23. Poor Reyden

8K 1.1K 217
                                    

Gubrak!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Gubrak!

Gesekan nyaring antara peralatan alat kebersihan dengan lantai itu cukup
menimbulkan suara berggema. Beruntung tidak ada orang lain di gudang belakang sekolah itu kecuali barisan para makhluk tak kasat mataㅡjikalau pun itu ada.

Jihana Keilani, gadis bermata bulat itu menggeram kesal. Menatap segala macam peralatan kebersihan itu dengan penuh dendam. Sementara mulutnya sejak setengah jam lalu mendumel dan meratapkan kata-kata yang hanya sebangsa dukun dan hewan saja sepertinya yang paham.

"Pak Helmi sialan emang! Untung udah tua." dumelnya pelan sembari  berbalik badan untuk mengelap kedua tangannya yang nampak burik menggunakan tirai gorden yang menggantung di jendela.

Tentu mulut Jihan masih tidak bisa diam untuk tidak mengomel.

Bagaimana Jihan tidak akan mengomel kalau tiba-tiba mendapat panggilan dari speaker sekolah untuk menemui Pak Helmi di ruangannya. Dan ternyata yang Jihan dapatkan justru hukuman membersihkan koridor lantai satu. Siapa yang tidak kaget coba. Terlebih Jihan merasa tidak berbuat kesalahan apapun hari ini. Kan sungguh aneh  dan tidak adil menurutnya.

"Loh kok gitu sih, pak? Saya kan nggak ngapa-ngapain, nggak ngegoda bapak juga, kok dihukum?!"

"Kamu rolling kelas sama Reyden tapi nggak bilang dulu ke saya. Reyden tadi juga bilang kamu bosan liat wajah saya, iya beneran gitu?! Dasar murid durhaka!"

"Reyden kampret emang!" umpat Jihan ketika kembali mengingat perbincangannya tadi dengan Pak Helmi.

Jadi, pemuda modelan kulkas seribu pintu itu dalangnya. Padahal yang memaksa Jihan untuk pindah kelas juga Reyden sendiri, pemuda itu bahkan yang menyogoknya. Jihan yang memang lemah iman dengan sogokan terutama jika itu uang atau makanan, tentu tidak bisa berkutik. Namun jika akhirnya mendapat hukuman seperti ini Jihan mendadak menyesal. Tidak mau mencoba untuk yang kedua kalinya.

"Awas aja lu, Rey!" berang Jihan yang lagi-lagi tersulut emosi. Tangan kanannya bahkan mengepal, meninju udara seolah membayangkan wajah Reyden di sana.

Jihan lantas keluar dari gudang sekolah dengan sedikit membanting pintu. Gadis itu memang sudah selesai dengan hukumannya, itu sebabnya Jihan bisa pergi sekarang. Dengan langkah kaki yang sengaja dihentak-hentakan, Jihan perlahan meninggalkan ruangan penuh hawa dingin itu.

Jihan berjalan pelan melewati koridor lantai satu yang tadi sudah dipel. Tidak terlalu bersih karena memang Jihan setengah hati melakukannya. Paling tidak lantai basah terkena air, itu sudah cukup. Bodo amat, toh besok juga diinjek-injek lagi, begitu pola pikir Jihan.

Memilih tak memperdukikan dan lebih baik melanjutkan berjalan. Jihan menyusuri koridor kelas sembari sibuk dengan ponsel, mencari kontak seseorang lantas men-dialnya. Butuh beberapa detik menunggu sebelum telfon berhasil tersambung.

"Iya, halo Jihan."

"Lis, lo dimana? Lo nggak ninggalin gue kan?" ucap Jihan ketika sambungan tersambung dengan Lisa.

FAKE BOYFRIENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang