WINTER TRIANGLE 4

6 1 0
                                    

~The Day~


Hari ujian datang dengan suasana mendungnya pagi. Aku sudah tiba di kelas lebih pagi dibanding yang lainnya dan langsung duduk di kursi belakang sebelah jendela, kursi yang memang disiapkan untukku saat setiap ujian. Alasannya, karena persiapan untuk rencana mencontek itu perlu dimatangkan. Aku tidak mau ada terjadi kesalahan sekecil apapun dalam hal ini. Ibaratnya, nyawaku dipertaruhkan saat ini. Walau sudah sering melakukan ini, rasa gugup tetap saja muncul.

Aku memandangi keluar jendela dengan tatapan kosong. Kepalaku berpangku pada tangan kananku, dan tak berubah posisi hingga beberapa menit lamanya. Kelas ini benar-benar kosong, dan tidak ada seorang pun selain aku. Dan juga sangat sepi, tidak ada suara apapun selain suara jarum jam yang berbunyi tiap detiknya. Memaksaku untuk memainkan sebuah melodi mengikuti iramanya dalam imajinasiku. Yang mana hal ini hanya menambah rasa bosanku akan hari ini.

"Ahhh.... Bosannya...." Kataku sambil menguap keras.

"Sudah datang, ya, seperti biasa." Kata seseorang yang tiba-tiba datang menarik perhatianku.

Aku pun menoleh ke arah pintu dan menemukan Geuse sedang berdiri dan menyenderkan badannya pada daun pintu kelas sambil melipat tangannya dan membenarkan kacamatanya seperti yang biasa dia lakukan.

"Oh, Geuse, kah? Kau cukup awal juga pagi-pagi sudah sampai disini." Kataku menyapanya.

"Ah, yah, sekali-sekali tidak ada salahnya kan." Katanya sambil berjalan ke arahku. Dia pun menarik kursi di depanku dan duduk menyampingi diriku. "Apa kau akan benar-benar mengandalkan Rigel kali ini?"

"Kurasa, iya. Seperti yang biasanya aku lakukan." Jawabku.

"Bagaimana jika Rigel justru memberi jawaban yang salah?"

Apa? Apa dia mencoba mengetesku atau bagaimana? Entahlah. Aku hanya harus menjawabnya dengan singkat. "Kupikir itu tidak mungkin. Walaupun dia bukan yang terpintar, setidaknya dia bisa membuatku lulus dari nilai minimal."

"Tapi dia sibuk membantumu, bukan, akhir-akhir ini?" Ia kembali menanyakanku dengan pertanyaan-pertanyaan menjebak seperti ini. Dan sambil memainkan tangan serta jarinya, ia bertanya, "Jika kau tahu jawaban yang benar, tapi Rigel memberi jawaban yang salah, siapa yang akan kau pilih?"

Jika aku sudah tahu jawaban yang benar, tentu saja, "Aku akan memilih diriku. Pertanyaanmu sangat aneh, Geuse, karena tentu saja jawabannya sudah jelas." Jawabku.

Geuse tertawa kecil mendengar jawabanku. Sesaat kemudian, ia menoleh ke arahku. Mulutnya terbuka dan ia berkata, "Itu jawaban yang ingin aku dengar." Dia pun beranjak dan berjalan menuju ruangan ujiannya yang berbeda dari ruanganku. Dan sebelum dia keluar, dia berhenti di depan pintu dan mengatakan sesuatu padaku. "Jangan melakukan yang berlawanan, Cyon. Aku sudah mengenalmu lama, dan aku percaya padamu. Makanya, kau juga harus percaya pada dirimu juga."

"Yah, jika kau bilang begitu, aku juga akan percaya padamu yang percaya pada diriku ini." Balasku singkat.

Geuse tersenyum lebar mendengar jawabanku. Dia pun mulai berjalan keluar sambil melambaikan tangannya pelan dan mengucap, "Sampai nanti, Cyon."

"Kau sudah mau pergi?"

"Iya. Aku hanya mau memastikan sesuatu."

Geuse pun menghilang dari pandanganku. Ruangan itu kembali menjadi sepi, yang hanya menyisakanku dengan jam dinding yang terus berbunyi dengan ritme yang sama. Lagi-lagi membuatku semakin bosan.

Tak terasa 1 jam sudah berlalu. Kelas sudah terisi penuh oleh orang-orang yang akan melaksanakan ujiannya. Mendung pagi juga mulai menghilang dibalik cahaya matahari. Disusul dengan guru pengawas, seorang ibu-ibu 30 tahunan, yang membawa kertas ujian di sebuah tas jinjing biru pembagian sekolah bertuliskan rahasia besar berwarna putih di depannya. Tentu aku tahu isinya kertas ujian karena tulisan rahasia itu.

Unified Heartbeats [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang