~Unexpected Meeting~
Sekitar satu bulan sudah berlalu semenjak pengumuman lomba dengan Kiana. Dan, ini juga sudah sekitar 2 minggu setelah tahun baru. Rasanya waktu berjalan sangat cepat, bahkan tidak terasa. Serasa baru beberapa hari yang lalu aku dan yang lainnya sedang dibuat repot saat ujian tengah semester lalu. Dan seperti kemarin juga rasanya aku dan yang lain dibuat repot dengan Kiana yang ikut dalam lomba blog yang lumayan merepotkan itu.
Kalau diingat-ingat lagi, beberapa hari yang lalu, Kiana sepertinya sudah mulai tampak sehat kata Rosalind. Rosalind juga bilang kalau Kiana sudah mulai bisa menggerakkan tangannya lagi sedikit. Berarti, dia sudah hampir sembuh dari stroke ringannya itu.
Aku harap, dia bisa segera sembuh dari sakitnya dan tidak lagi menjadi pasien disini.
Hari ini sudah menginjak pukul 3 sore. Karena masih waktu libur, sejak siang tadi aku datang mengunjungi kakek Altair, dan seperti biasa, main catur dengannya dan bertaruh canele yang disiapkan oleh nenek Faye. Cyon, Geuse, dan Siri, mereka sedang sibuk-sibuknya menyiapkan diri untuk persiapan setelah kelulusan. Tapi, di antara mereka bertiga, kupikir tidak ada yang berniat ke perguruan tinggi.
"Oi, Rigel? Mau sampai kapan kau diam saja seperti itu?"
"Ah, maaf-maaf, hehe..." Aku sedikit hilang fokus barusan. Lagi-lagi seperti ini. Setiap kali aku di posisi yang kalah.
Memang, sih, aku jarang sekali menang melawannya. Atau bahkan, hampir tidak pernah menang melawan kakek. Tapi, tetap saja rasanya tertekan seperti ini. Sampai-sampai membuat pikiranku buyar.
Aku menggerakkan 3 langkah dan berakhir dengan checkmate. Dan pertandingan itu lagi-lagi dimenangkan oleh Kakek Altair.
"Haah~ kau ini. Sejak dulu tidak pernah ada perubahan. Gaya permainanmu seperti itu-itu terus sejak beberapa bulan yang lalu kita ketemu."
"Entah, ya. Mungkin, aku memang tidak berbakat di catur."
"Ini bukan karena bakat atau sejenisnya, tahu. Tapi lebih ke pikiranmu. Jadi, apa kau sedang kepikiran sesuatu sejak dulu?"
Aku melipat tanganku, dan menghentak-hentakkan kakiku dengan pelan sambil sedikit memikirkan apa yang ditanyakan oleh kakek Altair. "Umm... tidak juga." Jawabku sedikit ragu.
"Hmm... soalnya kau sejak dulu tidak ada perubahan. Aku jadi sedikit penasaran."
"Memangnya itu penting?"
"Yah, tidak bisa dibilang penting juga, sih. Hanya penasaran saja."
Nenek Faye yang datang memberikan canele buatannya itu memotong pembicaraanku dan kakek Altair. Aku mengambil 2 dari 6 canele yang ada di atas piring putih itu, karena yang 1 lagi aku pertaruhkan dengan kakek Altair.
Sambil sibuk memakannya, kakek mulai bicara lagi.
"Benar juga. Bukannya kau sudah punya pacar, ya, kalau tidak salah?"
Mendengar kalimat itu membuatku kaget dan tersedak. "Uhuk... uhuk... ahh~ Ha?" Ucapku sambil membatuk-batukkan diri.
"Iya kan? Aku lupa namanya. Tapi... waktu itu dia ikut kesini bukan saat kau membagikan blog Kiana? Kalau tidak salah namanya, Rosalind, ya?"
"Hah? Mana mungkin!?" Aku berusaha keras menyangkalnya.
"Fufufu. Kalau dari ekspresimu, sepertinya itu benar."
"Haahh... lagipula, kenapa kakek menyimpulkannya seperti itu?"
"Umm... kenapa ya?" Ucapnya sambil mengelus dagunya pelan. "Mungkin karena kalian berdua terlihat cocok?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Unified Heartbeats [END]
RomanceSetahun sudah Rigel, seorang pemuda SMA biasa, dirawat di sebuah rumah sakit. Ia mulai mendapatkan kembali sesuatu untuk menggantikan segalanya yang hilang darinya sebelum itu. Seakan ia hanya tinggal menunggu waktunya untuk disembuhkan. Tapi, menur...