17. Habibal Qolbi

1.9K 166 7
                                    

Bismillah
Selamat membaca💙

Jangan lupa Vote dan komen, ya!

Jam berapa kalian baca part ini??

Ajak teman kalian baca juga, ya? Biar makin rame💙

17. Habibal Qolbi

فَبِأَيِّ آَلَاءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ

“Maka nikmat Tuhan manakah yang kamu dustakan

Amiela

****
Kehadiran keluarga Amir menambah keceriaan di keluarga Ndalem. Apalagi tingkah Annisa sangat menggemaskan dimata Mila. Namun semua itu akan selesai, karena hari ini keluarga Amir akan pulang ke An-Nur. Mereka tidak bisa lama-lama di Darrul Furqon karena Almira harus pulang ke rumah suami nya di Tuban.

“Umi sama Abah pulang dulu, ya, Mir. Jangan nakal disini! Hafalan nya di deresi, boleh santai tapi jangan terlalu berleha-leha.” Ustadzah Aisyah menasihati anak laki-laki satu-satu nya itu. Lalu beliau mencium kening putra nya.

Amir beralih kepada sang ayah dan mencium tangan nya. “Ingat selalu pesan Abah dan Umi!” ujar Ustadz Amar. Amir mengangguk lantas memeluk Ayah nya.

Mila menyaksikan itu semua didepan mata nya. Hati Mila tersentuh melihat nya. Amir sangat disayangi keluarga nya. Ada Abah Amar yang selalu menasihati dan meluruskan jalan ketika dia salah. Ada Umi Aisyah yang menjadi sandaran nya ketika dia rapuh. Ada Almira yang menjadi tempat nya berkeluh kesah. Dan ada Annisa yang bisa menghibur nya ketika sedang merasa jenuh.

“Kakak gak bisa menasihati apapun karena sudah ada Abah dan Umi yang selalu menasihati mu. Tapi kakak hanya berharap kamu kembali dengan membawa sejuta cerita kesuksesan mu.” ujar Almira seraya memeluk adik nya.

“Ahh, iya! Jangan lupa bawa adik ipar sekalian,” Almira menatap Mila menggoda. “Yang itu juga boleh,” ujar Almira mengedipkan sebelah matanya.

Amir hanya tersenyum tipis, sedangkan Mila menunduk. Dia benar-benar merasa malu karena Kakak nya Amir selalu menggoda nya sejak kemarin.

Amir menunduk menyamakan tinggi dengan sang adik. Dia mengusap kepala Annisa dengan sayang. Pasti ia akan merindukan adik nya yang lucu ini.  “Annisa jangan nakal, ya! Gak boleh melawan Abah sama Umi, harus jadi anak yang baik, ya?”

Annisa mengangguk dengan air mata yang menetes. Gadis kecil itu memeluk Amir begitu erat. “Nisa pasti bakal kangen sama Abang! Abang harus cepat pulang, ya! Biar bisa ajarin Nisa hafalin Alfiyah lagi.” ujar Annisa.

“Abang akan pulang, Nisa tenang aja!” Amir tersenyum menenangkan seraya mengusap air mata adik nya. Lalu dia mencium kening Annisa.

“Kalau begitu kami pamit dulu, ya, Ustadzah.” pamit Ustadz Amar kepada Ustadzah Ema dan Ustadzah Laras.

“Iya, monggo, hati-hati di jalan.”

Mereka berempat memasuki mobil dan membunyikan klakson. Mobil BMW milik keluarga Amir meninggalkan pekarangan pesantren Darrul Furqon. Amir hanya tersenyum kecil meskipun hati nya merasa sedih.

“Mari, Gus!” ujar Ustadzah Ema.

Nggeh, Ustadzah.” Amir meninggalkan halaman Ndalem dan kembali menuju Asrama nya.

AMILATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang