٣٢. Harapanku

37 9 2
                                    

بسم الله الرحمن الرحيم ❤


"Allah tidak pernah salah mengabulkan do'a, jika do'amu tidak sesuai dengan harapanmu, percayalah Dia hanya menundanya, atau menggantinya dengan yang lebih baik."

📌Nadhran

⚬Selamat membaca⚬(💗 📖)
🔱SilmiSNurfadilah

___

Plak!

"Ini semua gara-gara kamu!"

"Istighfar, Bi ... istighfar," pinta seseorang di sampingnya.

"Kamu lihat adik kamu! Dia sekarat!"

Nafasnya memburu, wajahnya memerah karena amarah. Rendri sedang berada di puncak amarahnya.

"Apa salah Nadhifa, Bi! Apa?!" bentaknya, ia memegangi pipinya yang terasa panas karena tamparan tadi.

"Kamu! Sudah salah tidak merasa bersalah!" teriak Rendri.

Suasana rumah sakit menjadi ramai karena pertengkaran ini, beberapa orang memperhatikan tanpa berani melerai.

Rendri mengangkat tangannya ia sudah geram dengan sikap anaknya yang satu ini.

Namun, tangan itu ditahan oleh seseorang.

"Tenang, Bi," ucap Nadhran dengan menahan tangan Rendri.

"Kita selesaikan masalah dengan tenang," tuturnya.

Ketika mendengar kabar Nadhira semakin memburuk, ia sangat sedih, ia sempat terpuruk, tapi Nadhran langsung bergegas ke rumah sakit, ia tak ingin kejadian yang menakutkan dalam mimpinya itu menjadi kenyataan.

Rendri menunduk ia mengepalkan tangan dengan keras lalu melepaskan pegangan tangan Nadhran tadi.

Dokter keluar dari ruang rawat Nadhira, ia mencoba melerai pertengkaran yang terjadi.

"Maaf, Pak. Ini rumah sakit, saya harap Bapak paham!" tegas Dokter.

Rendri dengan cepat pergi tanpa sepatah kata apapun, mungkin ia menghindar agar amarahnya tidak memuncak lagi. Qisti mengikutinya dari belakang, ia khawatir suaminya itu melakukan hal-hal diluar kendalinya.

Rendri memang sangat menyayangi Nadhira, baginya anak adalah segalanya.
Sebenarnya Nadhifa pun sama berarti untuknya, tetapi karena sikapnya yang belakangan ini berubah membuat Rendri sedikit geram dengan Nadhifa.

Tinggalah Nadhran dan seorang wanita yang menunduk sembari memegangi pipinya.

Nadhran tahu, wanita itu adalah saudari kembarnya Nadhira.

Nadhifa berdiri kemudian melemparkan tatapan tajam. "Ini semua gara-gara kamu!" tegasnya kemudian berlalu pergi.

Perkataan itu seakan menghakimi Nadhran. Ia diam sejenak untuk mencerna perkataan tadi.
Apa salah ana?
Nadhran duduk lalu merenungi semua.
Apa kehadiran ana malah merusak keluarga Bu Qisti?

Nadhran menjatuhkan air mata, ia merasa bersalah, karena kehadirannya membuat kacau satu keluarga.

"Astaghfirullah," lirihnya.

Tiba-tiba dokter datang dan mencari keberadaan keluarga Nadhira.
Nadhran berdiri, dan bertanya, "iya, Dok?"

"Kemana orang tua dari pasien?" tanya Dokter.

"Kenapa, Dok? Ada sesuatu yang terjadi pada Nadhira?" tanya Nadhran panik.

Dokter terlihat gusar, ia beberapa kali menutup wajah dengan tangannya.
Kemudian membuang nafas panjang.

 NADHRAN (Open PO) In syaa AllahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang