

"Ini rumah kita, Nak."

Alis Nadhran bertautan, ia masih belum mengerti dengan semua ini.

Melihat hal itu, Sinta menjelaskan semua.

"Jadi, ini rumah kita yang dulu, waktu kecil kamu juga pernah tinggal di sini, Nak."

 NADHRAN (Open PO) In syaa AllahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang