~Rosalind and Kalani~
Apakah ini yang terakhir?
Entahlah. Mungkin saja iya. Mungkin saja tidak.
Apakah semuanya akan berakhir?
Kuharap begitu. Kuharap operasi yang sedang kujalani ini akan segera berakhir juga.
Tapi, apakah semuanya sudah selesai?
Kalau ditanya seperti itu, menurutku belum. Masih ada banyak yang perlu dibahas, perlu diingat, dan perlu untuk diperhatikan. Dan dariku sendiri, menurutku sendiri, ada sesuatu yang kurang. Kurang untuk kujelaskan.
Memikirkannya membuatku sulit untuk mengingat apa yang sebenarnya kurang untuk beberapa saat. Tapi kalian, yang membaca tentang apa cerita saat ini mungkin sudah bisa menebak apa yang sebenarnya berusaha aku ingat. Apa yang sebenarnya kupikirkan sejak beberapa saat yang lalu.
Dan benar, jika kalian memang benar mengingatnya, bahwa itu adalah apa yang aku bicarakan dengan Kalani.
Mungkin, di malam hari itu. Di malam dan hari yang sama disaat aku bertemu dan bicara dengan Leo. Hanya saja, kita Tarik kembali waktu itu beberapa menit sebelumnya.
***
Malam hari itu, tepat setelah matahari menyembunyikan dirinya dari hadapan dunia di sisi ini, aku dan Rigel, berdua menyusuri lorong-lorong yang diterangi lampu terang berwarna putih rumah sakit ini. Seperti yang awalnya direncanakan, aku dan Rigel ingin menemui Kalani di malam hari ini.
Tak berapa lama kemudian, sampai di daerah lain bangsal ini, Rigel berkata, "Kita sudah sam.... pai..." dengan semangat yang berangsur menurun setelah karena satu atau dua alasan.
Aku yang sedikit bingung mendengarnya pun penasaran dengan nadanya yang berubah tiba-tiba. Dan terlihat jauh di depan, seorang pria yang saling berkontak mata dengan Rigel. Atau kupikir... orang itu seperti melihat lurus ke arahku.
"Hmm? Kenapa bicaranya begitu?" Tanyaku dengan penuh rasa penasaran.
"Ah, tidak apa. Ayo masuk." Balas Rigel yang langsung maju mendekati pintu salah satu ruangan, yang kuduga adalah ruangan Kalani, dan mengetuknya.
"Masuk~" Saut seseorang dari dalam.
Rigel membuka pintu itu sembari mendorongku juga untuk masuk ke dalam. Terlihat seorang perempuan yang tampak lebih muda dariku. Dengan rambut lurus panjangnya yang terurai dengan rapi, ia duduk di kasurnya dengan tenang dan dengan senyuman manis terpasang di wajahnya.
"Kalian datang juga. Maaf, ya, karena jadi sedikit bergeser janji kita karena dokter mengabariku dengan sangat tiba-tiba. Sekali lagi, maaf, ya?" Ucapnya dengan nada memelas.
"Ah, ti-tidak apa. Tak perlu minta maaf juga. Lagipula... kita berdua masih punya banyak waktu di lain hari juga kalau memang kamu tidak bisa hari ini." Ucap Rigel membalasnya.
Wajahnya sedikit terkejut dan entah mengapa menunjukan ekspresi sedih setelah Rigel mengucapkan kalimatnya barusan. Namun, karena ia tersadar akan tatapanku yang memperhatikannya, dan karena ia menyadari dirinya sedang menunjukan ekspresi yang tanpa ia sadari ia tunjukan tersebut, wajahnya kembali berubah hanya dalam beberapa saat. Kembali menunjukan senyuman manisnya seperti di awal aku melihatnya.
"Ahahah. Begitu, ya? Benar juga. Kalian berdua kan punya waktu yang lebih longgar dibanding aku. Heheheh..." Ucapnya mencoba mencairkan suasana.
Sedikit aneh melihat seseorang berusaha mencairkan suasana yang tidak beku sama sekali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unified Heartbeats [END]
RomanceSetahun sudah Rigel, seorang pemuda SMA biasa, dirawat di sebuah rumah sakit. Ia mulai mendapatkan kembali sesuatu untuk menggantikan segalanya yang hilang darinya sebelum itu. Seakan ia hanya tinggal menunggu waktunya untuk disembuhkan. Tapi, menur...