~Number One Bestfriends, I Guess~
Pandanganku saat ini berbanding terbalik dengan Siri. Jika wajahnya seakan mengatakan 'Aku sudah menang telak', maka wajahku, hanya dapat terkejut dan tak dapat berkata-kata. Dan kertas-kertas itu. Dan kertas yang aku pegang sekarang ini. Kupikir, isinya ini adalah sesuatu yang tidak aku sangka-sangka.
"I-Ini kan..." Kataku yang gemetaran memegangi kertas itu.
"Ya. Itu adalah hasil ujian buatanku yang kau kerjakan minggu lalu." Saut Siri sambil berkacak pinggang di hadapanku.
"Bagaimana bisa? Aku..."
"Tentu kau bisa. Kita semua disini membantumu di hari-hari sebelumnya, bukan? Makanya kau bisa lulus ujian ini dengan kemampuanmu sendiri."
Nilai-nilai ujian yang kulihat di sekolah, dan nilai-nilai dari apa yang Siri nilai, semuanya relatif sama. Semuanya juga sama-sama berasal dari kemampuanku sendiri. Tanpa contekan Rigel atau siapapun.
Saat aku ingat akan hal itu, itu justru membuatku merasa sangat kesal. Aku tahu aku lulus dalam ujian ini. Aku tahu untuk beberapa soal mana yang benar dan mana yang salah jawabannya. Aku tahu saat aku benar atau salah. Aku tahu, kalau aku seharusnya lebih percaya pada diriku, dan pada mereka yang percaya padaku sejak awal. Aku, sungguhlah bodoh. Genggaman tanganku pada kertas itu semakin kuat, menahan semua rasa kesal akan diriku sendiri saat itu.
"Tapi, kalau kau tahu nilaiku cukup, kenapa kau membiarkan aku untuk mencontek ke Rigel? Lalu, kenapa Rigel memberi jawaban yang salah padaku? Dan juga, aku merasa aneh pada Geuse di hari-hari ujian itu?"
"Stop, stop! Pertanyaanmu banyak sekali." Siri menghentikan semua pertanyaanku di tengah jalan. "Biar aku ceritakan sedikit demi sedikit." Lanjutnya.
"A-Ah, iya..." Balasku gugup.
Siri menarik sofa hitam yang ada di depanku. Dan setelah membereskan sedikit kertas-kertas yang ada di bawah kakinya, ia duduk di hadapanku.
"Jadi..." Aku memperhatikannya dengan amat serius. Rasa penasaranku semakin menggebu saat Siri mulai membuka mulutnya. "...mulai dari mana ya???"
...
Eh?
"Kau bercanda? Bahkan tidak tahu harus mulai cerita darimana." Kataku sedikit emosi.
"Ahahahah.... Maaf, maaf. Mungkin aku akan mulai dari hari itu."
"Hari itu?"
"Ya, hari di saat kau merasa berada di puncak tekanan."
***
Kita Tarik mundur waktu yang sedang berjalan saat ini hingga satu minggu yang lalu. Tepatnya pada hari ke-4 rencana belajar Cyon. Saat itu, jika diingat, Cyon sedang berada di masa dimana dia merasa sedang mengalami tekanan yang luar biasa. Tekanan dariku, dari teman yang lain, dan dari dirinya sendiri.
"Jadi, bagaimana ini, Siri?" Kata Geuse kepadaku.
Rigel baru saja aku suruh keluar untuk mengejar Cyon yang kabur dari ruangan itu. Aku memegangi daguku sambil melipat tanganku di depan dadaku, berjalan bolak-balik dari ujung ruangan ke ujung satunya lagi. Aku... tidak sanggup memikirkan apa-apa lagi...
"Umm, Siri..." Geuse sekali lagi memanggilku.
"AHHH!!! Aku tidak tahu lagi, aku bingung sekali!!" Aku mengerang keras sambil mencengkram kepalaku dengan erat.
"Bu-Bukannya kau sendiri yang bilang mau memikirkannya saat menyuruh Rigel pergi?" Kata Geuse sambil mendekat dan berusaha menenangkanku.
"Ya, tapi nyatanya aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan." Akupun berjalan menuju sofa untuk istirahat melepas lelahku. "Ahhh.... Kalau saja aku bisa santai seperti ini saat ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
Unified Heartbeats [END]
RomanceSetahun sudah Rigel, seorang pemuda SMA biasa, dirawat di sebuah rumah sakit. Ia mulai mendapatkan kembali sesuatu untuk menggantikan segalanya yang hilang darinya sebelum itu. Seakan ia hanya tinggal menunggu waktunya untuk disembuhkan. Tapi, menur...