LEO 3

2 1 0
                                    

~Life Changing Bonds~


Sinar matahari musim panas menyorot dengan teriknya, menembus rongga dedaunan yang tak saling bersentuhan dan ranting-ranting pohon yang bercabang-cabang tanpa ada awan yang menutupinya. Terkadang, seberkas cahayanya menembus dan menusuk langsung ke mataku, mengaburkan pandanganku yang sedang terbaring kelelahan di bawah pohon di taman, dan hanya beralaskan rumput kering di belakang rumah.

Tak jauh di sebelahku, seorang perempuan muda terbaring dengan terengah-engah sehabis berlarian dan berkejar-kejaran kesana kemari denganku. Matanya memejam dengan wajah yang terlukis senyuman puas menghadap matahari.

Ya. Perempuan itu tak lain adalah Kalani. Saat ini, umurnya masih menginjak 7 tahun. Tapi kalau tidak salah, beberapa bulan kedepan nanti, dia akan merayakan ulang tahun ke-8. Aku tak begitu mengingatnya juga, jadi, aku sendiri tidak yakin kapan umurnya akan bertambah.

"...Leo... Kamu... cepat juga... ya...?" Ucapnya masih dengan nafas yang tak beraturan.

"Haahh~ iya, juga." Balasku sembari mengatur nafasku sendiri. "Mungkin, karena aku jauh lebih tinggi dari nona Kalani."

Kalani bangkit dan meregangkan badannya. Ia langsung merangkak ke arahku tak berselang lama kemudian. Kepalanya 'menggantung' tepat di atas kepalaku, menghalangi matahari yang menyinariku sepenuhnya.

Aku sedikit bingung menatapnya yang seperti kesal terhadapku. "Ke-kenapa??" Tanyaku.

"Bukannya berarti, permainan yang tadi sudah dicurangi!?"

"He?" Ternyata tentang itu. "Y-yah... lagipula, seorang pemuda 24 tahun melawan perempuan muda yang baru berumur 7 tahun. Mendengarnya saja sudah terasa kalau itu berat sebelah."

Kalani terduduk di sebelahku dan memukul-mukul pahanya penuh emosi. "Aku tidak terima!! Aku mau tanding ulang!! Aku tidak terima!!!" Dan mulai menangis histeris.

Aku hanya bisa tergelak sambil mengangkat badanku bangun dari rebahanku yang nyaman. "Kalau mau diulang, kita berdua sudah lelah, bukan?"

Aku mencoba membujuknya untuk tidak mengulangi permainan tadi. Bukan karena alasan khusus atau semacamnya. Hanya saja... aku terlalu lelah untuk melakukannya lagi.

"Heehh~ Memangnya kenapa?"

Dan aku sudah menduga dia akan tanya begitu. Dan tentu saja, aku sudah menyiapkan jawabannya sejak awal. "E-ehem. Jadi... nona sudah dengar kan kalau permainan yang tadi tidak adil? Jadi..." Aku merogoh kantong bajuku, mencari-cari barang yang aku bawa sejak awal. Tak lama sampai aku menemukannya. "Aku menyarankan untuk main ini saja."

Setumpuk kartu uno masih tersusun rapi di dalam bungkusannya aku tunjukkan pada Kalani, dan mengajaknya untuk bermain permainan itu. Aku sudah sering bermain melawannya beberapa kali sejak ia sudah bisa berjalan, bicara, dan berpikir. Dan dia sangat senang memainkannya, walau dia belum pernah menang melawanku sama sekali entah kenapa.

Tapi, entah kenapa wajahnya tidak seantusias saat-saat itu.

"Main itu lagi...? Aku sudah terlalu bosan memainkannya." Jawabnya ketus sambil mengusap air matanya.

Kurasa, sesuatu seperti ini tidak aku perhitungkan sebelumnya.

Aku mengeluarkan kartu itu dan mengocoknya dengan gugup. "Umm... ini akan sedikit berbeda... jadi... nona tetap bisa bersenang-senang lebih dari biasanya..." Kataku seraya mengocok kartu itu. Makin cepat, makin cepat, dan semakin cepat.

"Tapi... kupikir itu tidak akan berbeda seperti yang kamu bilang."

Apa aku sudah selesai? Apa sudah tidak ada lagi yang bisa aku lakukan untuk memaksanya? Mungkin kalau tidak dipikirkan baik-baik, rasanya seperti tidak ada lagi yang bisa aku lakukan. Tapi, cobalah pikirkan lebih jauh.

Unified Heartbeats [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang